Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) dan BEM Fakultas Hukum UI mengajukan diri sebagai Amicus Curiae terhadap mahasiswa Papua yang kini tengah disidang di Balikpapan, Kalimantan Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amicus Curiae merupakan sahabat pengadilan. Amicus Curiae adalah siapa saja yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, dan memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami BEM UI dan BEM FH UI mengajukan diri sebagai Amicus Curiae dalam perkara a quo. Kami memohon agar majelis hakim dapat menggali dan menemukan potensi adanya bias rasial yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam kasus-kasus ini," dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat 12 Juni 2020.
Tujuh tahanan politik Papua yang dimaksud, Stevanus Itlay alias Steven Itlay, Hengki Hilapok alias Frengki Hilapok, Agus Kossay, Fery Kombo, Buchtar Tabuni, Alexander Gobay, dan Irwanus Uropmabin, kini tengah berperkara dengan tudingan makar.
Menurut BEM UI dan FH UI ketujuh orang tak menunjukkan iktikad makar ketika menggelar unjuk rasa. Menurut mereka, para terdakwa terlibat dalam aksi demonstrasi karena merespon sikap rasis dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya.
"Saat ini, para pelaku rasisme di Surabaya sudah selesai diadili dan hukuman yang dijatuhkan sangat minim, tak sampai satu tahun. Sementara itu, tuntutan jaksa kepada tujuh tahanan politik Papua bahkan yang paling tinggi mencapai 17 tahun penjara," kata BEM UI dan FH UI.
BEM UI dan FH UI berpendapat para mahasiswa yang berunjuk rasa itu hanya menyampaikan ekspresi politik sebagai perwujudan dari pelaksanaan hak kebebasan berekspresi dan berpendapat. Mereka meminta agar seluruh terdakwa dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan dari segala tuntutan.
"Seluruh terdakwa harus dinyatakan tidak terbukti melakukan perbuatan makar sebagaimana didakwakan oleh Penuntut Umum dan dibebaskan dari segala tuntutan hukum."