Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Belajar Dari Angsana

Amirmachmud membantah aparat daerah kurang berfungsi, Sudomo mengatakan kasus angsana mengungkapkan wajah lain dari aparat setempat. Terbukti bekas lurah Angsana melakukan korupsi dan pemerasan. (nas)

12 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

FEISAL Tamin, jurubicara Mendagri Amirmachmud, Sabtu lalu berkata: "Rakyat kan tak tahu letak Gedung DPR. Jadi kan ada yang membawa ke sana." Ia ingin mempertegas keterangan pers tertulis Mendagri. Sejak DPR sibuk menerima pengaduan rakyat, memang ada kesan aparat daerah kurang berfungsi. Dan keterangan Mendagri ditunggu-tunggu. "Anggapan seolah DPRD dan Pemda tidak berfungsi, tidak benar," kata Mendagri tanpa menyebut contoh kasus. "Hanya akrobat politiklah yang mengatakan aparat pemerintah tidak berfungsi karena ingin menonjolkan ketimpangan yang sepele tanpa mengingat sukses pemerintah," tambahnya. Tapi ia mengakui "sudah pasti ada hal-hal yang belum sempat dilaksanakan." Meskipun pengaduan ke DPR tak ada peraturan yang melarang, dan wajar, tapi ia mempersoalkan, apakah sudah diusahakan penyelesaiannya di daerah. Ia juga mengakui penyelesaian di daerah bisa makan waktu relatif lama. Karenanya mungkin dianggap seolah-olah aparat daerah tidak mampu lagi menanganinya, "sehingga menimbulkan rasa kesal," lalu mengadu ke DPR. Dalam hal ini Mendagri menghimbau, agar DPR secara edukatif memberi petunjuk kepada rakyat cara mengajulan masalah. Suhud Warnaen, Wakil Gubernur Jawa Barat, sependapat dengan Mendagri. "Sebaiknya DPR memberi petunjuk, kalau masalahnya bisa diselesaikan di daerah. Jadi ada segi pendidikannya," katanya. Meski begitu, banyaknya pengaduan ke DPR, bagi Suhud juga ada hikmahnya. Maksudnya: "DPRD harus benar-benar mampu meresapi keadaan rakyat. Dan harus aktif terjun ke daerah, baik ada masalah atau tidak." Tentang kedudukan DPRD dalam UU No. 5/74 sebagai "perangkat" Pemerintahan di daerah, menurut Suhud, "tidak berarti tidak ada kntrol terhadap eksekutif." Gubernur Ja-Bar Aang Kunaefi sendiri, menurut Ka Humas Pemda Ja-Bar S.A. Yussac, setiap berkunjung ke daerah mengharap agar rakyat berani melapor ke DPRD. "Di DPRD juga ada biro khusus yang menampung pengaduan, meskipun penyelesaiannya tidak bisa cepat-cepat," ujar Yussac. Bagi Gubernur Sulawesi Selatan Andi Oddang, UU No.5/74 juga tidak jadi masalah. Sebab kedudukan legislatif dan eksekutif di daerah seimbang. "Masalahnya, bagaimana kerjasamanya berdasarkan pembatasan wewenang masing-masing," kata Oddang. Kerjasama itu juga diharapkan Amirmachmud. Misalnya dalam hal pengaduan kasus tanah, sebelum menyampaikan komentar terbuka anggota DPR hendaknya berkonsultasi dulu dengan Depdagri. Bukan hanya konsultasi secara resmi, kalau perlu juga kontak-kontak pribadi. "Letak gedung DPR toh tidak jauh dari gedung Depdagri," ujar Amirmachmud. Tapi kasus Angsana misalnya, yang pertama kali diadukan ke DPR, menurut ketua Tim Tanah FKP Oka Mahendra, belum sempat ditanyakan kepada Mendagri atau Dirjen Agraria dalam acara resmi rapat kerja Komisi II. Dan karena disinyalir "dipolitikkan", diambilalih Opstibpus. Sampai awal pekan lalu Oka masih menunggu hasil penelitian Opstibpus. Itu tak berarti ia boleh istirahat. "Kalau hasil penelitian Opstibpus tidak seperti yang diharapkan, kita akan koreksi," kata Oka yang sejak 1971 terbiasa menangani pengaduan tanah. Harapan Oka terpenuhi. Senin pagi lalu, Pangkopkamtib Sudomo mengumumkan nasil penelitian Opstibpus ke Angsana. Bukan Fitnah Keterangan pers Opstibpus menegaskan, laporan ke 6 penduduk Angsana "bukanlah fitnah seperti diissukan, tapi diperoleh petunjuk kuat adanya tindak pidana korupsi, pemerasan, pungutan liar oleh bekas lurah Angsana." Beberapa tindakan Sudomo:  Agar Jaksa Agung mengajukan bekas lurah Angsana. H M. Askari, 52 tahun, ke pengadilan dengan tuduhan tindak pidana korupsi.  Agar Mendagri menertibkan tanah garapan penduduk Angsana yang dirampas lurahnya.  Agar Ka Polri menindak Wadanres 812/Pandeglang, membebastugaskannya kemudian mengajukannya ke Mahmilti, karena melakukan penyalah-gunaan kekuasaan, menahan para pelapor tanpa surat penahanan sementara.  Agar Pangdam VI/Siliwangi mengambil tindakan korektif administratif terhadap Letkol Sumantri, 50 tahun, ketua DPRD tk. II Pardeglang karena melalaikan tugas, tidak menyelesaikan masalah secara tuntas, kolegial dan fungsional dengan Bupati Pandeglang, tapi mempersilakan para pelapor mengadu ke DPR, "karena ada tujuan dan kepentingan pribadi di baliknya." Juga terhadap 4 anggota ABRI karena "melanggar tatatertib tentara, ikut campur persoalan sipil yang bukan tugasnya dan tidak mengindahkan hirarki militer." Seorang di antara 4 ABRI itu, menurut Opstibpus, telah membantu Achmad Djaja mengumpulkan data tindakal bekas lurah Askari. Seorang lagi, perwira MH dari Jakarta, telah mengantar rombongan Achmad Djaya ke DPR dan Opstibpus 7 Maret lalu. "Ini contoh klasik prosedur dan hirarki tidak dipenuhi dan ada oknum yang main politik, memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi atau golongan," kata Sudomo. Maka Sudomo berharap, bila ada persoalan di daerah hendaknya mengindahkan prosedur dan hirarki: menyelesaikannya dengan Pemda dan DPRD tk I atau II. "Kalau Pemda tidak mampu, silakan datang ke atas lagi," serunya. "Bentuk segera tim khusus yang mampu bertindak cepat dan segera umumkan hasil-hasil penelitian dan penyelesaiannya. Hendaknya kasus tanah di Cilacap dan Angsana dijadikan pelajaran," katanya lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus