Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gerobak di depan sebuah toko di Jalan Borobudur, Malang, itu dibalut poster bergambar aneka jenis bakso-tahu goreng atau batagor. Didominasi warna hijau, gerobak itu dilengkapi etalase berisi aneka jenis batagor yang dijajakan berikut penggorengan dan kompor berbahan bakar elpiji. Pada saat jam istirahat dan pulang sekolah, gerobak itu ramai dikerumuni anak sekolah yang berada tepat di depannya. Mereka berjejalan di depan gerai menunggu batagor siap disajikan.
Batagor yang ditawarkan itu bukan batagor Bandung yang berbahan adonan ikan-tepung tapioka bersaus bumbu kacang dan kecap. Batagor tersebut disajikan dengan cita rasa Jepang. Karena itulah namanya Batagor Jepang Takashi Mura (BJTM). BJTM terbuat dari bakso ikan tuna dan tahu berpadu dengan tepung katsu, tepung roti khas Jepang. Digoreng, penganan ini disajikan bareng saus teriyaki, saus khas masakan Jepang.
"Kuliner Indonesia cita rasa Negeri Sakura," kata CEO BJTM Ridwan Abadi, Rabu pekan lalu. Itulah sebabnya produk hasil kreasinya diberi nama kejepang-jepangan, seperti Bakso Suki, Chicken Cordon, Ebi Katsu, Krezzy Ramen, Hozzer Siomay, dan Tori Riri Karadon.
Harganya terjangkau, Rp 5.000-15.000 per porsi. Rasa yang tidak mengecewakan dengan harga murah, batagor Jepang ini merebut selera banyak orang. "Harganya murah, enak," ujar Niky Purnama Moriana Lianto, pekerja swasta, yang baru pertama kali menikmati batagor itu. Luthfi Wahyudi, pegawai sebuah bank pelat merah, bahkan telah berlangganan sejak dua tahun lalu. Ia menilai batagor Jepang unik, enak, dan murah. "Saya sering makan siang dengan batagor Jepang dan minum Cincaupuccino." Cincaupuccino adalah minuman cincau berasa kopi cappuccino.
Meski pembelinya dari anak sekolah hingga pekerja kantoran, mahasiswa adalah target pasar utama batagor Jepang. Menurut Ridwan, pangsa pasar mahasiswa sangat luas, terus berganti, dan menyebar menjadi pelanggan loyal. "Mereka seperti virus menyebar ke mana-mana." Pelanggan yang loyal biasanya tertarik bekerja sama dengan konsep waralaba.
Karena itu, Ridwan menjadikan BJTM sebagai bisnis waralaba yang tersebar di 124 gerai di seluruh Indonesia dengan 300 pegawai. Sebagian besar berada di daerah yang menjadi tempat berkumpul mahasiswa, seperti Yogyakarta dan Jakarta.
Sejumlah paket waralaba ditawarkan, misalnya paket resto sebesar Rp 250 juta dan paket mini resto Rp 150 juta. Manajemen dikelola terintegrasi secara online. Laporan keuangan atau pendapatan bisa diakses setiap saat. Ridwan bisa mengawasi dan mengelola gerai secara maksimal. "Gerai yang sakit akan diawasi dan dikendalikan secara khusus agar kembali sehat." Supervisi dilakukan master area terdekat. Setiap tiga bulan sekali diadakan pertemuan dengan terwaralaba untuk mengembangkan dan mengelola usaha. Evaluasi dilakukan setiap tahun.
Ridwan memastikan kualitas produk dijaga sesuai dengan standar. Pasokan bahan baku berupa ikan tuna segar asal Malang dan Gresik. Sedangkan produksi dilakukan di Malang dan dikirim dalam bentuk batagor beku. Siap disajikan dengan digoreng atau dikukus, cita rasanya tetap terjaga. Selain itu, standar pelayanan terus dipantau.
BJTM tidak dibangun sekali jadi. Ridwan, kini 28 tahun, memulai bisnis sejak menjadi mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Malang, pada 2003. Ia mengawalinya dengan berjualan kue dan pulsa elektrik sambil bekerja paruh waktu di sebuah restoran siap saji internasional. Ia juga pernah mengasah bakat bisnisnya dengan bekerja di bidang properti. Di antara sederet pengalaman bisnis itu, bekerja di restoran siap sajilah yang menggugahnya untuk menggeluti bisnis makanan.
Pada 2008, Ridwan mengawali usaha dengan membuka Warung Unik bermodal tabungan Rp 50 juta. Modal itu digunakan untuk menyewa tempat usaha sebesar Rp 20 juta. Selebihnya untuk belanja bahan baku, gaji pegawai, dan peralatan memasak. Berbagai menu disajikan meliputi burger, batagor Jepang, dan bakso.
Selama dua tahun berjalan hingga 2010, pelanggan paling banyak memesan batagor Jepang. Saat itu, sewa tempat tak bisa diperpanjang, sedangkan sejumlah koki dibajak pelaku usaha makanan lain. Demi mempertahankan usaha tanpa memecat enam pegawainya, Ridwan banting setir dengan membuka batagor Jepang dalam gerobak.
Kegagalan itu menjadi pelecut untuk bangkit dan berusaha dengan serius. Ridwan membuka gerobak batagor Jepang di tiga lokasi yang menjadi tempat nongkrong mahasiswa di Malang. Tak disangka, pelanggan loyal tetap terjaga dan mereka kembali berdatangan. Apalagi saat itu demam budaya Jepang sehingga batagor Jepang pun diburu.
Sambil terus berdagang, Ridwan rajin mengikuti pelatihan manajemen serta pameran di Jakarta dan Surabaya untuk mengembangkan usaha dalam bisnis waralaba. Hasilnya, banyak pengusaha yang tertarik bekerja sama dengan sistem waralaba. Gerainya terus berkembang dan tersebar di sejumlah daerah.
Kini, di bawah manajemen PT Eka Mulia Abadi Sejati atau Emas Corp, Ridwan memproyeksikan batagor Jepang menjadi perusahaan food and beverage terkemuka di Indonesia. Target itu diharapkan tercapai pada 2020. Menurut dia, Indonesia menjadi pasar potensial dan layak dikembangkan karena menjadi rebutan sejumlah perusahaan food and beverage terkemuka dunia.
Endri Kurniawati, Eko Widianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo