Sebuah kapal pukat Malaysia ditahan TNI-AL karena menangkap ikan di dekat Sipadan, yang dipersengketakan. PULAU Sipadan, yang hingga kini disengketakan Indonesia dan Malaysia, masuk jadi berita lagi. Sebuah kapal pukat Malaysia, MV Pulau Banggi, diberitakan ditahan oleh kapal patroli Indonesia di selatan pulau itu, Senin pekan lalu. Menurut laporan nakhoda kapal itu pada pemiliknya, Sabah Fish Marketing Sdn Bhd, kapal tersebut berada pada posisi 8 kilo meter selatan Sipadan ketika ditangkap. Artinya, menurut pemilik, kapal berbobot 92 ton yang ketika ditangkap baru menjaring seekor ikan hiu seberat 20 kilogram itu ada di wilayah perairan Malaysia. Karena itu, si empunya kapal berawak 13 warga Malaysia ini segera mengadu ke polisi Sabah. Berita penahanan ini dibenarkan oleh Pelaksana Harian Panglima Komando operasi Keamanan Laut Armada Timur TNI-AL di Ujungpandang, Laksma Suharyono. Menurut Suharyono, Senin malam minggu lalu, kapal berbahan fiberglass itu dipergoki kapal patroli KRI Kakap sedang menebar jaring pada posisi 15 mil (sekitar 24 kilometer) selatan Pulau Sipadan. Posisi kapal, menurut pihak patroli TNI-AL, berada dalam wilayah Indonesia. Karena itu, KRI Kakap segera memberi peringatan agar kapal pukat itu meninggalkan perairan Indonesia. MV Pulau Banggi semula menurut, tapi ketika kapal patroli pergi, mereka kembali ke tempat semula. Kapal ini akhirnya diseret ke stasiun TNI-AL di Tarakan. "Tidak ada kompromi terhadap siapa pun yang melakukan pelanggaran wilayah Indonesia tanpa izin," kata Suharyono pada TEMPO. Sebuah sumber TEMPO di kepolisian negara Sabah punya versi lain. Menurut mereka, beberapa nelayan di Semporna (40 kilometer dari Sipadan dan masuk wilayah Malaysia) yang melihat kapal patroli Indonesia menggiring MV Pulau Banggi, mengatakan bahwa sehari sebelumnya kapal patroli bernomor BC-2002 itu berlabuh di Pulau Sipadan. Puluhan "orang asing berseragam dan sipil" turun. Pengakuan itu disampaikan pada anggota DPRD Tham Nyip Shen, yang kemudian melaporkannya pada polisi. Kalaupun cerita para nelayan Malaysia itu benar, kunjungan warga Indonesia ke Sipadan itu belum tentu suatu pelanggaran. Soalnya, status kepemilikan pulau itu masih dipersengketakan Indonesia dan Malaysia, setelah perundingan penetapan landas kontingen kedua negara pada 1969 gagal. Akhirnya, disepakati pulau itu bersifat status quo. Namun, pada 1979 Malaysia mengklaimnya sebagai wilayahnya. Pada 1988, dan terakhir Juni lalu, Indonesia mengirim nota pada pemerintah Malaysia karena sebuah perusahaan Malaysia mendirikan fasilitas untuk menarik wisatawan di pulau itu. Namun, Malaysia bersikukuh. Walau menyatakan bersedia berunding, Menlu Malaysia Abdullah Ahmad Badawi pada TEMPO menegaskan bahwa "pulau itu milik Malaysia". Kasus MV Pulau Banggi ini tampaknya bisa berbuntut panjang. Menlu Badawi dan deputi PM Ghafar Baba pekan lalu menganggap perlu adanya penyelidikan lebih dulu sebelum melontarkan tuduhan. Di lain pihak, Laksma Suharyono memastikan, MV Banggi akan diproses di pengadilan. Putusan ini tampaknya tidak akan berubah, walau kabarnya Ketua Menteri Sabah Datuk Pairin Kitingan, melalui konsul muda RI di Tawao, sudah memohon pembebasan. Berkas perkara MV Banggi direncanakan akan dilimpahkan ke pengadilan Tarakan dalam pekan ini juga. Karena pelanggarannya, awak kapal Banggi bisa diancam dengan hukuman 2,5 tahun penjara. Diah Purnomowati dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini