Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) diduga tergabung dalam tim pengurus Forestry and Other Land Use (Folu) Net Sink 2030. Informasi ini diketahui dari Keputusan Menteri (Kepmen) Nomor 32 Tahun 2025 yang beredar di media sosial. Keputusan tersebut mengatur struktur organisasi Operation Management Office Indonesia's Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Menetapkan Perubahan Struktur Organisasi Operation Management Office sebagai organisasi pendukung Indonesia's FOLU Net Sink 2030 sebagaimana dimaksud dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 168/MENLHK/PKTL/PLA.1/2/2022 tentang Indonesia's Forestry And Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 untuk Pengendalian Perubahan Iklim,” tertulis dalam Kepmen yang ditetapkan di Jakarta pada 31 Januari 2025 dan ditandatangani oleh Kepala Biro Hukum Supardi. Adapun salinan itu belum ditandatangi oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa kader PSI yang tercantum dalam kepengurusan antara lain Andy Budiman sebagai dewan penasehat ahli, Endika Fitra Wijaya sebagai staf kesekretariatan bidang pengelolaan hutan lestari, Sigit Widodo sebagai anggota bidang peningkatan cadangan karbon.
Kemudian ada pula Furqan Amini Chaniago sebagai anggota bidang konservasi, dan Suci Mayang Sari sebagai anggota bidang penegakan hukum dan peningkatan kapasitas. Sementara itu, Raja Juli Antoni sendiri menjabat sebagai penanggung jawab atau pengarah FOLU Net Sink 2030.
Dalam keputusan tersebut juga diatur besaran honor bagi para pengurus. Adapun penanggung jawab atau pengarah menerima honor sebesar Rp 50 juta per bulan, anggota bidang mendapatkan Rp 20 juta per bulan, sedangkan staf menerima Rp 8 juta per bulan.
Lantas sebenarnya, apa itu FOLU Net Sink 2030? Berikut penjelasannya.
Pengertian FOLU Net Sink 2030
Dikutip dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 adalah inisiatif strategis Indonesia untuk menyeimbangkan atau melebihi tingkat penyerapan gas rumah kaca (GRK) dibandingkan emisi yang dihasilkan oleh sektor kehutanan dan penggunaan lahan lainnya pada tahun 2030. Singkatnya, FOLU Net Sink merupakan kondisi di mana sektor lahan dan hutan menyerap lebih banyak emisi karbon ketimbang yang dikeluarkan.
Kebijakan ini menunjukkan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan mengatasi dampak perubahan iklim. Diperkirakan, sektor FOLU akan menyumbang hampir 60 persen dari total target pengurangan emisi GRK yang ingin dicapai Indonesia melalui upaya mandiri (skenario CM1). Target yang ditetapkan untuk FOLU Net Sink 2030 adalah mencapai net sink atau emisi negatif sebesar 140 juta ton CO2eq.
Mengutip dari Lembar Fakta FOLU Net Sink 2030 yang diterbitkan oleh Forest Digest dan Yayasan Madani Berkelanjutan, kebijakan ini berawal dari Perjanjian Paris tahun 2015, yang mewajibkan negara-negara yang meratifikasinya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Tujuannya adalah membatasi kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius, atau idealnya hingga 1,5 derajat Celsius dibandingkan suhu pada masa pra-industri (1800-1850).
Untuk mencapai target tersebut, seluruh negara, termasuk Indonesia, harus melakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi guna mencegah kenaikan suhu melebihi 2 derajat Celsius. Indonesia sendiri telah berkomitmen dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% melalui upaya mandiri, dan hingga 41% jika mendapatkan dukungan internasional.
Selain itu, Indonesia juga memiliki Strategi Jangka Panjang menuju Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim (Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience/LTS-LCCR) 2050. Strategi ini menargetkan pencapaian Net Zero Emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Salah satu langkah utama dalam strategi ini adalah program Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030, yaitu kondisi di mana sektor kehutanan dan lahan di Indonesia mampu menyerap lebih banyak emisi karbon daripada yang dilepaskan.
Aturan Mengenai FOLU Net Sink 2030
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 diamanatkan di dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca dalam Pembangunan Nasional.
Pada Pasal 3 Ayat (4) disebutkan bahwa pengurangan emisi GRK utamanya didukung oleh sektor kehutanan sebagai penyimpan karbon dengan pendekatan carbon net sink (penyerapan karbon bersih yang merujuk pada jumlah penyerapan emisi karbon yang jauh lebih banyak dari yang dilepaskannya).
Program ini menggunakan empat strategi utama, yaitu menghindari deforestasi; konservasi dan pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan serapan karbon.
Berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 168 Tahun 2022, terdapat 5 bidang dalam susunan tim FOLU Net Sink 2030 di antaranya: Bidang I Pengelolaan Hutan Lestari; Bidang II Peningkatan Cadangan Karbon; Bidang III Konservasi; Bidang IV Pengelolaan Ekosistem Gambut; dan Bidang V Instrumen dan Informasi.
Selain itu, setidaknya ada 15 kegiatan aksi mitigasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, yaitu:
- Pengurangan laju deforestasi lahan mineral.
- Pengurangan laju deforestasi lahan gambut dan mangrove.
- Pengurangan laju degradasi hutan-hutan lahan mineral.
- Pengurangan laju degradasi hutan lahan gambut dan mangrove.
- Pembangunan hutan tanaman.
- Pengelolaan hutan lestari.
- Rehabilitasi dengan rotasi.
- Rehabilitasi non-rotasi.
- Restorasi gambut dan perbaikan tata air gambut.
- Rehabilitasi mangrove dan aforestasi pada kawasan bekas tambang.
- Konservasi keanekaragaman hayati.
- Perhutanan sosial.
- Introduksi replikasi ekosistem, ruang terbuka hijau, dan ekoriparian.
- Pengembangan dan konsolidasi hutan adat.
- Pengawasan dan law enforcement dalam mendukung perlindungan dan pengamanan kawasan hutan.
Hanin Marwah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.