Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Halalbihalal di Pesantren Nurul Islam, Kelurahan Antirogo, Sumbersari, Jember, Rabu pagi pekan lalu, terlihat gayeng. Lebih dari seribu warga nahdliyin berkumpul. Bukan hanya santri, kiai dari Jember, Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi pun hadir. Sejumlah tokoh nasional ikut meramaikan acara maaf-memaafkan setelah Lebaran itu. Mereka antara lain mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md., serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar.
Meski hajatan resminya adalah halalbihalal, aroma kampanye dukungan untuk pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman Suryadi Sumawiredja (Berkah) begitu kuat. Bendera Partai Kebangkitan Bangsa berkibar-kibar, baliho dan mobil bergambar pasangan Berkah mencolok mata. Ada juga penggalangan dana serta pembacaan puisi dan kalimat dukungan kepada pasangan nomor empat dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur. "Terserah Anda mau memilih siapa. Tapi, kalau tanya saya, ya, saya pilih Bu Khofifah," kata Bupati Jember M.Z.A. Djalal, dalam pidatonya pagi itu. Arahan Mahfud juga cukup jelas, "Pilih yang terbaik, tapi saya punya referensi: Bu Khofifah."
Hari-hari ini Jawa Timur sedang hangat oleh kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur. Kamis pekan depan, empat kandidat bakal bertarung untuk bisa berkantor di Gedung Grahadi. Mereka adalah pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa, pasangan inkumben sebagai Gubernur Jawa Timur ke-13), Eggi Sudjana-Muhammad Sihat, Bambang Dwi Hartono-Said Abdullah, dan Khofifah Indar Parawansa-Herman Suryadi Sumawiredja (Berkah). Keempat pasangan akan memperebutkan 30.019.300 suara melalui 71.027 tempat pemungutan suara. Selama masa kampanye, yang dimulai Senin pekan lalu hingga akhir pekan ini, semua kandidat memanfaatkan kerumunan orang. Pesantren dan pasar adalah tujuan favorit mereka.
Sejatinya kantong pemilih bisa dibagi menjadi wilayah tapal kuda dan Madura, Mataraman, wilayah Arek, dan pesisir pantai utara Jawa Timur. Kawasan tapal kuda, yang dimulai dari Pasuruan, pantai utara bagian timur, hingga Jember, ditambah Kepulauan Madura, merupakan 50 persen lebih dari luas wilayah Jawa Timur. Mataraman berada di kawasan barat, dari Kediri, Madiun, hingga Pacitan. Wilayah Arek meliputi Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, hingga Malang Raya. Sedangkan kawasan pesisir pantai utara terdiri atas wilayah Gresik, Lamongan, dan Tuban. Kantong-kantong itu menjadi ajang pertempuran sengit bagi empat kandidat. Tentu saja butuh strategi jitu untuk bisa meraih simpati dan suara warga.
Dewan penasihat tim pemenangan KarSa, Martono, memberi perhatian lebih pada perebutan suara kaum nahdliyin. Sangat masuk akal karena dalam pemilihan kali ini tiga kader NU bertarung. Saifullah harus bersaing ketat dengan Khofifah, yang diusung Partai Kebangkitan Bangsa, dan Said Abdullah, yang dicalonkan PDI Perjuangan.
Untuk merebut suara, KarSa akan memaksimalkan dukungan partai. Pasangan ini menangguk dukungan partai terbanyak dibanding pasangan lain, yakni 11 partai dan 22 partai non-parlemen. Partai itu adalah Demokrat, PPP, Golkar, PAN, PKS, Gerindra, Hanura, PDS, PKNU, PBR, dan PBB.
Menurut Martono, PPP bisa menggalang 50 persen suara nahdliyin untuk KarSa. PKNU dengan lebih dari 120 kursi di DPRD kabupaten/kota bisa bergerak di Situbondo, Lumajang, dan Bondowoso. Suara di pantura, KarSa mengandalkan gabungan PPP, Golkar, dan Demokrat. Golkar dan PKS berjaga di kota besar seperti Surabaya, dan PDS untuk merangkul komunitas non-muslim di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.
Tokoh lokal pun dipasang untuk mencari dukungan warga. Kini KarSa disokong La Nyalla M. Mattaliti, yang dalam pemilihan sebelumnya mendukung Khofifah. Pasangan ini juga diuntungkan oleh kehadiran adik kandung Abdurrahman Wahid, Lily Wahid. Politikus senior PKB ini yakin bisa memecah suara Muslimat NU dan menggiringnya untuk KarSa hingga 50 persen. "Tidak ada yang menjamin semua Muslimat NU mendukung Khofifah," kata Lily.
Anggota Muslimat NU memang sasaran utama kubu Berkah. Tak berlebihan karena Khofifah dibesarkan dan memimpin organisasi tersebut hingga saat ini. Dari Muslimat yang organisasinya berjenjang hingga ke anak ranting di tingkat kelurahan, Berkah yakin bisa mengantongi 15 persen suara.
Di luar Muslimat, ketua tim pemenangan Berkah, Jazuli Fawaid, yakin bisa mengendurkan lawan. Enam partai pendukung Berkah, yakni PKB, PKPB, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, Partai Matahari Bangsa, Partai Kedaulatan, serta Partai Persatuan Nahdlatul Ummah Indonesia, diperkirakan bisa mengumpulkan sekitar 30 persen suara. "Total target bisa 47 persen, mendekati 50 persen," katanya.
Menurut pengamat politik dari Universitas Airlangga, Surabaya, Airlangga Pribadi, Berkah tak bisa diremehkan dengan enam partai pendukung itu. Kekuatan pasangan ini adalah kemampuannya mengkonsolidasi basis pemilih santri di daerah tapal kuda dan Madura. Airlangga melihat ada hasrat kuat di kalangan bawah (akar rumput), terutama di kalangan pemilih santri, untuk menjadikan Khofifah yang representasi santri nahdliyin sebagai gubernur.
"Meski sama-sama berlatar belakang santri, Saifullah hanya menduduki posisi wakil gubernur," ujar Angga. Predikat tertindas dalam pemilihan gubernur pada 2008 dan adanya pembatalan kandidasi oleh KPU pada pemilihan kali ini—kemudian pembatalan itu dianulir—menjadi energi bagi Berkah. Syaratnya, Berkah harus bisa mensosialisasi hal itu ke massa akar rumput. Kelemahannya, pasangan ini masih belum bisa menembus wilayah Mataraman. "Jika mampu, Berkah bukan tak mungkin bisa menang," katanya.
Wilayah Mataraman memang basis PDIP, yang notabene menjadi lumbung suara pasangan Bambang Dwi Hartono dan Said Abdullah. Itu sebabnya, PDIP menargetkan suara 51 persen untuk pasangan BangSa dari Mataraman dan pantura. Meski kawasan Mataraman bagian selatan masih didominasi KarSa, PDIP yakin bisa menggaet suara hingga 24 persen dari kawasan ini. Sekretaris tim pemenangan BangSa, Sirmadji, mengklaim partainya memiliki struktur sekitar 360 ribu sampai ke tingkat anak ranting. Selain itu, Bambang-Said didukung oleh 19 bupati kader PDIP se-Jawa Timur.
Dengan perangkat sebanyak itu, PDIP juga yakin bisa menggarap massa di luar Mataraman dan pantura yang dinilai kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan tidak tersentuh pembangunan. Program bagi-bagi Rp 500 juta untuk tiap desa dianggap ampuh merayu mereka. Akan halnya Said Abdullah sebagai kader NU diyakini efektif merangkul pesantren. Ketokohan Said di Madura, khususnya SumeÂnep, menurut Angga, akan menguntungkan BangSa.
Kekuatan lain yang tak bisa diabaikan adalah dukungan DPP PDIP. Pesohor seperti Ganjar Pranowo dan Rieke Dyah Pitaloka diutus meraih simpati publik, terutama massa mengambang yang belum menentukan pilihan atau gamang.
Sementara semua pasangan tersebut punya kekuatan di kalangan akar rumput di kantong tertentu, tak demikian dengan pasangan nomor urut 2: Eggi Sudjana-Muhammad Sihat. Selain pasangan ini tidak didukung partai, kata Airlangga, massa Jawa Timur tidak banyak mengenalnya. Pasangan ini juga tidak terlalu gencar berkampanye. Namun Eggi percaya diri dengan tiga persen suara dari dukungan yang diperoleh dari pengumpulan kartu tanda penduduk. Plus kampanye, ia yakin bisa mendongkrak dukungan hingga 10 persen. Sasarannya adalah masyarakat yang kecewa terhadap pemimpin daerah, tak percaya partai, dan hubungannya dengan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Menurut Airlangga, sejauh ini elektabilitas KarSa unggul dibanding pasangan kandidat lain. Menurut Direktur Lembaga Survei Proximity, Whima Edy Nugroho, survei terhadap 1.200 responden pada 17-30 Juli lalu menunjukkan KarSa mendulang dukungan 54 persen, BangSa 13,7 persen, Berkah 13,3 persen, dan Eggi 0,4 persen. Sisanya massa mengambang 18,1 persen. KarSa unggul di 35 dari 38 kabupaten/kota dan hanya kalah di Tulungagung dan Pacitan. "Massa mengenalnya karena inkumben," kata Whima.
Endri Kurniawati, Agita S. Listyanti, Diananta P. Sumedi, Mahbub Djunaidy
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo