SUASANA kampanye pemilu di daerah, walau sempat sedikit hangat
setelah peristiwa Lapangan santeng, Jakarta, masih kelihatan
tenang. Ada beberapa daerah yang mengalami ketegangan, tapi pada
umumnya bisa diatasi dan keadaan menjadi tenang kembali.
Jawa Timur, yang dalam Pemilu 1971 dan 1977 terkenal unggul
dalam soal jumlah "pelaggaran", kali ini suasananya justru
berbalik. Gubernur Soenandar Prijosoedarmo giat berkeliling
daerah dan menganjurkan agar peserta pemilu melakukan "kampanye
rukun". Bahkan dalam pertemuan konsultasi antara pimpinan partai
politik-Golkar dan Gubernur Jumat pekan lalu, semua pihak merasa
lega karena tidak menemui hambatan dalam berkampanye.
Di Bandung, kampanye juga terjadi tanpa keributan. Hari Minggu
lalu, sekitar 30 ribu massa PDI berkeliling kota dengan mengarak
dua banterg kertas bersama gambar Bung Karno. Pawai kendaraan
bermotor yang dipimpin Ketua DPD PDI Ja-Bar Dudy Singadilaga itu
sempat mengundang petugas keamanan menjadi tegang. Menjelang
pawai berakhir, massa PDI berpapasan dengan massa PPP yang akan
mengadakan kampanye di Lapangan Lodaya, cuma 100 meter dari
kantor pusat PDI.
Tapi ketegangan segera berubah menjadi senyum. Massa PDI dan PPP
justru saling menyapa dan bersalaman serta saling meneriakkan
"Hidup PDI" dan "Hidup Ka'bah". "Kami rukun dan akur dengan
siapa saja," kata Ny. C. Sitompul dari DPD PDI.
Di Sumatera Utara juga belum kelihatan ada ganjalan selama
kampanye. Cuma ada pemandangan menarik di kawasan Pulu Brayan,
Medan, 19 Maret lalu. Di sejumlah pohon di pinggir jalan
tertempel kertas putih berukuran folio berdampingan dengan tanda
gambar peserta pemilu lainnya. Ada yang menganggap itu tanda
gambar golput (golongan putih). "Yang menempelkan adalah tangan
iseng saja," bantah Dantabes Medan, Kol. Pol. Soehadi. Jumlahnya
tidak lebih dari 20 helai.
Suasana yang agak hangat pernah terjadi di Ujungpandang 22 Maret
lalu. Sejumlah massa PPP yang berkampanye di Lapangan Karebosi
yang melewati kantor DPD 11 Golkar Ujungpandang di Jalan Lasin
Rang, "tertarik" dengan massa Golkar yang lagi membagi-bagi
kaus. Entah pihak mana yang memulai, nyatanya kemudian terjadi
pelemparan batu. Akibatnya, kaca kantor itu pecah dan sejumlah
orang yang bergerombol di sana kena sambitan. Untung petugas
keamanan segera melerai. Malam itu Ujungpandang tenang kembali.
Tapi ketenangan Kota Sala pertengahan minggu lalu sedikit
terguncang. Peristiwa bermula dari saling mengejek antara
kelompok pemuda PDI dan AMPI ketika keduanya berpapasan
menjelang kampanye 25 Maret pagi. Ketika itu tidak terjadi
apa-apa. Tapi umat dinihari, sekitar pukul 02.30, empat buah
truk berisi anggota AMPI dilaporkan mendatangi Suatu tempat yang
diduga menjadi pusat pemuda PDI berkumpul Sepuluh pemuda yang
baru saja pulang menghadiri perhelatan menjadi sasaran. Seorang
di antaranya kena tusuk namun yang lainnya bisa menyelamatkan
diri. "Saya berusaha lari. Sesampai di rumah, baru sadar, perut
saya kena tusuk," kata Supardi Penyol, buruh batik yan berbadan
kekar itu kepada TEMPO. "Rekasane dadi wong cilik, melu-melu
dadi tatu (Susahnya menjadi orang kecil, ikut-ikutan terluka),"
keluh Supardi. Pagi harinya, ia baru dibawa ke rumah sakit.
Tapi kabar angin yang cepat tersebar berbeda. Supardi Penyol, si
pemuda PDI dikabarkan mati ditusuk AMPI. Bahkan diisukan juga,
yang menusuk namanya Usi. Pagi harinya, sekitar 3 ribu pemuda
PDI dengan 12 truk--lengkap dengan senjata tajam dan
pentungan--mendatangi Kores 951 Sala, dipimpin oleh pimpinan DPC
Sala Subekti dan Juslam Badres. Mereka menuntut agar Usi
ditindak. Kalau polisi tidak bisa memenuhi permintaan itu,
pemuda PDI akan mengambil tindakan sendiri. "Begitulah
permintaan mereka," kata Danres Letkol. A.A. Sugiyo pada TEMPO.
Selesai berunding dua jam, sekitar 3 ribu pemuda PDI itu menuju
kompleks wanita tuna susila (WTS) Silir. Tujuannya rumah
Usi--yang juga dipakai sebagai asrama WTS--di sana. Puluhan AMPI
bersenjata bambu runcing yang menjaga rumah itu kewalahan
membendung serbuan. Sore itu, rumah Usi berikut harta miliknya
antara lain sebuah truk, mobil Cok dn sepeda motor dirusak.
Keadaan seger bisa diatasi setelah petugss keamanan turun.
Malam itu, kompleks WTS Silir sepi. Sebagian besar penghuninya
bahkan memutuskan untuk pulang kampung dan berlibur selama musim
kampanye.
Yang membuat petugas keamanan di Sala was: Usi, konon keturunan
Cina. Daerah pertokoan dijaga ketat. Agaknya kewaspadaan
ditingkatkan untuk mencegah terulangnya kerusuhan rasial seperti
pada November 1980.
Sehari setelah itu suasana sudah tenang kembali. Dalam
perundingan dengan pemerintah setempat, Golkar bersedia
menyerahkan oknum AMPI yang menjadi penyebab keributan itu. PDI
Juga mau menyerahkan oknum yang merusak dn membkar rumah Usi.
"Artinya polisi cuma mengusut pelaku, bukan mengusut PDI," kata
Letkol Sugiyo.
Kucing-kucingan
Pcrcikan api insiden juga terjadi di Yogyakarta. Namun Senin
lalu, keamanan kota kelihatan sudah pulih. Namun di jalanan,
titak terlihat pernuda berjaket AMPI atau lamka (Himpunan
Angkatan Muda Ka'bah). Bahkan tanda gambar Golkar tampak
berkurang.
Ini agaknya ekor peristiwa kerusuhan Sabtu malam yang
mengakibatkan jatuhnya korban, Sahida, 35 tahun, pemuda PPP.
Tanggal 27 Maret sore itu, PPP mengadakan kampanye di Kota Gede,
sebelah tenggara Kota Gudeg. Di tengah kemeriahan pawai yang
dijaga ketat petugas keamanan, sekelompok perusuh melempari
peserta pawai. Dan lemparan-lemparan itu lalu berubah menjadi
bentrokan. Untung petugas keamanan berhasil segera menyetopnya.
Malam harinya, sekelompok pemuda menyerbu markas PPP di Kou
Gede. Seorang pemuda Hamka kena sabet pedang dan sebuah sepeda
motor dibawa kabur. Kerusuhan berikutnya terjadi di kantor PPP
Badran. Sekitar 20 orang dengan dua Col mendatangi kantor yang
hanya ditunggu lima orang--termasuk seorang wanita yang
kebetulan bertamu. Dua orang sempat melarikan diri, seorang
selamat dengan bersembunyi di dalam drum, tapi Suhida kabarnya
naas jadi korban bacokan. Serbuan tidak lebih dari tiga menit.
"Seperti gerakan pembebasan sandera Entebbe," kata Saiful Mujab,
Ketua DPC PPP kepada TEMPO. Siapa penyerang itu?"Kami tidak
ingin menuduh," katanya.
Minggu pagi, PPP kampanye lagi di Lapangan Minggiran, sebelah
selatan Kota Yogyakarta. Selesai kampanye yang berlangsung agak
panas, massa melayat Suhida, yang dikenal sebagai aktivis
Angkatan 66, seniman, dan pembuat poster. Sepulang dari melayat,
terjadi juga beberapa pengrusakan oleh massa. Petugas keamanan
baru berhasil mQenangkan kembali seluruh kota Minggu malam.
Untuk mengamankan kampanye selanjutnya, setelah pertemuan dengan
ketiga kontestan, Walikota Soegiharto meminta agar kampanye
dengan mengerahkan massa dikrangi. Pawai dengan kendaraan
bermotor dibatasi dan pemakaian pakaian dan atribut hanya pada
waktu kampanye. Walikota juga tidak membolehkan "drop-dropan
massa dari luar kota" untuk kampanye di Kota Gudeg. Soal ikrar
dan penyesalan ketiga kontestan, Walikota meminta agar mereka
membuktikan di lapangan. Selama dua hari, Senin dan Selasa,
kampanye juga dihentikan.
Pihak keamanan belum mengumumkan berapa orang yang diciduk
sehubungan dengan kerusuhan itu. Pimpinan Golkar Yogyakarta
memastikan, yang menyerang kantor PPP bukan anggota AMPI. "Anak
AMPI sudah diinstruksikan untuk tidak terpancing," kata sumber
tersebut kepada TEMPO. Bahkan Golkar mengirim protes karena
tanda gambarnya dirusak.
PPP juga bertindak sama: melancarkan protes atas penyerbuan.
Namun pihak PPP tidak memastikan bahwa yang merusak tanda gambar
adalah massanya. "Kucing-kucingan semacam ini bisa tuntas jika
aparat keamanan berhasil membekuk siapa pelaku penyerangan
maupun pengrusakan tanda gambar, " kata Saiful Mujab.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini