Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Berebut Rabu Putih

Kubu Jokowi dan Prabowo memobilisasi pemilih pada hari pencoblosan. Sama-sama menggunakan simbol pakaian putih.

13 April 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aksi menyambut Pemilihan Presiden 2019 oleh mahasiswa ISI Surakarta, di Kampung Demokrasi, Solo, Jawa Tengah, 10 April 2019. ANTARA/Maulana Surya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JOKO Widodo buru-buru merogoh kantong celananya sebelum menutup pidato dalam kampanye akbar perdana di Gelanggang Olahraga Maulana Yusuf, Ciceri, Banten, pada Ahad, 24 Maret lalu. “Saya titip, saya titip yang terakhir,” ujar Jokowi sambil meraih secarik kertas dari dalam saku. Sembari melirik sontekan yang baru digenggamnya, dia berkata, “Hari Rabu, 17 April, pilih yang bajunya putih karena putih adalah kita.”

Konten pemungkas orasi Jokowi itu justru menjadi bagian yang viral selepas kampanye. Di Twitter, lebih dari 24 ribu akun mencuitkan tanda pagar #Pilih01BajuPutih hanya dalam sehari--membuat tanda pagar itu sempat bertengger di daftar puncak percakapan alias trending topic. Bersamaan dengan itu pula muncul gerakan ”Rabu Putih”, yang merujuk pada hari pencoblosan, Rabu, 17 April 2019.

Direktur Kampanye Tim Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Benny Ramdhani, mengatakan pesan Jokowi untuk memilih kandidat berbaju putih--warna pakaian Jokowi-Ma’ruf dalam surat suara--bukan berasal dari tim. Menurut dia, tim tak pernah menyiapkan konten pidato sebagaimana yang diucapkan Jokowi di Banten. “Itu ajakan Pak Jokowi untuk menciptakan aksi kolektif pada hari pencoblosan,” ucap Benny, yang juga Ketua Partai Hanura.

Menyadari pesannya ditanggapi para pendukung, Jokowi terus mendengungkan gerakan “Rabu Putih”. Presiden inkumben itu bahkan sempat menuliskan memo dalam secarik kertas yang dibubuhi tanda tangan, dua hari selepas kampanye di Ciceri, Banten. “Kita semua berbondong-bondong ke TPS berbaju putih,” tulis Jokowi dalam memo itu.

Gelombang seruan mengenakan baju putih pada 17 April terus menggema. Gerakan Pemuda Ansor, salah satu sayap organisasi Nahdlatul Ulama, ikut merapat dalam barisan pendukung. Menurut Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas, lembaganya mengikuti anjuran Jokowi soal Rabu Putih agar masyarakat makin yakin menggunakan hak pilihnya. Dengan mengenakan baju putih, pasukan Barisan Ansor Serbaguna atau Banser NU akan berjaga di tempat pemungutan suara. “Pemilih yang tak bisa datang karena keterbatasan tertentu akan kami ajak berangkat bersama-sama,” ujar Yaqut.

Ketua Tim Cakra 19, organisasi relawan pendukung Jokowi-Ma’ruf yang berisi purnawirawan tentara, Andi Widjajanto, mengatakan program Rabu Putih adalah ide orisinal kubunya. Menurut dia, warna busana putih merupakan identitas Jokowi sejak menjadi presiden.

Andi menjelaskan, gerakan Rabu Putih tak berbeda dengan strategi kemeja kotak-kotak yang dipakai Jokowi saat berlaga dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2012 dan Pemilu Presiden 2014. Waktu itu seragam kotak-kotak bernuansa merah-putih-biru sukses membetot perhatian masyarakat sekaligus menjadi ciri khas Jokowi. Tema putih-putih juga sengaja dipilih untuk menyesuaikan dengan seragam inkumben di kertas suara. “Identitasnya tegas,” tutur Andi kepada kontributor Tempo, Fikri Arigi, di Senayan City pada 27 Maret lalu.

Calon Presiden petahana nomor urut 01 Joko Widodo menyapa pendukungnya di Alun-alun Brebes, Jawa Tengah, 4 April 2019. ANTARA/Wahyu Putro A

Pemilihan warna putih juga untuk membedakan Jokowi-Ma’ruf dengan kubu lawan. Andi menyebutkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno lebih dulu membangun identitas dengan warna biru dan cokelat. Ciri khas itu juga sejalan dengan tema diskusi yang kerap memakai tajuk “Rabu Biru”. Artinya, bagi Andi, Rabu Putih tak pernah dideklarasikan sebagai jargon milik Prabowo-Sandiaga. “Baru Pak Jokowi yang mengatakan bahwa putih itu kita,” kata mantan Sekretaris Kabinet tersebut.

Setelah Jokowi memerintahkan gerakan putih-putih, seragam tim kampanye juga mengikuti. Direktur Komunikasi Politik Tim Jokowi-Ma’ruf, Usman Kansong, mengungkapkan anggota tim kampanye nasional yang tampil sebagai pembicara di forum publik wajib mengenakan kemeja putih. Dalam debat keempat di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada 30 Maret lalu, semua pendukung Jokowi-Ma’ruf kompak mengenakan jaket putih. “Biar masyarakat mengenakan baju dengan nuansa yang sama saat pencoblosan,” Usman menjelaskan.

Di luar seruan Rabu Putih, tim kampanye Jokowi-Ma’ruf siap menerjunkan pasukan “darat”. Bernama Guraklih, kependekan Regu Penggerak Pemilih, pasukan ini bakal beroperasi di Jawa Tengah, salah satu lumbung suara Jokowi.

Menurut Ketua Tim Kampanye Jokowi di Jawa Tengah, Bambang Wuryanto, Guraklih beranggotakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang bertugas memetakan potensi suara pada hari pencoblosan. Jumlah anggota tim berkisar tiga-lima orang di setiap tempat pemungutan suara, di luar saksi. “Bila ada pendukung yang belum datang, akan kami jemput,” ujar Bambang.

Hampir bersamaan dengan imbauan Rabu Putih ala Jokowi, Panitia Bersama Forum Umat Islam (FUI) meluncurkan gerakan Subuh Akbar Indonesia Putihkan Tempat Pemungutan Suara. Aksi tersebut juga didukung oleh Front Pembela Islam, Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia, dan Persaudaraan Alumni 212. Para pentolan organisasi tersebut terlibat dalam “Ijtimak Ulama” pada September 2018, yang mendukung Prabowo Subianto sebagai calon presiden.

Sekretaris Jenderal FUI Muhammad Al Khaththath menyebutkan aksi “Putihkan TPS” akan melibatkan lebih dari 200 orang untuk menjaga tempat pencoblosan. Sebelum mengawal, para penjaga itu akan mendengarkan ceramah dan menjalankan salat subuh berjemaah. “Tiap TPS itu satu panitia yang akan mengerahkan umat untuk salat subuh berjemaah,” kata Al Khaththath.

Panitianya adalah masyarakat sekitar TPS sendiri. Untuk mengumpulkan massa, ia meminta masyarakat menandai tiap orang yang memiliki pilihan calon presiden yang sama. Misalnya, seseorang yang pro-Prabowo akan ditandai di TPS-nya. Al Khaththath yakin caranya berjalan efektif karena pengawal TPS dianggap mengenal medan dan pilihan politik masyarakat. Adapun ajakannya selain untuk salat subuh berjemaah adalah buat mengajak menggunakan hak pilih pada hari pencoblosan.

Wakil Direktur Relawan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ferry Juliantono, mengatakan aksi “Putihkan TPS” merupakan inisiatif relawan pendukung pasangan nomor urut 02, bukan bagian strategi tim kampanye. “Meski begitu, mereka tetap berkoordinasi dengan Badan Pemenangan,” ujar Ferry.

 

Calon Presiden nomer urut 02 Prabowo Subianto menyapa pendukungnya di Palembang, Sumsel,9 April 2019. ANTARA/Feny Selly

Meski relawan pendukung telah menyiapkan aksi “Putihkan TPS”, Badan Pemenangan tetap meminta pendukung Prabowo-Sandiaga berangkat ke bilik suara mengenakan baju putih. Ketua BPN Djoko Santoso dalam surat bertarikh 12 April 2019 menginstruksikan semua simpatisan dan tim kampanye memutihkan TPS dengan busana bernuansa putih. “Untuk meluruskan dan menanggapi informasi yang simpang-siur di media sosial,” demikian Djoko menulis dalam surat itu.

Selain menyiapkan aksi “Putihkan TPS”, kubu Prabowo-Sandiaga bersiap membuka dapur umum. Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Sudirman Said, menjelaskan, rencana dapur umum bertujuan memberikan pasokan konsumsi kepada saksi yang berjaga di tempat pemungutan suara. “Diprediksi penghitungan suara pada 17 April akan berlangsung sampai malam sehingga relawan butuh dukungan logistik,” kata Sudirman.

Sudirman sendiri memulai persiapan dapur umum sejak enam pekan lalu di daerah pemilihannya di Jawa Tengah, yang meliputi Brebes, Kabupaten Tegal, dan Kota Tegal. Saban Selasa malam, dia mengadakan acara minum kopi sekaligus doa bersama secara serentak di lebih dari 300 desa. “Ketika Selasa malam menjelang pencoblosan, relawan kami sudah terbiasa membangun dapur umum dan bersiaga mengawal penghitungan suara keesokan harinya.”

RAYMUNDUS RIKANG, DEVY ERNIS, EGI ADYATAMA.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Devy Ernis

Devy Ernis

Bergabung dengan Tempo sejak April 2014, kini staf redaksi di Desk Nasional majalah Tempo. Memimpin proyek edisi khusus perempuan berjudul "Momen Eureka! Perempuan Penemu" yang meraih penghargaan Piala Presiden 2019 dan bagian dari tim penulis artikel "Hanya Api Semata Api" yang memenangi Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020. Alumni Sastra Indonesia Universitas Padjajaran.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus