SUDAH dua tahun Meneer Pronk tak lagi muncul kemari untuk memeriksa proyek. Soalnya, sudah dua tahun Intergovernmental Group on Indonesia (IGGI), grupnegara donor yang dipimpinnya, dibubarkan oleh pemerintah Indonesia. Tapi sampai akhir tahun lalu, Jan Pieter Pronk masih berkutat dengan berbagai program bantuan untuk negeri miskin. Kini ia memang sudah tak lagi di kabinet.Akhir tahun lalu, Pronk sempat mengumumkan kebijaksanaan pemerintahnya bahwa Belanda tetap mendonasikan 1% dari produk nasional kotor (GNP) negerinya untuk memerangi kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Maka, negeri bekas kolonialis itu memang terbilang "pemurah". Saat ini ada 57 negara yang dibantunya, baik lewat hibah, subsidi, maupun pinjaman bilateral atau multilateral. Belandaumumnya menaruh perhatian pada negara miskin.Pada 1985, bantuan luar negeri Belanda hanya 4,5 miliar gulden. Jumlah itu meningkat terus, dan mencapai puncak pada 1991 dengan nilai hampir 6,5 miliar gulden (sekitar Rp 7,2 triliun). Namun, jumlah itu menurun pada tahun 1992, menjadi sekitar 6,3 miliar gulden.Nilai itu merosot lagi setelah IGGI bubar, 1992, menyusul peristiwa Dili. Soalnya, setelah IGGI dibubarkan, Indonesia menolak semua bantuan Belanda.Bantuan negeri itu berjumlah US$ 91,3 juta (sekitar Rp 180 miliar) atau 1,9% dari nilai seluruh pinjaman IGGI untuk Indonesia. Maka, jumlah bantuan luar negeri Belanda tinggal 6,2 miliar gulden.Pada tahun ini jumlah itu kembali naik, menjadi 6,4 miliar gulden, karena jatah bantuan untuk Indonesia, menurut Pronk, dialihkan ke negara-negara Eropa Timur, Eropa Tengah, Afrika, Amerika Latin, serta Vietnam.Adalah negeri-negeri Afrika, tampaknya, yang menjadi sasaran utama porsi bantuan Belanda. Ada yang menerima bantuan itu lewat program bantuan tetap -- misalnya Namibia, Zambia, Zimbabwe, dan Afrika Selatan -- ada juga yang lewat lembaga internasional seperti UNDP, UNICEF, UNHCR, atau lembaga keuangan dunia semacam Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia. Zambia, misalnya, mulai Mei 1993 mendapat bantuan kesehatan dan proyek peningkatan pangan dan pendidikan dasar. Afrika Selatan -- negeri yang dulu dikenal sebagai penindashak asasi lewat rezim apartheid -- juga mendapat bantuan tetap. Proyeknya berupa program penyadaran masyarakat, seperti peraturan pekerja, pendirian serikat buruh dan serikat politik, pendidikan, demokratisasi, serta pembinaan pemuda. Kenya mendapat bantuan bilateral untuk meredam konflik etnis.Bantuan itu juga mengucur ke kawasan Amerika Latin, yang kerap diguncang krisis politik dan pelanggaran hak asasi manusia. Ada sepuluh negara di sana yang menjadi sasaran Belanda, di antaranya El Salvador, Nikaragua, dan Haiti.Dari jumlah itu, empat negara mendapat bantuan untuk memerangi kemiskinan dengan tekanan pada perlindungan hutan. Enam lainnya memperoleh bantuan khusus untuk meningkatkan hak asasi manusia dan demokratisasi.Belanda juga banyak menaruh perhatian untuk merehabilitasi negara yang rusak karena konflik berkepanjangan, seperti Rumania, bekas Yugoslavia, Azerbaijan, dan Vietnam. Belanda pun menjalin kerja sama pembangunan dengan bekas jajahannya, seperti Suriname dan Aruba.Sekalipun tak lagi di sana, gaya khas Meneer Pronk -- di sini dituding angkuh oleh banyak pejabat -- masih membekas dalam kebijaksanaan bantuan itu. Uluran bantuan tadi diberikan disertai teriakan untuk melindungi hak asasi manusia.IND dan Asbari N. Krisna (Belanda)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini