SEPI menyelimuti PT Jangkar Nusantara Megah. Suara mesin, canda tawa, juga obrolan ringan yang dulunya menghiasi perusahaan yang berlokasi di Bambe, Driyorejo, pinggiran Gresik, Jawa Timur, ini raib sejak dua pekan lalu. "Kami memutuskan meliburkan diri sampai batas waktu yang tidak ditentukan," ujar Lydia, pimpinan PT Jangkar. Keputusan ini menyusul peristiwa unjuk rasa buruh yang berbuntut tertangkapnya anggota Detasemen Markas Kodam IX Udayana, Mayor Infanteri Sutomo, pertengahan Juni lalu.
Menurut penuturan Lydia, Sutomo tertangkap ketika mengawal buruh pabrik PT Jangkar Nusantara, tempatnya bekerja, menuju lokasi unjuk rasa. Waktu itu pabrik yang memproduksi makanan kaleng militer itu kedatangan ratusan buruh dari berbagai pabrik di kawasan Sepanjang Sidoarjo, Karangpilang Surabaya, dan Driyorejo Gresik. Mereka memaksa buruh PT Jangkar ikut berdemo. Ketimbang ribut dengan buruh pabrik lain, akhirnya 24 orang buruh PT Jangkar diperintahkan mengikuti kemauan massa buruh dari luar.
Demonstran "amatir" dari Jangkar rupanya agak manja. Mereka minta diantar naik truk menuju pusat Kota Surabaya. Permintaan itu dipenuhi pihak pabrik. Tak berapa lama, truk pun datang. Sutomo-lah yang bertugas "mengawal" buruh pabriknya. Maklum, ia seorang perwira TNI aktif, berpangkat mayor, anggota Detasemen Markas Kodam IX Udayana.
Siapa sangka, barikade aparat gabungan dari Polsekta Karangpilang, Polresta Surabaya Selatan, marinir, dan pasukan TNI-AD dari Kodam V Brawijaya menghadang rombongan buruh di tengah jalan. Aparat bermaksud mencegah gerakan mereka agar tak melaju ke jantung Kota Surabaya. Bentrok pun tak terhindarkan. Dan Sutomo, yang semula mengaku buruh dan memakai pakaian sipil, tertangkap.
Belakangan, Sutomo yang dikaryakan di PT Jangkar Nusantara Megah itu dinyatakan tak terlibat dalam aksi unjuk rasa buruh. Klarifikasi datang dari Komandan Polisi Militer Kodam V Brawijaya, Kolonel CPM Soejono. Dia menyatakan Sutomo tidak bersalah apa pun.
Klarifikasi itu rupanya dianggap penting karena semula penangkapan Sutomo dalam peristiwa unjuk rasa seperti membuktikan dugaan adanya oknum militer yang bertindak sebagai provokator. Sehari sebelumnya, Presiden Abdurrahman Wahid menembakkan tuduhan terlibatnya oknum TNI yang menyamar dengan memakai seragam Brimob saat Pasuruan dilanda kerusuhan, 30 Mei silam. Di tengah suasana ketegangan antara Kepala Negara dan TNI inilah kabar tertangkapnya Mayor Sutomo segera memicu kecurigaan publik.
Tapi, siapakah sebenarnya Mayor Sutomo? Menurut Komandan Detasemen Markas IX Udayana, Letkol Hartono, lelaki yang dikenal pendiam itu memang benar anak buahnya dan seorang perwira aktif yang dikaryakan di PT Jangkar, Surabaya. Perusahaan ini memang menjalin kerja sama dengan TNI. Penugasan itu langsung diberikan oleh Panglima Udayana waktu itu, Letnan Jenderal TNI Kiki Syahnakri (kini Wakil Kepala Staf TNI-AD), sekitar dua tahun silam.
Jenderal Kiki Syahnakri membenarkan penjelasan Hartono. Ketika dihubungi TEMPO via telepon, Kiki mengatakan ia memang pernah memberikan perintah kepada Mayor Sutomo untuk bertugas di PT Jangkar. Waktu itu Sutomo, kelahiran 1949, menjelang pensiun, sedangkan di Kodam Udayana sendiri tak ada lagi tempat untuk seorang perwira menengah seperti dia. "Ya, daripada nganggur dan tenaganya terbuang percuma," kata Kiki.
Menurut Kiki, penugasan itu sendiri didahului oleh permintaan seorang Direktur PT Jangkar. Sang direktur, Kiki lupa namanya, meminta bantuan dari Kodam untuk ikut bertugas di sana. Dengan pertimbangan itu, Mayor Sutomo-lah yang dipilih. Namun, Kiki membantah bahwa Sutomo mengemban tugas khusus, apalagi untuk memata-matai gerakan buruh. Ia menegaskan, penugasan Sutomo semata-mata karena yang bersangkutan sedang non-job. "Tak ada penugasan untuk memata-matai segala macam," Kiki menegaskan.
Konfirmasi sama juga diberikan Komandan Polisi Militer Kodam V Brawijaya, Kolonel CPM Soejono, yang menyatakan bahwa Sutomo bekerja di PT Jangkar sejak Oktober tahun lalu. Dalam surat izin yang menyertai Sutomo, disebutkan bahwa tugasnya sebagai perwira penghubung antara Kodam Udayana dan PT Jangkar.
Sementara itu, pimpinan PT Jangkar mengibaratkan Sutomo sebagai seorang bapak yang hendak menyelamatkan anak-anaknya dari ancaman. "Kami ini korban, tapi malah dituduh provokator," kata Andik, Pejabat Humas PT Jangkar.
Sayangnya, Sutomo sendiri memilih diam. Ia menolak permintaan TEMPO untuk wawancara. Padahal banyak hal masih belum jelas. Usianya terlalu muda untuk dikaryakan. Selain itu, PT Jangkar berada di wilayah Kodam Brawijaya, bukan tempatnya bertugas. Ia tampaknya lebih suka kembali bekerja seperti biasa di PT Jangkar dan kembali menjadi misteri.
Wicaksono, Adi Sutarwijono, Darmawan Sepriyossa
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini