Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Berkelahi Dari Aceh Sampai Kupang

Perkelahian pelajar di Jakarta merembet ke berbagai daerah. Karena tingkatnya sudah memprihatinkan, mabes Polri melancarkan operasi untuk menanggulangi perkelahian pelajar: "operasi khusus wiyata".

31 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GENDERANG perang antarpelajar masih juga berbunyi. Dan korban-korban terus berjatuhan. Tidak hanya di Jakarta, tapi sudah merembet ke berbagai daerah. Karena tingkatnya sudah memprihatinkan, mulai Rabu pekan ini selama 90 hari, Mabes Polri melancarkan operasi untuk menanggulangi perkelahian pelajar itu dengan sandi "Operasi Khusus Wiyata". Di Jakarta, Polda Metro Jaya melancarkan operasi itu dengan sebutan "Operasi Khusus Wiyata Mandala". Ini untuk membedakan bahwa tingkat kerusuhan di ibukota memang lain. Ketika Polda Metro Jaya, bekerja sama dengan Kanwil Departemen P dan K DKI, mengadakan razia pertengahan bulan ini, 106 pelajar putra dan 8 pelajar putri dijaring. Dari mereka polisi menemukan sepucuk senjata api, 34 senjata tajam, gambar-gambar porno, kondom, serta kaset blue film. Menurut catatan, dalam tempo setahun terakhir ini perkelahian pelajar di DKI secara kuantitas anjlok, dari 150 kali menjadi 97 kali. Tapi secara kualitatif meningkat. Mereka tak saja melakukan aksi lempar batu dan sembunyi muka. Tapi sudah melakukan pembunuhan. Perkelahian itu merembes ke luar Jakarta. Eko Pujiono, pelajar SMA Practica Surabaya, tewas setelah jantungnya ditembus pisau "Nato Military" oleh Munir di dekat studio radio Suzana Surabaya, Sabtu dua pekan lalu. Munir adalah siswa SMP Berdikari di Kota Pahlawan itu. Siang itu, entah bagaimana persoalan awalnya, puluhan pelajar berantem. Munir tiba-tiba menancapkan pisau belatinya ke tubuh Eko yang tengah berdiri di halte bis. Begitu melihat korban bersimbah darah tak bergerak, Munir gelagapan. "Eee, areke mati... areke mati .... Ayo mlayuuu ...," teriaknya sambil menghilang dari kerumunan. Tapi polisi dengan gampang menemukan Munir. Ia kini meringkuk di tahanan Poisek Genteng, Surabaya Selatan. Kepada TEMPO, Kapolwiltabes Surabaya Kolonel Polisi I Wayan Karya mengatakan, peristiwa itu lebih bersifat kriminal murni. Karena para pelajar main keroyok. "Para pengeroyok itu tidak hanya terdiri dari satu sekolah. Mereka membentuk gang," katanya. Apalagi dari tempat kejadian perkara (TKP) polisi menemukan celurit, gir sepeda yang diikat rantai, pipa-pipa besi, dan kayu balok. Solidaritas rekan-rekan Eko pun muncul. Mereka merencanakan untuk melakukan serangan balik. Seperti dituturkan oleh Nurul Huda, Kepala Sekolah SMP Practica, murid-muridnya sempat berkumpul merencanakan pembalasan. Untung, polisi mencium gelagat ini dan kemudian memberikan pengarahan -- suatu upaya pendekatan yang cukup simpatik. Perkelahian pelajar terjadi juga di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sekelompok siswa SMA Muhammadiyah berantem melawan sejumlah siswa-siswa SMA Negeri 3, SMEA Wirakarya, SMEA Beringin, dan siswa STM. Perkelahian ini berlanjut tiap hari, dari awal sampai pertengahan Desember di tempat yang sama, tak seberapa jauh dari kantor Polres Kupang. Kegaduhan ini juga membuat sibuk Kanwil P dan K NTT. Semua kepala sekolah dan ketua OSIS SMTA di Kupang dikumpulkan. Pihak Kanwil P dan K meminta Kepala Sekolah SMA Muhammadiyah agar memecat Zaenudin Bahren. Siswa kelas III ini juga tidak diperkenankan pindah sekolah. "Apa boleh buat," kata Robert Riwu Kaho, Koordinator Administrasi Kanwil P dan K NTT. Zaenudin dinilai sebagai penyulut perkelahian itu. Awalnya, di suatu hari Zaenudin bermain-main di pinggir pantai. Ia mengikat uang lima ribuan dengan benang. Kemudian sejumlah pelajar SMAN 3 terpancing, mencoba mengambilnya. Zaenudin pun menarik benang itu sambil tersenyum renyah. Merasa dipermainkan, pelajar SMAN 3 marah. Mereka bertengkar dan berjanji membuat "perhitungan" di hari Minggu, dekat terminal. Benar, di hari Minggu itu pertarungan terjadi dengan seru, karena masing-masing disertai kawan-kawannya. Celakanya, itu masih bersambung esok-esoknya. Sampai Zaenudin terpental dari sekolah. Jika dilacak bulan-bulan sebelumnya, di Lhokseumawe, Aceh, pernah pula terjadi perkelahian pelajar yang agak masal. Terjadi di bulan Juli lalu. Seorang guru wanita SMEA Iskandar Muda diejek siswa-siswa STM Kosgoro. Anak didik bu guru marah, lalu "pertempuran" pecah. Bupati turun tangan, dan memerintahkan agar kedua sekolah yang bersebelahan itu diliburkan. Di bulan Oktober, siswa-siswa STM Negeri dan STM Rekayasa Biureun, Aceh Utara, menyerang siswa-siswa SMA Negeri Krueng Geureukuh. Ini gara-gara isu bahwa seorang siswa STM dimasukkan ke WC oleh seorang guru SMA Krueng Geureukuh. Persoalan yang sepele, termasuk adanya isu-isu, memang mudah mengobarkan darah anak remaja ini. Isu itu pernah terjadi di Bandung, November lalu. Mula-mula terjadi lempar-lemparan batu murid SMAN 7 melawan SMA BPI. Ketika dikabarkan ada murid SMAN 7 meninggal, bentrokan masal terjadi. Kedua sekolah itu bahkan diliburkan. Padahal, tak ada yang meninggal. Kapolda Jawa Barat Mayjen. Sidharto menilai, perkelahian pelajar sangat mudah dibakar. "Bisa disulut hanya karena soal cewek," katanya. Karena melibatkan senjata tajam, Mayjen. Sidharto pun menangani dengan tegas. Mereka itu dinilai perusuh dan diancam pidana. Kini ada 3 siswa di Bandung yang tengah menunggu proses peradilan. Perkelahian antara siswa SMA 7 dan SMA BPI itu sempat menghancurkan 18 buah sepeda motor dan beberapa murid luka. Namun, diakui bahwa langkah pemidanaan itu tak akan menyelesaikan persoalan. "Semestinya, persoalan itu diselesaikan oleh pihak sekolah, orangtua, dan lingkungan," kata Sidharto. Maka, orang pun berpaling pada kurang wibawanya guru-guru, banyaknya jam pelajaran yang kosong, ditambah kurangnya pengawasan dari orangtua murid. Kenyataan ini membuat persoalan menjadi pelik. Dari mana membenahinya? Agus Basri, Wahyu M., Supriyanto K., dan Mukhlizardy M.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus