Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menutup akses masuk dari negara terpapar untuk menangkal ancaman varian omicron virus corona.
Kebijakan masa karantina bagi pelaku perjalanan dari luar negeri berubah-ubah.
PPKM level 3 memakai pertimbangan politis. Mengapa akhirnya dicabut?
BERPIDATO di depan ratusan perwira kepolisian di Hotel The Apurva Kempinski, Bali, pada Jumat, 3 Desember lalu, Presiden Joko Widodo delapan kali mengucapkan kata “hati-hati”. Ia mengingatkan polisi akan serangan Omicron. Sembari menampilkan peta negara yang penduduknya terjangkit dan laju penularannya, Jokowi menyebutkan varian baru Covid-19 itu lebih mudah mewabah ketimbang varian Delta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Jokowi mengatakan varian Omicron lima kali lebih cepat menular daripada varian Delta. Studi yang ia terima menyatakan jenis virus baru ini bisa menyelinap ke dalam antibodi yang sudah kuat karena vaksinasi. “Ini ancaman gelombang keempat,” tutur Jokowi. “Hati-hati karena efeknya bisa ke mana-mana.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada hari itu, Jokowi memerintahkan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Andika Perkasa menyelesaikan vaksinasi secepat-cepatnya untuk membendung varian Omicron. Ia meminta pelacakan dan karantina pasien Covid-19 diperkuat.
Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin bersiap memimpin rapat terbatas membahas varian baru COVID-19 Omicron dan kesiapan jelang libur Natal dan Tahun Baru, di Istana Negara, Jakarta, 29 November 2021/ANTARA/Hafidz Mubarak A
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan varian Omicron sebagai salah satu varian yang diawasi (variant of concern/VOC) pada 26 November lalu. Kategori VOC menunjukkan Omicron (baca: ah-muk-kraan; huruf dan bintang ke-15 dalam astronomi Yunani) lebih mudah menular atau berpotensi menurunkan efektivitas terapi dan vaksin. Sampai pekan lalu, menurut catatan WHO, varian Omicron sudah ditemukan di 57 negara.
Jokowi waswas atas kemunculan Omicron sejak sepekan sebelum pertemuan dengan para polisi. Pada 28 November atau dua hari setelah Omicron dinyatakan sebagai varian yang diawasi, Presiden memerintahkan para pembantunya untuk giat menangkal penularannya
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menggelar rapat lewat video telekonferensi dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Mayor Jenderal Suharyanto. Para epidemiolog juga turut diundang. Salah satunya epidemiolog dari Universitas Indonesia, Iwan Ariawan.
Iwan mengatakan rapat virtual itu berlangsung di tengah situasi yang serba membingungkan. Data tentang sifat varian Omicron masih berkabut. Riset dan publikasi ilmiah yang kredibel mengenai mutasi virus yang diidentifikasi dengan kode B.1.1.529 itu juga sulit ditemukan. “Saat itu semua informasi tentang Omicron masih diduga-duga,” ucap Iwan.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno/TEMPO/Subekti
Menurut Iwan, ada tiga hal yang dikhawatirkan peserta rapat soal mutasi virus corona. Virus menjadi makin menular, penyakit yang ditimbulkan lebih parah, dan varian baru kebal terhadap vaksin Covid-19. Namun ada kajian ilmiah awal yang menyatakan bahwa mutasi pada Omicron terjadi di badan virus yang mempercepat penyebaran. Studi inilah yang menjadi salah satu bahan rujukan peserta rapat.
Karena itu, rapat memutuskan menutup penerbangan dari negara yang penduduknya sudah terpapar varian Omicron. Masa karantina bagi pelancong dari luar negeri kembali diperketat, dari awalnya tiga hari menjadi tujuh hari. Khusus perjalanan dari negara yang terjangkit Omicron, durasi isolasi 14 hari. “Pengetatan ini untuk menghambat Omicron masuk ke Indonesia,” ujar Luhut setelah pertemuan dengan para menteri dan epidemiolog.
Dua ahli epidemilogi yang ikut dalam pembahasan Omicron dengan pemerintah mengungkapkan kebijakan masa karantina memang berubah-ubah. Keputusan memperpanjang karantina tujuh hari awalnya untuk memperketat pelaku perjalanan. Namun, setelah mencermati kebijakan karantina di negara lain dan masa inkubasi virus corona, waktu isolasi selama seminggu di Indonesia dinilai terlalu longgar. Kebijakan karantina akhirnya diperpanjang lagi menjadi 10-14 hari.
Rapat itu sebenarnya sempat mengulas kemungkinan menutup perbatasan dengan negeri jiran. Pemerintah cemas tatkala varian baru virus corona ditemukan di negara tetangga lalu dibawa pekerja migran yang wira-wiri pulang ke Indonesia. Penutupan perbatasan ini, antara lain, merujuk pada langkah sejumlah negara di Asia dan Timur Tengah setelah infeksi Omicron merebak.
Seorang pejabat pemerintah yang intensif mengikuti rapat tentang varian Omicron menjelaskan keputusan menutup perbatasan batal diambil. Pemerintah sepakat memprioritaskan larangan masuk kepada negara-negara yang sudah terdeteksi ada transmisi lokal Omicron di wilayahnya. Pejabat yang sama mengungkapkan opsi menutup perbatasan akan ditinjau ulang dalam dua pekan sambil memantau perkembangan virus corona varian baru itu.
Pada Rabu, 1 Desember lalu, Presiden Jokowi memanggil sejumlah menteri ke Istana Negara Jakarta untuk membahas perkembangan upaya menangkis varian Omicron. Sejumlah menteri yang datang antara lain Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi menanyakan simulasi penanganan yang dilakukan pemerintah jika menemukan varian Omicron masuk ke Indonesia. Untuk mengantisipasi lonjakan jumlah kasus Covid-19, Jokowi meminta rumah sakit darurat diaktifkan dan bersiaga.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno, yang hadir dalam rapat itu, mengatakan Jokowi meminta para menteri mewaspadai gelombang susulan penularan Covid-19. Ia memerintahkan para menteri mengikuti dinamika lapangan dan bereaksi cepat jika lonjakan jumlah kasus Covid-19 benar-benar terjadi lagi. “Kita juga belajar dari beberapa negara lain dari adanya kasus ini. Tapi intinya waspada dan semua kapasitas yang ada harus selalu siaga,” ucap Pratikno seusai rapat.
Untuk mengecek persiapan penanganan Omicron, Jokowi kembali menggelar rapat terbatas pada Senin, 6 Desember lalu. Kali ini, pemerintah mengantongi informasi tentang penularan Omicron yang lebih lengkap ketimbang sebelumnya. Menengok data penularan di Afrika Selatan, sekitar 87 persen pasien yang dirawat belum divaksin dan varian baru itu menulari 70 persen anak di bawah usia 7 tahun.
Berdasarkan data tersebut, Jokowi menginstruksikan untuk mempercepat penyuntikan vaksin Covid-19 bagi kelompok rentan. Ia juga meminta laboratorium pemerintah menyelenggarakan tes pengurutan genom atau whole genome sequencing untuk melacak varian virus yang berkembang di Indonesia. “Karena yang banyak juga terkena dampak adalah anak-anak, maka vaksinasi anak-anak perlu terus didorong,” tutur Menteri Airlangga Hartarto.
Empat hari sebelum rapat terbatas kabinet itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan telah mengeluarkan izin penggunaan darurat vaksin Sinovac dan Bio Farma untuk anak-anak berusia 6-11 tahun.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono mengatakan varian Omicron belum teridentifikasi masuk ke Indonesia hingga pekan lalu. Sebanyak 12 laboratorium di bawah Kementerian Kesehatan telah menerapkan tes pengurutan genom dalam setiap kasus positif yang terdeteksi. “Kami mengakselerasi tes agar lebih cepat mengidentifikasi varian virusnya,” ujar Dante.
Menurut Dante, Kementerian menggunakan metode tes polymerase chain reaction khusus untuk mencari varian Omicron. Peralatan khusus ini bisa memetakan protein virus yang mengarahkan pada karakteristik varian Omicron. Ada sedikitnya 3.000 kit tes khusus yang dipunyai Kementerian.
Selain mengantisipasi penyebaran varian Omicron, pemerintah mencegah potensi ledakan angka kasus positif setelah masa libur Natal dan tahun baru. Dipimpin Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy pada Rabu, 17 November lalu, pemerintah berencana menetapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level 3 di seluruh Indonesia. Kebijakan itu berlaku mulai 24 Desember 2021 sampai 2 Januari 2022. “PPKM itu sangat urgen karena pandemi belum usai,” kata Muhadjir.
Dua pejabat kementerian yang terlibat pembahasan PPKM masa libur Natal dan tahun baru bercerita keputusan menaikkan status pembatasan diambil sebagai langkah antisipasi. Ada beberapa pertimbangan yang dicermati pemerintah menetapkan PPKM level 3, di antaranya potensi ledakan kasus positif dan rangkaian agenda internasional yang akan berlangsung di Indonesia.
Pemerintah mendasarkan pada data angka kasus Covid-19 yang selalu melonjak begitu masa libur panjang usai. Pemerintah tak mau masalah itu terjadi karena Indonesia dijadwalkan menjadi tuan rumah dari ratusan pertemuan berskala internasional menuju Konferensi Tingkat Tinggi G20 pada Oktober 2022. Masalahnya, keputusan itu tak meminta pendapat para epidemiolog.
Esoknya atau 18 November, usul menaikkan status PPKM pada saat masa libur akhir tahun disorongkan kepada Presiden Jokowi. Presiden setuju ada pembatasan sejumlah aktivitas masyarakat, khususnya di lokasi liburan, tapi tak mau ada penyekatan ruas-ruas jalan. “Kami minta masyarakat tak bepergian meski tak ada penyekatan seperti instruksi Presiden,” ujar Muhadjir waktu itu.
Rapat itu diikuti terbitnya Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2021 tentang pencegahan Covid-19 saat masa libur Natal dan tahun baru. Regulasi itu membatasi kegiatan di tempat ibadah, lokasi wisata, dan mal serta mengimbau warga tak mudik saat masa libur panjang. Instruksi Menteri Dalam Negeri itu juga memuat perintah menutup alun-alun saat perayaan pergantian tahun.
Kebijakan itu diprotes sejumlah pihak. Salah satunya epidemiolog Iwan Ariawan. Dia menyarankan Menteri Luhut sebagai penanggung jawab PPKM di Jawa-Bali agar mengatur tempat ibadah dan lokasi wisata saja, alih-alih melarang berbagai aktivitas masyarakat. Salah satu saran Iwan adalah mewajibkan masyarakat rutin mengikuti tes antigen dan aktif mendaftar di aplikasi PeduliLindungi saat bepergian.
Kolega Iwan di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Pandu Riono, juga memberi masukan kepada Luhut. Ia mempersoalkan pemberlakuan PPKM level 3. Menurut Pandu, sejumlah indikator epidemiologi belum cukup menjadi bukti pembatasan ketat. Laju penularan serta okupansi ranjang rumah sakit masih rendah. Pandu juga mempertanyakan aturan PPKM level 3 yang berlaku secara nasional, alih-alih per daerah. “Itu kebijakan paranoia karena tak berbasis epidemiologi,” tuturnya.
Dikritik banyak pihak, pemerintah membatalkan pemberlakuan PPKM level 3 saat masa libur akhir tahun pada Senin, 6 November lalu. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebutkan pembatalan itu sejalan dengan perintah Presiden Jokowi yang tak ingin ada penyekatan saat masa libur Natal dan tahun baru.
Epidemiolog Iwan Ariawan di Tangerang, Banten, 16 Agustus 2021/TEMPO/STR/Nurdiansah
Tiga pakar epidemiologi yang dilibatkan membantu pemerintah mengungkapkan pembatalan itu juga berkaitan dengan hasil awal survei serologi antibodi. Sigi kesehatan itu diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Kesehatan. Khusus Kementerian Dalam Negeri, survei serologi diadakan di sembilan daerah aglomerasi pada Oktober-November 2021. Survei ini sudah dipaparkan dua kali dalam rapat terbatas bersama Presiden Jokowi.
Iwan Ariawan, yang terlibat dalam survei serologi, mengatakan jumlah responden yang berpartisipasi mencapai 9.500 orang. Mereka menjalani tes wawancara dan pengambilan sampel darah di klinik yang sudah ditentukan pemerintah. “Hasilnya cukup melegakan,” ujarnya.
Di kompleks Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan, Jakarta, Menteri Tito mengakui hasil survei serologi menjadi salah satu acuan pembatalan PPKM level 3, meski ada kemungkinan infeksi varian Omicron. Menurut bekas Kepala Polri ini, antibodi masyarakat sudah cukup tinggi. “Penerapan PPKM level 3 tidak dilakukan di semua wilayah,” katanya.
BUDIARTI UTAMI PUTRI, DEWI NURITA, EGI ADYATAMA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo