Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Bogor Di Cibinong, Berbau Jakarta

Ibukota kab. Bogor direncanakan akan dipindah ke Cibinong. lokasinya cukup strategis, menjadi sumber pajak. rencana kota sudah disusun bekerja sama dengan pu. jual beli tanah di sana dilarang. (dh)

10 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH kantor kabupaten tanpa alun-alun dan pohon beringin memang terasa kurang afdol. Tapi, bukan hanya karena ingin punya alun-alun saja, sehingga Kabupaten Bogor merencanakan ibukota baru untuk segenap kantor bagi aparatnya yang dirasakan sudah tak tertampung di wilayah Kodya Bogor. Untuk itu, pilihan jatuh pada Cibinong. Restu Menteri Dalam Negeri tentang hal itu sudah turun belum lama ini. Semula, karena hanya perlu kantor untuk mengendalikan pemerintahan, Pemda tingkat II Kab. Bogor menunjuk Desa Rancamaya di sebelah selatan Kota Bogor. Pertimbangannya, seperti telah disetujui DPRD (1975), tanah milik pemerintah di Rancamaya masih cukup luas. Tapi Mendagri, yang ingin agar pemindahan Ibukota juga dapat mengembangkan wilayah, tak menyetujui pemindahan kantor-kantor ke Rancamaya. Mengapa Cibinong? Letaknya memang menarik: cuma 20 km dari Bogor. Meskipun jaraknya dengan DKI Jaya 40 km, kegiatan Cibinong banyak berbau Jakarta. Dapat dicapai dari Jakarta maupun Bogor melalui jalan raya biasa. Atau melalui Jalan Tol Jagorawi. Dari Cibinong, melalui Citeureup, ada "jalan semen" (jalan beraspal licin yang dibuat pabrik semen) yang bisa memotong langsung ke Bekasi. Belum lagi jalan keretaapi Jakarta-Bogor yang memintas di sana juga. Dari Cibinong kelak, Pemda Kabupaten Bogor dapat lebih dekat dengan kegiatan yang menjadi urusannya. Sebab kurang lebih 15 pabrik besar berada di sekitarnya. Di samping beberapa pabrik tekstil, farmasi, dua pabrik semen -- Semen Cibinong dan Indocement -- stasiun utama pengendalian Satelit Palapa juga berada di sana. Dan, sebelum lupa, di Cibinong terdapat juga lapangan golf terluas di Indonesia -- mungkin juga se Asia Tenggara. Sumber-sumber pajak tersebut terletak menyebar dan tak begitu dekat dengan pusat kota nanti. Dengan demikian, menurut Ketua Bappeda Kabupaten Bogor, Ir. Pepet M. Syafei, perluasan Kota Cibinong kclak masih sangat mungkin. Tinggal lagi mengatur pemukiman. Apalagi, menurut rencana Departemen Dalam Negeri, di situ direncanakan pula salah satu lokasi pusat industri di Pulau Jawa. Kelenteng Karena keadaan topografi daerah datar, iklim dan penyediaan air yang baik, Cibinong memang sangat mungkin menjadi tempat pemukirnan: temperatur rata-rata 25,8ø C, curah hujan tergantung angin muson yang bertiup dari Samudera Indonesia, membawa hujan pada bulan-bulan November sampai Maret atau April. Jaringan sanitasi bisa melalui sungai-sungai Ciliwung, Ciluar, Cikeas. Juga situ atau danau kecil seperti Cikaret dan Cibinong. Penduduk, menurut catatan 1975, sekitar 85 ribu jiwa -- dengan tambahan rata-rata 10,1%/tahun. Angka tenaga kerja meningkat bersamaan dengan dibukanya macam-macam pabrik. Perusahaan-perusahaan besar sedikitnya menampung 500 tenaga. Tapi, menurut Ketua Bappeda, Syafei, pendapatan perkapita penduduk calon ibukota kabupaten tersebut termasuk tinggi 450 dollar/tahun (di Bogor rata-rata 500 dollar). Pendapatan yang rata-rata cukup ringgi itu tak ada hubungannya dengan Cibinong yang pernah disebut sebagai daerah Cina. Di Cileungsi, memang ada sebuah kelenteng terkenal. Tapi, menurut Camat Cibinong A. Rochmat, keturunan Cina di situ "sudah seperti kita saja -- sudah kawin dengan orang kita dan juga sudah salat." Pokoknya, sudah berbaur. Rencana Kota Cibinong sudah disusun sejak 1976 oleh Pemda bekerjasama dengan Dept. PUTL (sekarang PU). Rencana diselaraskan dengan jumlah penduduk yang mungkin sekitar 145 ribu pada tahun 2000. Kepadatan penduduk diusahakan akan dijaga di bawah 50 jiwa/hektar. Pemukiman diatur agar daerah hijau juga terjaga. Menurut Syafei, Pemda membutuhkan sekitar 50 hektar untuk perkantoran yang dibeli dari tanah rakyat. Letaknya di bagian timur kota. Penduduk, tentu saja, masih boleh memiliki tanah. Hanya saja, dalam rangka pengaturan, jual-beli tanah sementara dilarang -- terutama untuk mencegah tangan-tangan kotor yang mau main tanah. Perumahan akan diatur di sebelah barat jalan raya. Yang sudah telanjur ada di sebelah timur, begitu rencananya, hanya boleh ditingkatkan mutunya saja -- tak boleh dikembangkan. Tapi, "semuanya itu baru rencana," kata Bupati Bogor H. Ayip Rughby. Jangan tanya soal biaya dulu -- belum lagi ditentukan: dari anggaran daerah atau nasional. Beberapa orang penduduk sudah tahu rencana buat daerahnya. Tapi, orang seperti Ipung, penjual nasi di Desa Cilangkap, tak begitu paham apa arti rencana tersebut buat dirinya. "Saya jual nasi ini 'kan daripada 'nganggur saja -- apa nantinya akan lebih maju, tidak tahu juga," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus