DUA perguruan tinggi negeri melepas lulusannya Agustus lalu. Yang menarik, para wisudawan di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu dua pekan lalu, mendapat bonus Rp 50 ribu. Sedangkan di Universitas Indonesia (UI) Jakarta, 1.509 sarjana yang diwisuda, Sabtu pekan lalu, tak satu pun menerima bonus uang. Rektor UI Prof. Sujudi justru kaget mendengar ada pemberian bonus di Yogya. "Di UI tak ada. Seharusnya para wisudawan yang memberikan (uang) kepada UI " katanya. Menteri P dan K Fuad Hassan yang anaknya ikut diwisuda di UI juga menyanggah kalau bonus di UGM itu dianggarkan Departemen P dan K."Bonus itu dari rektor atau dari siapa? cek lagi, dong," kata Fuad. Bonus uang di UGM itu memang bukan isapan jempol. Dari 1.152 lulusan yang diwisuda, 1.042 orang mengantungi amplop yang berisi duit Rp 50 ribu. Yang tak menerima bonus adalah lulusan program S-2 dan S-3 yang hari itu ikut diwisuda. Dananya tak lain dari Departemen P dan K juga, yaitu melalui proyek Peningkatan Perguruan Tinggi (P2T). Pengelolaan dana itu diserahkan kepada Satuan Tugas Operasional & Maintenance (Satgas OM) yang berada di dalam proyek P2T itu. "Dana bantuan itu bagian dari dana OM yang .berasal dari DIP dan APBN," kata Ir. Soegeng Djoyowirono, Ketua Satgas OM P2T UGM. Tujuan dana bantuan ini, seperti dikatakan Rektor UGM Prof. Koesnadi Hardjasoemantri, "Sebagai upaya peningkatan jumlah dan mutu lulusan perguruan tinggi negeri." Prosedur pemberian dana itu pun sederhana. Setiap mahasiswa cukup menunjukkan bukti skripsi sembari melampirkan perincian biaya yang sudah dikeluarkan. Kendati namanya dana bantuan, penyerahan setelah skripsi selesai -- bahkan pada waktu wisuda -- bukannya tanpa maksud. "Kalau diberikan sebelum menulis, bagaimana seandainya mahasiswa yang bersangkutan tiba-tiba macet menyelesaikan karya tulisnya," kata Koesnadi. Penyerahan kemudian lebih praktis. "Dengan cara ini, dana yang mubazir karena mahasiswa macet dalam penulisan skripsi bisa dihindari," tambah Soegeng. Menurut Soegeng, dana Satgas OM itu sebenarnya lebih besar lagi, yakni Rp 125 nbu per mahasiswa. Lantas ke mana yang Rp 75 ribu? "Itu dianggarkan untuk seminar mahasiswa, bantuan dosen pembimbing dan dosen penguji," ujar Soegeng. Namun, kata Soegeng lagi, dana ini sebenarnya uji coba dan diberlakukan baru tahun ini. Tahun depan dievaluasi, diteruskan atau tidak. Banyak wisudawan yang kaget ketika menerima dana itu. Mereka pun lantas semakin cerah. "Memang jumlahnya sedikit. Malah, boleh dibilang tidak ada artinya dibanding pengeluaran selama penyusunan skripsi," kata Inosentius Samsul, lulusan Fakultas Hukum Jurusan Tata Negara, yang hari itu diwisuda. Untuk penelitian hingga skripsi, ia menghabiskan sekitar Rp 600 ribu. "Tapi, yang penting, perhatian pemerintah untuk membantu mahasiswa sungguh membanggakan hati. Itu yang tidak ternilai," kata pemuda asal Manggarai, Nusa Tenggara Timur ini. Kebijaksanaan tiap PTN ternyata tak sama. Di UI, seperti sudah disebut, tak ada bantuan jenis itu. Di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, dana bantuan untuk skripsi justru sudah diberikan sejak tahun lalu. Sumber dananya dari Anggaran Pembangunan Tambahan, yang dikenal dengan DIP Suplisi. Kepada setiap mahasiswa, dianggarkan Rp 100 ribu. Namun, menurut Harry Soeharsono, Kepala Biro Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan (BAAK) Unair, jumlah bantuan bisa saja berkurang per mahasiswa jika yang mengajukan skripsi cukup banyak. "Kami jatah secara proporsional supaya adil," katanya. Uang itu diberikan ketika mahasiswa mengerjakan skripsi, bukan saat wisuda. Di Institut Teknologi Bandung (ITB) tak ada dana bantuan skripsi. Tapi ada yang namanya Program Percepatan Insinyur (P2I) yang dimulai sejak tahun akademik 1985-86. Itu pun terbatas di jurusan teknik kimia, teknik mesin, dan teknik elektro. Dana ini, yang juga berasal dari APBN, dimaksudkan untuk memperbanyak sarjana di tiga disiplin ilmu itu, yang konon masih sedikit. Besarnya bantuan tergantung proposal yang diajukan mahasiswa, dengan jumlah maksimum Rp 500 ribu. "Tapi tidak semua proposal usulan itu bisa dipeuhi," kata Dr. Tunggal Mardiono, Sekretaris Rektor Bidang Pengembangan, Perencanaan, dan Pengawasan ITB . Prosedurnya tidak rumit. Mahasiswa yang sudah memasuki tugas akhir tinggal mengajukan usulan dengan persetujuan Dosen Pembimbing dan Ketua Jurusan. Biasanya, proposal diajukan bulan April, dan jika disetujui dana dicairkan bulan Juni. Anggaran yang disediakan setiap tahun meningkat. Sebagai perbandingan, tahun 1987-88 Rp 300 juta, tahun 1988-89 melonjak drastis jadi Rp 1,2 milyar. Di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dana bantuan skripsi itu pun ada. cuma bagi sebagian mahasiswa masih samar-samar. "Kalau tidak ada teman yang bilang, aku tak tahu," kata Ruslan lulusan Fakultas Pertanian USU Medan, yang diwisuda Maret lalu. Bersama dua temannya yang juga sudah diwisuda, Ruslan kemudian menanyakan ke fakultas asalnya. Dan memang ada, besarnya Rp l00 ribu. Menurut Rektor USU Prof. Jusuf Hanafiah, itu karena dananya datang terlambat. Rektor pun menyebutkan, dana itu sebenarnya -- kalau tidak telat -- diberikan sebelum mahasiswa menyelesaikan skripsinya. Tak ada kaitan dengan wisuda. "Justru," kata Jusuf, "di USU mahasiswa yang wisuda harus bayar."Yusroni Henridewanto, I Mada Suarjana, Muklizard Mukhtar
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini