Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Beras terakhir untuk bupati

Desa bunutin, 13 km dari kintamani mengalami kekurangan bahan makanan. panen gagal, dimusnahkan tikus & angin kencang. bantuan dari bupati bangli & depsos, berkat laporan kahumas pemda kab. bangli. (ds)

24 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TERSEBUTLAH Nyoman Rembug, pegawai negeri tamatan sekolah rakyat (SD kini), tapi dipercayakan sebagai Kepala Humas Pemda Kabupaten Bangli. Nyoman yang Pebruari lalu ikut penataran wartawan di Denpasar melihat sejumlah penduduk Desa Bunutin kekurangan bahan makanan. Secara kritis. Terlambat bantuan akan celaka itu penduduk. Wah, ini berita, begitu pikiran si humas. Dan dilayangkanlah release ke Denpasar, kepada semua koran dan wartawan. Release-nya resmi, pakai stempel bupati. Penjabat-penjabat Denpasar yang akhir-akhir ini saban minggu dihibur artis dari Jakarta dalam rangka Bulan Dana PMI, kaget. Sekretaris PMI Bali Nyonya Yasmin Oka segera ke desa itu. Ada 673 jiwa atau 115 KK penduduk Desa Bunutin termenung-menung di pekarangan rumahnya. Hujan tidak kunjung reda dan yang bernama beras sudah sulit diperoleh. Desa Bunutin, suatu daerah terpencil. Berjarak 13 Km dari Kintamani. Ada jalan yang belum diaspal, dibuat oleh Karya Bhakti ABRI 1969. Sekarang mulai bopeng dan 2 sungai tanpa jembatan menghadang. Untuk mendapatkan desa ini, orang harus kuat berjalan. Kendaraan jeep bisa masuk sepanjang langit tidak menumpahkan airnya. Minggu pekan lalu penduduk sudah cerah, karena bantuan mulai tiba. Beras pertama datang dari Pemda Kabupaten Bangli sebanyak 1 ton. Lalu Kores Kepolisian Bangli 0,2 ton. Menurut Bupati Bangli drs Winaya bantuan permulaan itu akan bertahan sampai 16 Juni, maksudnya untuk 10 hari. Tetapi menurut Kepala Desa Bunutin Ketut Toklat, beras itu cuma diganyang 4 hari. "Sekarang tinggal 28 kg beras, bingung membaginya," kata Toklat hari Minggu pekan lalu. Anak-Anak Kelas Berat Target bantuan Bupati Winaya itu meleset, karena ada katagori lain dari pemuka desa. Sebanyak 151 anak lakilaki dan 60 perempuan dianggap "kelas berat". Yaitu anak-anak berusia 1 samp1i 14 tahun. Mereka ini diprioritaskan ditambah susu bubuk sumbangan PMI setempat yang sudah membeku. Sisanya barulah mendapat bagian sesuai anjuran bupati. Yang dewasa 400 gram per hari dan anak-anak separohnya. Para penjabat di kabupaten paling miskin di Bali ini memang gesit juga. Kalau bupatinya cepat mengirim beras, Humasnya cepat meledakkan kasus ini secara terbuka. "Kalau tidak begitu, nanti seperti di Flores," kata Humas Nyoman Rembug. Soalnya, bagi sang humas, 2 bulan tidak makan nasi bukanlah hidup sederhana lagi, "tetapi hidup konyol" Sebelum itu, bahkan, penduduk makan umbi-umbian, daun keladi dan batang piSang, Bagi yang punya beras, ini dicampur dengan perbandingan 5 1. Atau seperti yang dikatakan Men Rembyok, penduduk yang mengaku paling miskin, campuran keladi, umbi dan batang pisang tadi lebih besar lagi 9:1. Yang 1 berasnya kalau ada. Dan inipun tidak dimakan 3 kali sehari, tetapi satu kali satu hari. Siang saja. Kalau malam lapar, anak-anak disuruh tidur. "Kalau sudah tidur, kan tidak merasakan lapar," begitu Men Rembyok berkata. Wayan Mandera yang lebih terkenal dengan panggilan Pak Pelung lain lagi ceritanya. Orang ini dukun (mengobati segala macam penyakit, kecuali lapar) sejak 20 tahun. Jabatan di Desa Ketua LSD. Tetapi Ketua LSD ini pakaian dinasnya kain batik, baju putih dan pakai destar putih. Ia tokoh dan sekaligus kaya, punya ladang 5 hektar, biasanya lumbungnya penuh padi gogo. Berapa isteri bapak? "Baru tujuh orang," katanya ketawa. Anaknya 9 orang, yang paling tua dari isteri pertama berumur 30 tahun. Tapi isteri Pak Pelung yang nomor tujuh, gadis usia 16 tahun. Apa ya kelaparan juga? "Ya, susah juga," jawabnya. Lalu isterinya yang tua menunjuk makanan mereka sehari-hari ketela. Dari luar, tak ada penduduk lapar di Desa Bunutin. Bahkan Bupati Bangli ketika berkunjung ke desa terpencil ini bulan April lalu sempat dijamu agak mewah, dengan nasi putih. Karena itu ketika ia membawa sumbangan beras pekan lalu, Kepala Desa disemprot. "Kenapa waktu saya datang dijamu segala?" Kepala Desa menyahut "Malu kalau tidak dijamu pak, waktu itu belum kentara beras habis." Dan ternyata, beras untuk menjamu bupati itu boleh disebut beras terakhir. Karena panen yang diperkirakan tinggal beberapa hari lagi, dimusnahkan tikus dan angin kencang. Sialnya lagi, panen ini sangat diharapkan karena sebelumnya sudah 2 kali tidak panen. Kalau saja hujan mau reda barang 2 hari, beras dari Gubernur Bali segera dapat dibagikan. Karena selesai Rakerda BKKBN di Denpasar, Gubernur Soekarmen langsung mendekati Bupati Bangli dan menjanjikan bantuan beras segera dikirim. Jumlahnya 9 ton. Bahkan Departemen Sosial akan mengirimkan bantuan 25 ton beras ke desa ini secepatnya. Kalau demikian halnya, barangkali sambil menanti panen jagung dua setengah bulan lagi, penduduk akan tidak celangak-celunguk lagi. Dan tentu saja karena kasus ini sudah memberi lesibukan banyak penjabat, kekurangan pangan atau ada yang mengistilahkan 'kurang gizi yang parah", segera ditanggulangi. Tidak baik dipandang, kalau Bunutin yang 13 km dari Kintamani berpenduduk keropos, sementara turis kelas satu pesta pora sambil melihat danau indah di restoran sekitar Kintamani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus