Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto membeberkan data tren terbaru kematian akibat Covid-19. Data menunjukkan daerah dengan tingkat keterisian tempat tidur (Bed Occupancy Rate atau BOR) isolasi terpusat yang rendah ternyata memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami kemarin sudah laporkan ke Bapak Presiden," kata Suharyanto dalam Rakornas Penanggulangan Bencana 2022, Kamis, 24 Februari 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Artinya, kata dia, banyak pasien yang sudah mengalami gejala tapi tetap memilih isolasi mandiri. Walhasil, Suharyanto meminta TNI Polri dan Pemerintah Daerah menyisir kembali pasien-pasien positif yang melakukan isolasi mandiri.
"Kalau belum vaksin, lansia, bergejala, pindah ke isoter (isolasi terpusat)," kata dia,
Sebelumnya, rapat evaluasi PPKM digelar Jokowi pada Senin kemarin. Usai rapat, Wakil Ketua Komite Penanganan Covid-19 Luhut Binsar Pandjaitan juga sempat menyinggung soal pasien yang harus ke isolasi terpusat di rumah sakit.
Luhut meminta masyarakat yang komorbid atau punya penyakit penyerta, khususnya diabetes melitus, untuk langsung ke rumah sakit bila terkena Covid-19. Luhut meminta pasien ini tidak menunggu sampai gejala berlanjut.
Sebab dari data pemerintah, kata Luhut, pasien yang meninggal ini adalah mereka yang sudah terlambat datang ke rumah sakit. "Dan belum divaksin," ujarnya.
Suharyanto kemudian menjelaskan data perbandingan kematian dan BOR isoter di enam provinsi dalam periode 17-23 Februari 2022. Rinciannya yaitu sebagai berikut:
1. Jawa Tengah: kematian (279), BOR isoter (16,05 persen)
2. DKI Jakarta: kematian (275), BOR isoter (15,53 persen)
3. Jawa Timur: kematian (203), BOR isoter (19,97 persen)
4. Bali: kematian (114), BOR isoter (12,95 persen)
5. Jawa Barat: kematian (100), BOR isoter (19,86 persen)
6. DI Yogyakarta: kematian (33). BOR isoter (30,48 persen).
Suharyanto mengatakan ada lima kriteria pasien bisa melakukan isolasi mandiri. Mulai dari Orang Tanpa Gejala (OTG), usia di bawah 45 tahun, tidak memiliki komorbid, rumah dan lingkungan memenuhi syarat (ada kamar dan kamar mandi terpisah), dan saturasi oksigen di atas 95 persen.
"Kalau usia di atas 45 tahun, sebaiknya Isoter. Kalau komorbid, isoter," kata dia. Sebab, setiap daerah sudah punya lokasi isolasi terpusat masing-masing.
Belum lagi, kata Suharyanto, BOR isoter secara nasional masih 20 persen. "Masih sangat kosong, padahal yang meninggal tiap hari ada terus, ini mohon yang isolasi mandiri kembali isoter," kata dia.
Berikutnya, Suharyanto juga membeberkan data kematian yang selama ini terjadi. Pertama, 54 persen angka kematian terjadi pada pasien tanpa komorbid dan 46 persen komorbid. Komorbid terbanyak diabeters melitus dan 21 persen pasien meninggal memiliki komorbid lebih dari satu.
Kedua, 47 persen yang meninggal adalah non-lansia dan 53 persen lansia. Sebanyak 3 persen pasien ada di rentang usia 05 tahun. Sementara, 80 persen pasien meninggal berusia di atas 45 tahun.
Ketiga, 73 persen pasien yang meninggal adalah yang belum divaksin lengkap dan 27 persen sudah vaksin. Dari 2.484 pasien meninggal yang dicatat BNPB, rata-rata terinfeksi 5,8 bulan dari vaksinasi kedua.
Baca: Jokowi Pimpin Peresmian Program Vaksinasi Booster Sektor Industri