PERISTIWA Lapangan Banteng kerusuhan waktu kampanye Golkar pada
18 Maret -- ternyata terus membayangi kampanye pemilu yang telah
dua pekan berjalan. Ini paling terasa di Jakarta: desas-desus
bertebaran terus.
Kamis pekan lalu misalnya. Banyak toko termasuk Pusat
Perdagangan Senen buru-buru menutup pintu begitu rombongan
peserta kampanye PPP serta pasukan keamanan ABRI yang dilengkapi
beberapa panser lewat. Hingga bisa dimengerti kalau Laksus
Panglima Kopkamtibda Jaya Mayjen Norman Sasono pekan lalu
menyerukan agar warga Jakarta tidak terpancing desas-desus dan
isu. "Keadaan ibukota sekarang telah aman dan pulih kembali,"
tegasnya.
Toh desas-desus masih berlanjut, kini terutama mengenai
latar-belakang peristiwa Lapangan Banteng. Beberapa oknum
disebut-sebut mengotaki kerusuhan tersebut. Malah ada suara
burung, di belakang peristiwa' tersebut ada "permainan politik".
Mungkin itu sebabnya para wartawan menyerbu
Pangkopkamtib/Wapangab Sudomo Senin pagi lalu, begitu ia selesai
melapor kepada Presiden Soeharto di kediaman kepala negara di
Jalan Cendana. Berpakaian seragam laksamana, sembari
mengetuk-ngetukkan tongkat komandonya ke tangan kiri, Sudomo
menerima berondongan pertanyaan wartawan tentang kasus Lapangan
Banteng sambil mengumbar senyum.
Pangkopkamtib minta pers untuk bersabar. Ia berjanji setelah
melakukan pengusutan dan pemeriksaan secara lengkap, ia akan
memberikan pengumuman resmi dalam pekan ini juga. "Hari ini saya
melaporkannya pada Presiden," katanya.
Menurut Sudomo, dalam gerakan semacam pengacauan di Lapangan
Banteng, ada tiga tingkat pelaksanaan pelaksana di lapangan,
penggerak di lapangan, dan otak yang tidak harus terjun di
lapangan. Dalam pemeriksaan, mereka yang ditahan telah menunjuk
beberapa orang yang menyuruh mereka. "Dari pemeriksaan dan
keterangan mereka, sekarang sudah ada penangkapan baru yang
tentunya akan lebih bisa membuka masalah keseluruhan," ujarnya.
Dari penangkapan itu diketahui ada beberapa oknum dari partai
yang terlibat. "Tapi tidak berarti partai tersebut yang
terlibat. Bisa saja oknum itu bertindak sendiri di luar policy
partai," lanjut Sudomo. Dijelaskannya juga, ia "sudah mengontak
Pak Naro." Dan Ketua Umum PPP J. Naro, menurut Sudomo, tidak
keberatan untuk mengusut siapa saja yang terlibat kasus itu.
Apakah itu berarti yang ditangkap itu warga PPP? Dengan cepat
Sudomo menjawab pertanyaan wartawan tadi: kontak serupa juga
dilakukannya dengan Soenawar Sukawati dari PDI dan Sukardi dari
Golkar.
Sudomo menolak mengomentari pertanyaan wartawan tentang
desas-desus terlibatnya anggota Kelompok Petisi 50 dalam
peristiwa Lapangan Banteng. Namun ditegaskannya, Presiden dalam
pertemuan itu telah meminta agar lebih waspada lagi terhadap
unsur-unsur yang sengaja berusaha supaya pemilu tidak bisa
dilaksanakan. "Jangkauan unsur semacam itu lebih jauh yaitu
mengubah Pancasila dan uun 45," ujarnya.
Goyang Pinggul
Belum jelas siapa saja yang terkena penangkapan baru itu.
Menurut Mayjen Norman Sasono, dari lebih 200 orang yang
ditangkap setelah kerusuhan Lapangan Banteng, tinggal 30 orang
yang masih ditahan. Yang dibebaskan umumnya pelajar.
Keterlibatan para pelajar dalam kerusuhan Lapangan Banteng
diungkapkan Sudomo dalam pertemuannya dengan pengurus IKOSIS
(Ikatan Keluarga Organisasi Siswa Intra Sekolah) se-DKI Jaya
Jumat pekan lalu. Pangkopkamtib waktu itu juga sedikit
menjelaskan latarbelakang kerusuhan itu.
Tujuan pengacauan di Lapangan Banteng 18 Maret itu: "untuk
menggagalkan kampanye Golkar," katanya. "Ada pula rencana untuk
membakar markas AMPI di Jalan Pejambon." Sedang kehadiran banyak
pelajar di Lapangan Banteng hari itu, menurut Pangkopkamtib,
"bukan karena Golkar" (tapi) karena Elvie Sukaesih akan menyanyi
di sana. "Saya terus terang juga senang kalau Elvie menyanyi,
goyang pinggul dan sebagainya. Saya manusla biasa," kata Sudomo
yang disambut tepuk tangan gemuruh para pelajar.
Di sekitar Lapangan Banteng, kata Sudomo, banyak sekolah, salah
satu "termasuk yang ikut Peristiwa 15 Januari 1974. Ini
langganan Kopkamtib," tuturnya Hari itu di lapangan itu
berkumpul manusia, yang menurut Pangkopkamtib, berjumlah sekitar
satu juta. Selain itu ada juga pencoleng-pencoleng.
Karena ada yang menunggu sejak pagi dan ternyata kampanye tak
jadi, massa pun ribut. Ada yang berteriak "Hidup Golkar", tapi
ada yang meneriakkan nama kontestan lain. Terjadi kemudian
tindakan-tindakan lain "yang menjurus ke arah tidak adanya
kesadaran hukum disiplin nasional." Oleh pihak keamanan, massa
ini kemudian diarahkan untuk dibubarkan. Tatkala digiring mereka
mengadakan pengrusakan di sepanjang jalan, terutama karena tidak
ada bis.
Kemarahan massa ini, menurut Laksamana Sudomo, tidak berbeda
dengan massa yang ingin hadir pada HUT ABRI di Cilegon tahun
lalu. Waktu itu untuk mereka sudah disediakan pengangkutan
kereta api dan bis, tapi ternyata tak cukup hingga kemudian
mereka merusak stasiun dan melempari bis-bis.
Scbelum menutup pengarahan pada pelajar itu, Sudomo kembali
menegaskan, peristiwa Banteng itu "pengacauan kecil, baru
merupakan riak dalam samudra" yang dapat diselesaikan dalam
waktu tiga jam sebelum semua aparat keamanan dikerahkan. Hikmah
pengacauan itu yang bisa dijadikan pelajaran menurut Sudomo
antara lain: kurangnya pengamanan intern dari kontestan hingga
bisa dimasuki infiltran. Kepada para pelajar dihimbaunya agar
yang berusia di bawah 16 tahun tidak usah ikut kampanye.
Tampaknya semua kontestan di Jakarta menarik pelajaran dari
peristiwa Lapangan Banteng tersebut. Dalam kampanye pekan lalu
kelihatan sekali para penyelenggara kampanye lebih memperketat
pengamanan. Aparat keamanan resmi sendiri juga meningkatkan
kewaspadaannya. Iring-iringan panser dan truk berisi pasukan
keamanan di jalan-jalan Jakarta di hari-hari kampanye merupakan
pemandangan yang makin dianggap biasa.
Buntut lain dari peristiwa Banteng: sikap Golkar tampak
mengeras. Itu bisa dilihat dari pernyataan beruntun beberapa
tokohnya. Misalnya Ketua DPP Golkar Sukardi. Dalam pidato
kampanyenya di Jember pekan lalu ia antara lain menegaskan,
Golkar tidak mau kampanyenya dikacaukan lagi oleh siapa
pun.."Golkar diam bukan karena takut. Kesabaran ada batasnya.
Kalau Golkar diajak berkelahi, Golkar akan melawan," ujar
Sukardi.
Kemudian dalam suratnya pada Ketua Panitia Pemilihan
Daerah/Panwaslak DKI Jaya pekan lalu, DPD Golkar DKI Achmadi
mendesak: "Agar segera diambil langkah-langkah untuk meneliti
secara mendalam sampai seberapa jauh keteriibatan PPP dan atau
oknumoknumnya dalam periswa pengacauan di Lapangan Banteng 18
Maret."
Sikap keras juga disuarakan AIIPI. Dalam suatu pertemuan pers
pekan lalu, Ketua DPP AMPI Tato S. Pradjamanggala menegaskan:
generasi muda Golkar seujung rambut pun tidak takut. Pada mereka
Tato mengingatkan agar jangan terpancing, jangan bertindak
sendirisendiri dan jangan sok. "Tapi kalau mulai diganggu, tidak
usah tunggu komando. Sikat saja mereka yang mengganggu itu,"
kata Tato.
Pernyataan AMPI itu rupanya merupakan tindak lanjut instruksi
Bappilu Golkar kepada seluruh jajarannya, termasuk AMPI, untuk
meningkatkan kewaspadaan dan kesiagaan serta melindungi dengan
cara apa pun warga maupun simpatisan Golkar. Menurut Wakil Ketua
DPP Golkar Sugiharto instruksi tersebut dikeluarkan karena
adanya intimidasi yang sudah "menjurus pada teror mental maupun
fisik terhadap warga maupun simpatisan Golkar."
Kalangan PPP agaknya tidak menerima begitu saja tudingan yang
dialamatkan pada mereka. Ketua Biro Kampanye PPP DKI aya Ridwan
Saidi menganggap "tuntutan" DPD Golkar DKI itu "penghinaan".
Menurut Ridwan, Kopkamtib setelah melakukan pemeriksaan secara
wajar mengenai peristiwa Lapangan Banteng, menyimpulkan: tak
satu kontestan pun terlibat. Kesimpulan ini lantas menjadi
kesepakatan bersama 19 Maret antara ketiga kontestan. Mereka
menyesalkan dan mengutuk peristiwa di Lapangan Banteng itu.
"Dengan tuntutan itu berarti Achmadi telah dengan sengaja
menabrak konsensus bersama ketiga kontestan dengan pihak
Kopkamtib," ujar Ridwan. Ia menolak pendapat tuntutan DPD Golkar
DKI hanya merupakan isyarat adanya kemungkinan terlibatnya oknum
PPP dalam kerusuhan Lapangan Banteng.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini