SEBUAH ledakan besar mengguncang Jakarta pekan lalu, tapi tak lagi bisa mengagetkan warga kota ini. Puluhan teror bom telah menjadi "menu" sehari-hari mereka. Dan seperti yang sudah-sudah, misteri tampaknya akan mengubur kasus bom terbaru ini, sampai menunggu yang berikutnya.
Di Jalan Cikoko, Pancoran, Jakarta, pekan lalu, bom meledak di sebuah asrama kos berlantai dua. Dari sebuah kamar yang diyakini milik Edi Susilo, tiga rangkaian bom meledak dan meluluh-lantakkan lantai dua asrama yang memiliki 33 kamar tersebut. Ledakan yang getarannya dirasakan sejauh lima kilometer itu memang tidak membawa korban jiwa, tapi enam tetangga kamar Edi luka-luka.
Sampai akhir pekan lalu, polisi masih terus memburu Edi Susilo, si orang misterius. Menurut keterangan Kepala Direktorat Reserse Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Pol. Adang Rochjana, saat ini polisi sudah mengetahui identitas Edi. "Dari bukti-bukti dan para saksi di tempat kejadian, dapat diketahui Edi masih berstatus mahasiswa fakultas elektro di sebuah kampus swasta di Jakarta Timur," kata Adang tanpa mau merinci ciri-ciri tersangka.
Sementara itu, menurut seorang pemilik warung yang hanya berjarak satu rumah dari rumah kos yang meledak, Edi disebut-sebut sebagai mahasiswa semester ketiga di Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Jatiwaringin, Jakarta Timur. "Dia sering minum kopi di sini, tapi tidak pernah pesan nasi," katanya.
Pihak Rektorat Unkris sampai saat ini belum dapat memastikan status kemahasiswaan Edi Susilo itu. "Kami masih mencari nama itu di BAAK (biro administrasi akademik dan kemahasiswaan) dan Sekretaris Jurusan Elektro," kata Yoes Wiriaatmadja, Pembantu Rektor Bidang Kemahasiswaan Unkris.
Menurut sejumlah saksi di tempat kejadian, ciri-ciri Edi yang menonjol adalah berambut gondrong sebahu, berkulit putih, dan disebut-sebut berasal dari Palembang. Menurut Ika, anak pemilik asrama kos, si misterius belum ada dua bulan menghuni kamar seharga Rp 250 ribu per bulan itu. Namun, ia sering tidak berada di kamar kosnya itu. Ia sering menggunakan motor Honda Tiger dan terakhir dilihat oleh penghuni kos tiga hari sebelum peledakan.
Apa sebenarnya motif Edi menyimpan bom di kamar kosnya? Sampai sekarang, itu masih menjadi tanda tanya. Tapi, berdasarkan temuan Tim Gegana yang menyisir tempat kejadian perkara, masih ada delapan bom yang tidak meledak dan bisa dijinakkan.
Berdasarkan keterangan dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Mabes Polri, bom yang meledak itu merupakan tiga rangkaian bom. Total keseluruhan bom berjumlah 11 buah. Bom rakitan itu terbuat dari bahan pipa besi dan pralon. Setiap pipa berisi 600 gram bahan peledak, campuran antara potasium klorat, belerang, dan trinitrotoluene (TNT). Panjang pipa 10-15 meter dengan diameter 5 sentimeter.
Dilihat dari rangkaiannya, pelakunya termasuk semiprofesional. "Dia sudah berani merangkai dan mencampurkan bahan peledak low explosive dengan high explosive," ujar seorang perwira menengah di Puslabfor. Sampai saat ini, Puslabfor masih mempelajari alasan bom itu meledak. Sebab, kecil kemungkinan asrama yang menjadi target peledakan.
Polisi sendiri belum dapat memastikan motif penyimpanan bom di asrama tersebut. Namun, menurut Adang Rochjana, sudah dapat dipastikan bahwa tujuannya adalah meneror warga Jakarta. Polisi sendiri sampai saat ini memiliki tiga catatan terhadap tiga kelompok yang patut diwaspadai dalam soal bom-boman itu. "Mereka itu anasir Gerakan Aceh Merdeka, Partai Rakyat Demokratik, dan Laskar Jihad," kata Adang.
Dugaan polisi itu masih harus dibuktikan. Untuk mengejar Edi, Reserse Polda Metro Jaya sudah membentuk tim khusus. Dan Adang berjanji, jika sampai dengan Senin pekan ini anak buahnya belum dapat menemukan si pelaku, ia akan membuka siapa jati diri Edi sebenarnya. "Kami sudah tahu siapa Edi itu. Namun, saat ini kami masih melakukan penyidikan tertutup. Pokoknya, ini cerita menarik," katanya.
Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik Budiman Sudjatmiko membantah Edi adalah anak buahnya. "Itu nonsens. Tuduhan itu menunjukkan kerja polisi yang tidak profesional," katanya. Budiman mengatakan tidak perlu memberikan klarifikasi apa pun.
Selain Jakarta, Surabaya juga diguncang teror bom pekan lalu. Sejumlah bom ditemukan di Gelora Pancasila. Bom berjenis TNT seberat 0,56 kilogram itu diletakkan seseorang di selokan depan Gelora dan direncanakan akan diledakkan pada pukul 11.30 WIB. Bom tersebut tidak sempat meledak karena keburu ditemukan penjaga stadion itu, yang kemudian melaporkannya ke Polresta Surabaya Selatan. Bom itu kemudian dapat dijinakkan oleh regu penjinak bahan peledak Brimob Polda Jawa Timur.
Peristiwa di Pancoran, Jakarta, dan Surabaya itu terjadi hanya dua bulan setelah ledakan besar di Asrama Mahasiswa Aceh, Jakarta, yang menewaskan tiga orang?salah satu yang terbesar sejauh ini setelah kasus bom Bursa Efek Jakarta dan bom Natal. Dan belum lagi bom Asrama Aceh itu terungkap, bom baru meledak. Para pelaku teror itu sampai saat ini masih bebas berkeliaran. Jumlah mereka kian bertambah dengan raibnya Edi Susilo.
Edy Budiyarso, Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini