TERSEBUTLAH Nyoman Rembug, pegawai negeri tamatan sekolah rakyat
(SD kini), tapi dipercayakan sebagai Kepala Humas Pemda
Kabupaten Bangli. Nyoman yang Pebruari lalu ikut penataran
wartawan di Denpasar melihat sejumlah penduduk Desa Bunutin
kekurangan bahan makanan. Secara kritis. Terlambat bantuan akan
celaka itu penduduk. Wah, ini berita, begitu pikiran si humas.
Dan dilayangkanlah release ke Denpasar, kepada semua koran dan
wartawan. Release-nya resmi, pakai stempel bupati.
Penjabat-penjabat Denpasar yang akhir-akhir ini saban minggu
dihibur artis dari Jakarta dalam rangka Bulan Dana PMI, kaget.
Sekretaris PMI Bali Nyonya Yasmin Oka segera ke desa itu. Ada
673 jiwa atau 115 KK penduduk Desa Bunutin termenung-menung di
pekarangan rumahnya. Hujan tidak kunjung reda dan yang bernama
beras sudah sulit diperoleh.
Desa Bunutin, suatu daerah terpencil. Berjarak 13 Km dari
Kintamani. Ada jalan yang belum diaspal, dibuat oleh Karya
Bhakti ABRI 1969. Sekarang mulai bopeng dan 2 sungai tanpa
jembatan menghadang. Untuk mendapatkan desa ini, orang harus
kuat berjalan. Kendaraan jeep bisa masuk sepanjang langit tidak
menumpahkan airnya.
Minggu pekan lalu penduduk sudah cerah, karena bantuan mulai
tiba. Beras pertama datang dari Pemda Kabupaten Bangli sebanyak
1 ton. Lalu Kores Kepolisian Bangli 0,2 ton. Menurut Bupati
Bangli drs Winaya bantuan permulaan itu akan bertahan sampai 16
Juni, maksudnya untuk 10 hari. Tetapi menurut Kepala Desa
Bunutin Ketut Toklat, beras itu cuma diganyang 4 hari. "Sekarang
tinggal 28 kg beras, bingung membaginya," kata Toklat hari
Minggu pekan lalu.
Anak-Anak Kelas Berat
Target bantuan Bupati Winaya itu meleset, karena ada katagori
lain dari pemuka desa. Sebanyak 151 anak lakilaki dan 60
perempuan dianggap "kelas berat". Yaitu anak-anak berusia 1
samp1i 14 tahun. Mereka ini diprioritaskan ditambah susu bubuk
sumbangan PMI setempat yang sudah membeku. Sisanya barulah
mendapat bagian sesuai anjuran bupati. Yang dewasa 400 gram per
hari dan anak-anak separohnya. Para penjabat di kabupaten paling
miskin di Bali ini memang gesit juga.
Kalau bupatinya cepat mengirim beras, Humasnya cepat meledakkan
kasus ini secara terbuka. "Kalau tidak begitu, nanti seperti di
Flores," kata Humas Nyoman Rembug. Soalnya, bagi sang humas, 2
bulan tidak makan nasi bukanlah hidup sederhana lagi, "tetapi
hidup konyol" Sebelum itu, bahkan, penduduk makan umbi-umbian,
daun keladi dan batang piSang, Bagi yang punya beras, ini
dicampur dengan perbandingan 5 1. Atau seperti yang dikatakan
Men Rembyok, penduduk yang mengaku paling miskin, campuran
keladi, umbi dan batang pisang tadi lebih besar lagi 9:1. Yang 1
berasnya kalau ada. Dan inipun tidak dimakan 3 kali sehari,
tetapi satu kali satu hari. Siang saja. Kalau malam lapar,
anak-anak disuruh tidur. "Kalau sudah tidur, kan tidak merasakan
lapar," begitu Men Rembyok berkata.
Wayan Mandera yang lebih terkenal dengan panggilan Pak Pelung
lain lagi ceritanya. Orang ini dukun (mengobati segala macam
penyakit, kecuali lapar) sejak 20 tahun. Jabatan di Desa Ketua
LSD. Tetapi Ketua LSD ini pakaian dinasnya kain batik, baju
putih dan pakai destar putih. Ia tokoh dan sekaligus kaya, punya
ladang 5 hektar, biasanya lumbungnya penuh padi gogo. Berapa
isteri bapak? "Baru tujuh orang," katanya ketawa. Anaknya 9
orang, yang paling tua dari isteri pertama berumur 30 tahun.
Tapi isteri Pak Pelung yang nomor tujuh, gadis usia 16 tahun.
Apa ya kelaparan juga? "Ya, susah juga," jawabnya. Lalu
isterinya yang tua menunjuk makanan mereka sehari-hari ketela.
Dari luar, tak ada penduduk lapar di Desa Bunutin. Bahkan Bupati
Bangli ketika berkunjung ke desa terpencil ini bulan April lalu
sempat dijamu agak mewah, dengan nasi putih. Karena itu ketika
ia membawa sumbangan beras pekan lalu, Kepala Desa disemprot.
"Kenapa waktu saya datang dijamu segala?" Kepala Desa menyahut
"Malu kalau tidak dijamu pak, waktu itu belum kentara beras
habis."
Dan ternyata, beras untuk menjamu bupati itu boleh disebut beras
terakhir. Karena panen yang diperkirakan tinggal beberapa hari
lagi, dimusnahkan tikus dan angin kencang. Sialnya lagi, panen
ini sangat diharapkan karena sebelumnya sudah 2 kali tidak
panen.
Kalau saja hujan mau reda barang 2 hari, beras dari Gubernur
Bali segera dapat dibagikan. Karena selesai Rakerda BKKBN di
Denpasar, Gubernur Soekarmen langsung mendekati Bupati Bangli
dan menjanjikan bantuan beras segera dikirim. Jumlahnya 9 ton.
Bahkan Departemen Sosial akan mengirimkan bantuan 25 ton beras
ke desa ini secepatnya. Kalau demikian halnya, barangkali sambil
menanti panen jagung dua setengah bulan lagi, penduduk akan
tidak celangak-celunguk lagi. Dan tentu saja karena kasus ini
sudah memberi lesibukan banyak penjabat, kekurangan pangan atau
ada yang mengistilahkan 'kurang gizi yang parah", segera
ditanggulangi. Tidak baik dipandang, kalau Bunutin yang 13 km
dari Kintamani berpenduduk keropos, sementara turis kelas satu
pesta pora sambil melihat danau indah di restoran sekitar
Kintamani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini