Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MAKASSAR -- Pemerintah Kota Makassar berencana memangkas jumlah pegawai honorer yang dinilai tidak bekerja maksimal. Jumlah tenaga honorer yang mencapai 5.000 orang saat ini dianggap terlalu gemuk dan membebani anggaran dibanding produktivitas yang dihasilkan.
"Keberadaan tenaga honorer ini seperti benalu di pemerintah kota," kata Sekretaris Daerah Kota Makassar, Ibrahim Saleh, kemarin.
Ibrahim mengatakan, mereka yang termasuk akan dipangkas adalah kelompok guru. Sejak awal 2014, Ibrahim mengungkapkan, Pemerintah Kota Makassar telah berencana melakukan moratorium tenaga honorer atau kontrak. "Itu akhirnya dilakukan sejak Mei. Bahkan beberapa langkah serta strategi untuk menguranginya pun sudah kami siapkan," ucapnya.
Strategi yang dimaksudkannya adalah menghentikan penerimaan pegawai honorer, termasuk di dalamnya tenaga guru sukarela. Cara lainnya adalah tidak memperpanjang surat kontrak dan tidak mencari tenaga baru untuk mengganti tenaga kontrak yang mengundurkan diri atau dipecat.
Secara keseluruhan tercatat ada 4.700 tenaga honorer yang tersebar di seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Angka itu terlalu besar, termasuk ketika menghitung upah yang harus dikeluarkan. Pemerintah Kota Makassar selama ini membayarkan gaji tenaga honorer rata-rata Rp 500 ribu per bulan atau Rp 6 juta per tahun.
Atau, secara total, pos pengeluaran wajib untuk gaji mencapai Rp 826 miliar. "Ini terlalu membebani anggaran," kata Ibrahim.
Namun, Ibrahim menambahkan, tenaga honorer yang dianggap memiliki prestasi dan kinerja bagus akan tetap dipertahankan. Dalam masa moratorium ini pula, masing-masing dinas atau satuan kerja lainnya diminta melakukan analisis beban kerja. Kemudian, tim akan diterjunkan ke lapangan. "Untuk melihat honorer mana saja yang selama ini betul-betul menjadi beban anggaran," ujarnya sambil menambahkan, hasil analisis itu ditunggu sampai Oktober.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Pemerintah Kota Makassar, Muhammad Kasim Wahab, mengakui bahwa cukup banyak jumlah pegawai honorer yang selama ini tidak melayani publik berjalan maksimal. Dia menunjuk Dinas Pertamanan dan Kebersihan serta Dinas Perhubungan sebagai contoh praktek pelayanan publik yang belum berjalan dengan baik.
Kasim berharap kedua dinas itu tidak lagi mengangkat pegawai kontrak baru. "Banyak pegawai honorer menumpuk di SKPD-SKPD, tapi layanan publik malah tidak berjalan maksimal," katanya. RASDIYANAH | SULFAEDAR PAY
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo