Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Buntut 'banteng' jadi panjang

Penjelasan pangkopkamtib di depan pengurus ikosis se-dki, tentang latar belakang kerusuhan di lapangan banteng waktu kampanye golkar. sikap golkar mengeras setelah peristiwa tersebut. (nas)

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERISTIWA Lapangan Banteng kerusuhan waktu kampanye Golkar pada 18 Maret -- ternyata terus membayangi kampanye pemilu yang telah dua pekan berjalan. Ini paling terasa di Jakarta: desas-desus bertebaran terus. Kamis pekan lalu misalnya. Banyak toko termasuk Pusat Perdagangan Senen buru-buru menutup pintu begitu rombongan peserta kampanye PPP serta pasukan keamanan ABRI yang dilengkapi beberapa panser lewat. Hingga bisa dimengerti kalau Laksus Panglima Kopkamtibda Jaya Mayjen Norman Sasono pekan lalu menyerukan agar warga Jakarta tidak terpancing desas-desus dan isu. "Keadaan ibukota sekarang telah aman dan pulih kembali," tegasnya. Toh desas-desus masih berlanjut, kini terutama mengenai latar-belakang peristiwa Lapangan Banteng. Beberapa oknum disebut-sebut mengotaki kerusuhan tersebut. Malah ada suara burung, di belakang peristiwa' tersebut ada "permainan politik". Mungkin itu sebabnya para wartawan menyerbu Pangkopkamtib/Wapangab Sudomo Senin pagi lalu, begitu ia selesai melapor kepada Presiden Soeharto di kediaman kepala negara di Jalan Cendana. Berpakaian seragam laksamana, sembari mengetuk-ngetukkan tongkat komandonya ke tangan kiri, Sudomo menerima berondongan pertanyaan wartawan tentang kasus Lapangan Banteng sambil mengumbar senyum. Pangkopkamtib minta pers untuk bersabar. Ia berjanji setelah melakukan pengusutan dan pemeriksaan secara lengkap, ia akan memberikan pengumuman resmi dalam pekan ini juga. "Hari ini saya melaporkannya pada Presiden," katanya. Menurut Sudomo, dalam gerakan semacam pengacauan di Lapangan Banteng, ada tiga tingkat pelaksanaan pelaksana di lapangan, penggerak di lapangan, dan otak yang tidak harus terjun di lapangan. Dalam pemeriksaan, mereka yang ditahan telah menunjuk beberapa orang yang menyuruh mereka. "Dari pemeriksaan dan keterangan mereka, sekarang sudah ada penangkapan baru yang tentunya akan lebih bisa membuka masalah keseluruhan," ujarnya. Dari penangkapan itu diketahui ada beberapa oknum dari partai yang terlibat. "Tapi tidak berarti partai tersebut yang terlibat. Bisa saja oknum itu bertindak sendiri di luar policy partai," lanjut Sudomo. Dijelaskannya juga, ia "sudah mengontak Pak Naro." Dan Ketua Umum PPP J. Naro, menurut Sudomo, tidak keberatan untuk mengusut siapa saja yang terlibat kasus itu. Apakah itu berarti yang ditangkap itu warga PPP? Dengan cepat Sudomo menjawab pertanyaan wartawan tadi: kontak serupa juga dilakukannya dengan Soenawar Sukawati dari PDI dan Sukardi dari Golkar. Sudomo menolak mengomentari pertanyaan wartawan tentang desas-desus terlibatnya anggota Kelompok Petisi 50 dalam peristiwa Lapangan Banteng. Namun ditegaskannya, Presiden dalam pertemuan itu telah meminta agar lebih waspada lagi terhadap unsur-unsur yang sengaja berusaha supaya pemilu tidak bisa dilaksanakan. "Jangkauan unsur semacam itu lebih jauh yaitu mengubah Pancasila dan uun 45," ujarnya. Goyang Pinggul Belum jelas siapa saja yang terkena penangkapan baru itu. Menurut Mayjen Norman Sasono, dari lebih 200 orang yang ditangkap setelah kerusuhan Lapangan Banteng, tinggal 30 orang yang masih ditahan. Yang dibebaskan umumnya pelajar. Keterlibatan para pelajar dalam kerusuhan Lapangan Banteng diungkapkan Sudomo dalam pertemuannya dengan pengurus IKOSIS (Ikatan Keluarga Organisasi Siswa Intra Sekolah) se-DKI Jaya Jumat pekan lalu. Pangkopkamtib waktu itu juga sedikit menjelaskan latarbelakang kerusuhan itu. Tujuan pengacauan di Lapangan Banteng 18 Maret itu: "untuk menggagalkan kampanye Golkar," katanya. "Ada pula rencana untuk membakar markas AMPI di Jalan Pejambon." Sedang kehadiran banyak pelajar di Lapangan Banteng hari itu, menurut Pangkopkamtib, "bukan karena Golkar" (tapi) karena Elvie Sukaesih akan menyanyi di sana. "Saya terus terang juga senang kalau Elvie menyanyi, goyang pinggul dan sebagainya. Saya manusla biasa," kata Sudomo yang disambut tepuk tangan gemuruh para pelajar. Di sekitar Lapangan Banteng, kata Sudomo, banyak sekolah, salah satu "termasuk yang ikut Peristiwa 15 Januari 1974. Ini langganan Kopkamtib," tuturnya Hari itu di lapangan itu berkumpul manusia, yang menurut Pangkopkamtib, berjumlah sekitar satu juta. Selain itu ada juga pencoleng-pencoleng. Karena ada yang menunggu sejak pagi dan ternyata kampanye tak jadi, massa pun ribut. Ada yang berteriak "Hidup Golkar", tapi ada yang meneriakkan nama kontestan lain. Terjadi kemudian tindakan-tindakan lain "yang menjurus ke arah tidak adanya kesadaran hukum disiplin nasional." Oleh pihak keamanan, massa ini kemudian diarahkan untuk dibubarkan. Tatkala digiring mereka mengadakan pengrusakan di sepanjang jalan, terutama karena tidak ada bis. Kemarahan massa ini, menurut Laksamana Sudomo, tidak berbeda dengan massa yang ingin hadir pada HUT ABRI di Cilegon tahun lalu. Waktu itu untuk mereka sudah disediakan pengangkutan kereta api dan bis, tapi ternyata tak cukup hingga kemudian mereka merusak stasiun dan melempari bis-bis. Scbelum menutup pengarahan pada pelajar itu, Sudomo kembali menegaskan, peristiwa Banteng itu "pengacauan kecil, baru merupakan riak dalam samudra" yang dapat diselesaikan dalam waktu tiga jam sebelum semua aparat keamanan dikerahkan. Hikmah pengacauan itu yang bisa dijadikan pelajaran menurut Sudomo antara lain: kurangnya pengamanan intern dari kontestan hingga bisa dimasuki infiltran. Kepada para pelajar dihimbaunya agar yang berusia di bawah 16 tahun tidak usah ikut kampanye. Tampaknya semua kontestan di Jakarta menarik pelajaran dari peristiwa Lapangan Banteng tersebut. Dalam kampanye pekan lalu kelihatan sekali para penyelenggara kampanye lebih memperketat pengamanan. Aparat keamanan resmi sendiri juga meningkatkan kewaspadaannya. Iring-iringan panser dan truk berisi pasukan keamanan di jalan-jalan Jakarta di hari-hari kampanye merupakan pemandangan yang makin dianggap biasa. Buntut lain dari peristiwa Banteng: sikap Golkar tampak mengeras. Itu bisa dilihat dari pernyataan beruntun beberapa tokohnya. Misalnya Ketua DPP Golkar Sukardi. Dalam pidato kampanyenya di Jember pekan lalu ia antara lain menegaskan, Golkar tidak mau kampanyenya dikacaukan lagi oleh siapa pun.."Golkar diam bukan karena takut. Kesabaran ada batasnya. Kalau Golkar diajak berkelahi, Golkar akan melawan," ujar Sukardi. Kemudian dalam suratnya pada Ketua Panitia Pemilihan Daerah/Panwaslak DKI Jaya pekan lalu, DPD Golkar DKI Achmadi mendesak: "Agar segera diambil langkah-langkah untuk meneliti secara mendalam sampai seberapa jauh keteriibatan PPP dan atau oknumoknumnya dalam periswa pengacauan di Lapangan Banteng 18 Maret." Sikap keras juga disuarakan AIIPI. Dalam suatu pertemuan pers pekan lalu, Ketua DPP AMPI Tato S. Pradjamanggala menegaskan: generasi muda Golkar seujung rambut pun tidak takut. Pada mereka Tato mengingatkan agar jangan terpancing, jangan bertindak sendirisendiri dan jangan sok. "Tapi kalau mulai diganggu, tidak usah tunggu komando. Sikat saja mereka yang mengganggu itu," kata Tato. Pernyataan AMPI itu rupanya merupakan tindak lanjut instruksi Bappilu Golkar kepada seluruh jajarannya, termasuk AMPI, untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan serta melindungi dengan cara apa pun warga maupun simpatisan Golkar. Menurut Wakil Ketua DPP Golkar Sugiharto instruksi tersebut dikeluarkan karena adanya intimidasi yang sudah "menjurus pada teror mental maupun fisik terhadap warga maupun simpatisan Golkar." Kalangan PPP agaknya tidak menerima begitu saja tudingan yang dialamatkan pada mereka. Ketua Biro Kampanye PPP DKI aya Ridwan Saidi menganggap "tuntutan" DPD Golkar DKI itu "penghinaan". Menurut Ridwan, Kopkamtib setelah melakukan pemeriksaan secara wajar mengenai peristiwa Lapangan Banteng, menyimpulkan: tak satu kontestan pun terlibat. Kesimpulan ini lantas menjadi kesepakatan bersama 19 Maret antara ketiga kontestan. Mereka menyesalkan dan mengutuk peristiwa di Lapangan Banteng itu. "Dengan tuntutan itu berarti Achmadi telah dengan sengaja menabrak konsensus bersama ketiga kontestan dengan pihak Kopkamtib," ujar Ridwan. Ia menolak pendapat tuntutan DPD Golkar DKI hanya merupakan isyarat adanya kemungkinan terlibatnya oknum PPP dalam kerusuhan Lapangan Banteng.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus