Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awalnya tak ada niat Hufron menyerahkan badal haji ayahnya kepada orang lain. Dosen Universitas 17 Agustus itu berniat membadalkan sendiri ayahnya, Munari bin Karso, yang meninggal pada 2012. Toh, ia memenuhi kualifikasi seseorang yang bisa melakukan badal haji-bersama istrinya, ia telah menunaikan ibadah haji pada 2005.
Sayang, sesuai dengan ketetapan yang berlaku, ia harus menunggu sampai 12 tahun sebelum bisa pergi haji lagi untuk membadalkan ayahnya. Terenyuh mendengar desakan ibunya supaya ayahnya cepat-cepat dibadalkan, dengan dukungan keluarga, ia pun memutuskan menempuh jalur cepat: menggunakan jasa orang yang akan berangkat haji tahun ini. Dan pilihannya jatuh kepada Imron, bekas mahasiswanya yang kini pembimbing di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) Muhammadiyah Kota Surabaya.
"Prinsipnya, kami saling percaya dan dia orangnya amanah. Biayanya tidak banyak, kok," ujar Hufron. Ditemui Tempo di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Rabu pekan lalu, Imron mengatakan tak melakukan persiapan khusus untuk badal haji. "Asalkan sudah pernah berhaji dan tidak membadalkan lebih dari satu orang," katanya, menegaskan kembali syarat badal haji.
Praktek badal haji atau ibadah haji pengganti yang berawal dari amanah alias titipan keluarga itu kini menjadi bagian dari program sejumlah KBIH dan perusahaan tur. Dalam iklan-iklan yang disiarkan secara luas di media massa, mereka mematok tarif dari Rp 5 juta hingga Rp 12 juta. "Setiap tahun trennya terus meningkat," ujar H Nunu, pemilik penyelenggara umrah dan haji khusus Azahro Tours and Travel, Surabaya.
Menurut Nunu, tarif badal haji yang fair sekitar Rp 10 juta. Angka itu sebanding dengan amanah rukun haji dan biaya hidup yang dibebankan. Sesuai dengan jumlah petugasnya, tahun ini Nunu hanya mau menerima 10 badal haji.
Inilah bisnis yang sedang marak. Mushthofa Bisyri Iswid, salah satu perintis pelayanan badal haji yang juga pendiri-pemilik KBIH Padepokan Sholawat, Surabaya, menerima order badal haji 50 orang lebih tahun ini. Mendapatkan orang yang dipercaya menjadi pelaksana badal haji, bagi Mushthofa, tak sulit. Lelaki yang akan berhaji untuk yang ke-18 kalinya ini mengaku sudah memiliki banyak jaringan pertemanan.
Menetapkan tarif badal haji sebesar Rp 5 juta, Mushthofa menjamin tak ada orang yang berani menawarkan tarif lebih rendah darinya. "Saya heran harga segitu juga banyak yang mau," ujarnya. Menurut dia, keuntungan yang didapatkan pihak penyelenggara terlalu banyak. Dengan biaya Rp 5 juta, ia mengaku cukup dan tak merugi.
Ahmad Fauzi Ridwan, 50 tahun, pembimbing jemaah haji plus dari Cheria Travel, Jakarta, mengakui badal haji semakin diminati masyarakat. Hal itu didorong oleh meningkatnya pemahaman masyarakat akan pentingnya membadalkan orang tua yang meninggal padahal belum sempat berhaji. Mengingat antrean haji semakin panjang, kian banyak orang yang gagal berangkat, otomatis kesempatan keluarga untuk membadalkan haji semakin susah. "Sekarang rata-rata travel dan KBIH melayani badal haji."
Fauzi mengaku telah melakukan badal haji sejak 10 tahun lalu, sejak awal bekerja di travel agent dan kemudian menjadi pembimbing. Menurut Fauzi, Cheria Travel memiliki 10 mutawif yang siap membadalkan 10 orang. Jika ada kelebihan peminat, Cheria akan merekrut mutawif dari agen perjalanan lain. Tarif yang dikenakan oleh pengelola perjalanan haji plus ini adalah US$ 1.200 atau sekitar Rp 13 juta. "Ini sifatnya membantu. Untuk harga, kita lihat kondisi orang, meskipun sudah ada standarnya," ujarnya.
Prosedur badal haji sederhana: agen perjalanan meminta data dan foto almarhum atau almarhumah yang hendak dibadalkan, kemudian menyepakati mahar untuk badal yang disertai ijab-kabul pemberian mahar ke travel agent. Saat berangkat, mahar dititipkan kepada pembimbing yang membadalkan atau diserahkan lagi ke mutawif. Setelah selesai, sertifikat diberikan oleh kementerian Arab Saudi yang mengatakan bahwa almarhum atau almarhumah terdaftar sudah dibadalkan oleh si mutawif yang menjalankan amanah itu.
Ketua Majelis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur, Abdurrahman Nafis, mengakui ada beberapa dalil dan rujukan riwayat dalam kaitan dengan kebolehan badal haji. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Tarmidzi Fadal bin Abbas disebutkan ada seorang wanita dari Kan'am bertanya: "Ya Rasulullah, kewajiban haji yang difardukan Allah atas hamba-hamba-Nya kebetulan datangnya dengan keadaan bapakku yang telah tua bangka hingga tak sanggup lagi buat berkendaraan. Apakah saya boleh haji atas namanya?" Rasulullah menjawab, "Boleh."
Hadis kedua ialah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Ibnu Abbas. Seorang wanita dari Bani Juhainah datang kepada Rasulullah dan bertanya: "Ibuku telah bernazar akan haji, tapi ia meninggal sebelum menunaikannya. Apakah saya akan menggantikan atas namanya?" Rasulullah menjawab, "Ya, berhajilah menggantikannya. Bagaimana pendapatmu jika berutang, apakah kamu akan membayarkannya? Nah, bayarlah olehmu utang kepada Allah, karena utang kepada Allah lebih patut buat dibayar." Hadis kedua, kata Nafis, mengindikasikan bahwa status badal haji sama seperti membayar utang.
Dari kedua hadis tersebut disimpulkan bahwa setidaknya ada dua syarat utama. Pertama, yang menggantikan harus sudah berhaji. Kedua, satu orang membadalkan satu orang saja. "Boleh laki-laki membadalkan perempuan atau sebaliknya."
Selanjutnya, yang dibadalkan memenuhi dua kondisi, yakni sudah meninggal atau secara fisik tidak memungkinkan lagi menunaikan ibadah haji, baik karena sakit maupun sudah lanjut usia. "Jadi bukan berhalangan menunaikan haji karena secara finansial belum mencukupi atau alasan biaya," ujarnya. Dari hadis itu juga disimpulkan bahwa badal haji lebih utama dilakukan oleh keluarga terdekat, yakni anak-anaknya. "Tapi di luar itu juga boleh."
Dengan status hukumnya boleh, teknis pelaksanaan badal haji bergantung pada pengelolanya. Sebab, berdasarkan kepercayaan pula, pelaksana badal berhak dan boleh memasang tarif. Statusnya dapat dianalogikan dengan akad jual-beli. Nafis mengatakan perang tarif yang terjadi belakangan tidak perlu dipermasalahkan, karena akad yang terjalin di antara kedua belah pihak didasari asas kerelaan.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pemerintah mengembalikan pelaksanaan badal haji kepada masyarakat. Pemerintah sebatas mengimbau agar mencari orang-orang yang benar-benar amanah untuk menjalankan badal haji dan dengan harga sewajarnya.
Secara hukum, menurut dia, pemerintah tidak bisa membatasi badal haji karena merupakan hak setiap orang. "Pemerintah juga tidak akan menyatakan badalnya harus si ini-si itu, itu sudah terlalu jauh mengintervensinya," ujarnya.
Lukman mengakui antrean haji Indonesia sudah sangat panjang. Pemerintah sendiri tidak bisa menjamin antrean tersebut akan menjadi lebih pendek segera pada masa mendatang. Sebab, besarnya animo masyarakat untuk berhaji tidak sebanding dengan kuota yang tersedia. Menurut dia, langkah yang bisa ditempuh pemerintah di antaranya mengeluarkan kebijakan bahwa haji hanya untuk yang belum pernah. Selain itu, pemerintah berupaya mendapatkan sisa kuota dari negara-negara yang memiliki sisa kuota haji untuk dialihkan ke Indonesia.
Erwin Zachri, Artika Rachmi Farmita
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo