Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bendera, di mata imansih dan johni

2 siswa smkkn yogya, imansih dan johni setiawan, dikeluarkan dari sekolahnya dan ditahan di kodim, gara-gara tak mau hormat bendera di sekolahnya. buntutnya ayah imansih dituduh pki.(nas)

7 Desember 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MULA-mula kawan-kawannya cuma heran mengapa Imansih tak melakukan hormat bendera dalam upacara bendera. Cewek ramping berkulit kuning langsat dengan hidung mancung itu, berusia 18, selalu, cuma memandang Sang Merah Putih dikerek ke atas, tanpa mengangkat tangan kanan sebagaimana lazimnya sikap hormat bendera. Kemudian, berdasarkan laporan kawan-kawannnya itu, para guru SMKK (Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga) Negeri, Yogyakarta, lalu mengamati-amati Imansih. Eh, benar. Guru bimbingan dan penyuluhan (BP) pun lalu berinisiatif. Imansih dipanggil, ditanya mengapa sikap hormat benderanya lain. Dan terjawablah persoalannya. Yakni, menurut ajaran agama yang ditafsirkannya, hormat bendera dengan mengangkat tangan berarti salut. Padahal, salut, kata Imansih menurut sumber yang mengetahui kepada TEMPO, dalam agamanya hanya dibolehkan untuk Tuhan. Lalu murid yang dikenal pendiam dan rajin itu mengutip Roma XIII dari Kitab Perjanjian Baru. Nasihat guru BP, dan guru agama Katolik di sekolah itu, tak mempan. Terpaksa beberapa hari kemudian, persisnya pada 5 November yang lalu, Sumardi, bapak Imansih, dipanggil ke sekolah. Baru keesokan harinya, 6 November, Sumardi, pensiunan karyawan PJKA, hadir. Masalah tak bertambah jernih. Menurut Barto Lomeus, pendirian orangtua Imansih ternyata juga keras. Sumardi menyerahkan persoalan ini kepada Imansih sendiri: memilih melakukan peraturan sekolah atau keluar. Tanpa ragu anak ke-5 dari 6 bersaudara itu memilih yang terakhir. Cerita tak berhenti di situ, karena Barto Lomeus juga guru agama Katolik SMAN V, Yogyakarta. Di SMA V, Barto sambil lalu bercerita kepada murid-muridnya bahwa ada siswa SMKK dikeluarkan karena tak mau hormat bendera. Langsung para siswa mengatakan bahwa di sekolah itu pun ada. Nama remaja itu Johni Setiawan Kristanto siswa kelas I. Kisah pun berkembang, Johni dipanggil kepala sekolah, dan, sebagaimana Imansih, Johni pun menafsirkan bahwa agamanya hanya membolehkan bersalut kepada Tuhan. Artinya, siswa ini berkukuh pada ajaran agama menurut tafsirannya. Lalu Wartono, seorang karyawan Bank Rakyat Indonesia, Yogyakarta, orangtua Johni, pun dipanggil. Wartono dan istri memang datang memenuhi panggilan, tapi hanya untuk memintakan anaknya keluar dari sekolah. Pasalnya, anak kedua dari empat bersaudara itu dianggap tak cocok masuk sekolah umum, karena dianggap berbakat keterampilan elektronika. Ia hendak disekolahkan ke Solo. Langsung, Soehardjo, Kepala SMAN V itu, mengabulkan permohonan itu. Kepala sekolah tersebut tak mau pusing-pusing. Soal apakah agama yang dipeluk Johni dan orangtuanya dilarang, setelah Johni bukan lagi siswa di sekolah itu, bukanlah urusannya. Tapi memang banyak kisah berlanjut karena kebetulan. Dan kebetulan beberapa hari sesudah itu, Sugito, Wakil Kepala SMAN V melapor ke polisi perihal perkelahian murid. Iseng-iseng ia bertanya kepada polisi, bagaimana kalau ada murid tak mau hormat kepada bendera. "Wah, tahu-tahu polisi melacak lebih jauh," katanya kepada Yuyuk Sugarman dari TEMPO. Dan itulah mengapa kemudian Johni, Wartono, juga Imansih dan Sumardi terpaksa menginap di Kodim 0734 Yogyakarta. Pihak berwajib tampaknya ingin mengusut duduk soal hormat bendera itu. Menurut sumber TEMPO di Kodim tersebut, kemudian diketahui bahwa Johni adalah pemeluk Kristen Jehova. Sekte ini secara resmi dilarang oleh Kejaksaan Agung pada 1982. Untuk apa mereka terpaksa menginap di Kodim, kurang jelas. Seandainya karena agama yang dilarang itu, bukankah mereka tak bisa ditahan begitu saja, kecuali apabila mereka melakukan kegiatan, misalnya, terang-terangan menyebarkan agamanya? Bila pasalnya mengenai hormat bendera atau salut bendera, bukankah kedua remaja itu sudah dikeluarkan dari sekolah? Memang ada, lalu, keterangan lain. Sumardi, konon, dipensiunkan pada 1965 karena menjadi anggota serikat buruh kereta api, yang waktu itu memang dikuasai. Tentu saja, kelanjutan soal hormat bendera ini di luar dugaan teman dan guru-guru Imansih. Mereka kaget, Imansih ditahan di Kodim. Siswa kelas II Jurusan Boga itu termasuk pintar. Misalnya nilai Bahasa Inggris 9, Bahasa Indonesia 8, Matematika 7, dan Agama 8 (baik Imansih maupun Johni di sekolah mengikuti pelajaran Agama Kristen Protestan). Adapun Nyonya Sumardi, menolak bila dikatakan anaknya tak menghormati bendera Merah Putih. Di rumah, tutur ibu 50 tahun itu kepada TEMPO, Imansih rajin mencuci bendera. Dan bila ada perintah pasang bendera, dialah, kata ibunya, yang selalu rajin memasangnya di depan rumah di kawasan Lempuyangan. Dengan latar belakang berbeda dan dengan sasaran berbeda, kasus hormat bendera pernah pula dipersoalkan oleh Komisi IX DPR RI. Latar belakangnya adalah siswa-siswa beragama Islam, dan sasarannya adalah hormat bendera di dalam kelas. Bagi anak-anak, hormat bendera dalam kelas lama-lama bisa menjadi lain. Misalnya, lalu bendera itu dianggap punya kekuatan gaib, kata seorang anggota DPR RI (TEMPO, Agama, 9 Maret). Atau, lalu upacara itu sendiri tak lagi intens, karena anak-anak telanjur bosan. Tampaknya, memang ada sikap kurang dewasa terhadap hormat bendera. Mestinya orang cukup arif untuk memisahkan soal bendera dan agama. Dan, bila ada hal-hal yang agak melenceng dari aturan, selama itu tak mengganggu ketenteraman masyarakat mestinya tak usah jadi urusan pihak yang berwajib. Laporan Aries Margono (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus