Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bunyi 'B' di Sebuah Sore

Setelah gagal di DPR, Koalisi Kerakyatan kini menguasai kursi Ketua MPR. Suara Dewan Perwakilan Daerah dan sabda Gus Dur jadi penentu.

11 Oktober 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ruang sidang pleno Gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Rabu sore lalu, seolah hendak runtuh. Ketika kartu suara terakhir yang dibacakan berbunyi "B", takbir dan selawat badar segera membahana. Wajah Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) cerah. Senyum kecilnya menyebar ke delapan penjuru mata angin. Sesekali ia melambaikan tangan kepada anggota majelis lain.

Sore itu Hidayat secara dramatis memenangi pemilihan pimpinan MPR 2004-2009. Dalam penghitungan suara yang saling kejar, Hidayat menang tipis: ia didukung 326 suara, sedangkan pesaingnya, Sekjen PDI Perjuangan Sutjipto, meraih 324. Sebanyak 13 suara abstain, 10 tidak sah, dan 2 anggota MPR tidak hadir. Sore itu Gedung MPR/DPR dipadati 673 orang anggota majelis.

Berbeda dengan pemilihan-pemilihan sebelumnya, kali ini pemilihan pimpinan MPR dilakukan dengan sistem paket. Paket A terdiri atas Sutjipto (PDIP) sebagai calon ketua, dan tiga kandidat wakil ketua masing-masing Theo L. Sambuaga (Golkar), Sarwono Kusumaatmadja (anggota Dewan Perwakilan Daerah DKI Jakarta), dan Aida Ismeth (DPD Kepulauan Riau).

Paket B terdiri dari Hidayat (PKS) sebagai calon ketua, dan tiga calon wakil ketua, yakni A.M. Fatwa (PAN), Aksa Mahmud (DPD Sulawesi Selatan), dan Mooryati Soedibyo (DPD DKI Jakarta). Kedua paket diusulkan fraksi-fraksi dari dua kubu yang berbeda (lihat tabel).

Ketegangan sesungguhnya sudah terasa sejak tiga hari sebelum pemilihan. Beberapa kali sidang diundur dan diskors untuk mencari titik temu soal komposisi pimpinan MPR. DPD yang didukung Koalisi Kerakyatan mengusulkan perbandingan jumlah pimpinan MPR dari DPR dan DPD adalah 2:2. "Kami menginginkan kesetaraan," kata anggota DPD dari Sulawesi Tengah, Ichsan Loulembah.

Koalisi Kebangsaan tidak setuju. Mereka bersikeras meminta pimpinan MPR terdiri atas seorang wakil DPD dan tiga wakil DPR. "Jangan hanya karena mengedepankan kepentingan pribadi dan golongan kita memaksakan kehendak," kata juru bicara Fraksi Golkar, Akil Mochtar.

Fraksi Beringin bahkan mengancam walk out jika keputusan soal komposisi pimpinan MPR diselesaikan dengan cara voting. "Koalisi Kebangsaan menganggap masalah ini tidak bisa divoting karena landasan konstitusionalnya rapuh," ujar Ketua Koalisi Kebangsaan, Akbar Tandjung. Pimpinan sidang MPR sementara, Agung Laksono dari Golkar, lalu mengulur waktu pembahasan.

Menurut anggota Fraksi PAN, Patrialis Akbar, dengan komposisi 2:2, Kebangsaan sadar suara DPD akan mengucur kepada lawan politiknya. "Jika komposisi 2:2, kami kelihatan bakal menang," ujar Patrialis.

Ancaman Golkar cs memang cukup menggentarkan kubu Koalisi Kerakyatan?persekutuan yang mendukung Susilo Bambang Yudhoyono dalam pemilu 20 September lalu. Sebelumnya, dalam pemilihan Ketua DPR, mereka telah gagal menempatkan wakil mereka. Kekalahan ini memunculkan kekhawatiran: DPR bakal mengganjal kebijakan pemerintahan Susilo. Jika MPR tak dikuasai, Susilo sepenuhnya tak punya kaki di parlemen.

Karena itu, lobi-lobi pun intensif dilakukan. Awal pekan lalu, Susilo Bambang Yudhoyono dan wakilnya, Jusuf Kalla, misalnya, menggelar acara makan siang bersama anggota DPD di Hotel Dharmawangsa, Jakarta.

Banyak yang berpendapat pertemuan itu merupakan "bahasa tubuh" SBY-Kalla untuk meminta dukungan DPD. Namun, kata anggota DPD dari Sulawesi Selatan, Aksa Mahmud, pertemuan itu hanya silaturahmi biasa. "Kita tidak membicarakan agenda dukung-mendukung," kata kakak ipar Jusuf Kalla itu.

Adu strategi pun disusun. Belakangan, setelah molor tiga hari, Koalisi Kebangsaan menyerah dan mau menerima usulan paket 2:2. Kebangsaan mengalah dengan harapan bisa merebut suara DPD.

Semula, dengan komposisi 3:1, Koalisi Kerakyatan mengusulkan paket Irwan Prayitno (PKS) sebagai ketua, A.M. Fatwa (PAN), K.H. Yusuf Muhammad (PKB), dan Aksa Mahmud sebagai wakil ketua. Belakangan, Irwan digantikan oleh Ketua Majelis Syuro PKS, K.H. Rahmat Abdullah, dengan alasan senioritas. Paket ini dipasang untuk menandingi Koalisi Kebangsaan, yang mengedepankan Sutjipto (PDIP), Theo L. Sambuaga (Golkar), Khofifah Indar Parawansa (PKB), dan Mooryati. "Namun, formasi berubah setelah formasi 2:2 gol," kata anggota parlemen dari PKB, Effendi Choirie.

Kedua kubu mematangkan formasi secara terpisah. Koalisi Kebangsaan mengadakan rapat di lantai 40 Hotel Mulia, sementara Koalisi Kerakyatan menggelar pertemuan di Hotel Dharmawangsa. Sutjipto mantap pada posisi ketua yang diajukan Koalisi Kebangsaan, sementara posisi Theo dan Khofifah turun-naik.

Posisi calon dari DPD yang bakal dipasang Koalisi Kebangsaan pun masih belum pasti. Saat itu masih ada Mooryati, Aida, dan Sarwono. "Dari awal, Pak Sarwono memang mendukung Koalisi Kebangsaan karena kesamaan platform," kata Leonardo J. Renyut, salah satu anggota tim sukses bekas Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara itu.

Selasa malam itu, Koalisi Kerakyatan mengganti Rahmat, yang dianggap kurang populer, dengan Hidayat. Nama Hidayat diusulkan Kalla, yang ikut hadir dalam pertemuan itu. Karena formasi 2:2, Yusuf Muhammad terpaksa dicoret, sementara nama dua anggota DPD masih menunggu pemilihan.

Pembahasan di DPD juga alot, tapi akhirnya, Selasa malam di ruang pleno DPD di Gedung Nusantara V digelar voting untuk memilih enam nama yang akan diajukan DPD. Semula ada 125 anggota DPD mengajukan diri. Lalu 12 orang yang perolehan suara terbanyak divoting lagi sehingga menjadi 6 orang. Aksa Mahmud meraih dukungan terbanyak dengan 58 suara, disusul Mooryati 51, Aida Ismeth 33, Sarwono 30, Ichsan 17, dan Yopie Batubara 14.

Hingga Rabu dini hari, lobi-lobi bursa pimpinan dari kedua kubu semakin santer. Kubu Koalisi Kebangsaan tetap mengunggulkan Sutjipto dan Theo. Padahal, kata Mahadi Sinambela dari FPG, Golkar sudah mengingatkan PDIP agar Khofifah dipasang untuk mencuri 52 suara PKB. Namun PDIP menginginkan Theo untuk mengakomodasi Indonesia Timur dan kalangan Kristen. "Yang penting bagaimana Pak Sutjipto jadi," ujarnya. Dari DPD, Koalisi Kebangsaan mencalonkan Mooryati dan Aida.

Kedua kubu lalu sibuk menghitung suara tambahan dari DPD. "Perang lobi berlangsung sampai pagi," kata Arif Mudatsir Mandan dari Fraksi PPP. Bahkan, menurut Ichsan, ibarat bermain sepak bola, semua kubu melakukan aksi man to man marking. Setiap kubu menjaga dan terus mencoba mempengaruhi anggota DPD sasarannya satu per satu. "Bahkan Akbar menelepon beberapa anggota DPD secara pribadi," ujarnya.

Para calon dari DPD pun sibuk "memasarkan diri". Mooryati hingga dini hari terus melobi ke beberapa kubu. Sekitar pukul 4 pagi, ia muncul di kubu PDIP dan bertemu Sekretaris FPDIP, Heri Akhmadi, dan kawan-kawan. "Dahsyat sekali ibu cantik itu," kata seorang anggota majelis yang hadir dalam pertemuan itu.

Untuk memastikan keikutsertaan Mooryati di kubu Koalisi Kebangsaan, Akbar mengundang pemimpin perusahaan jamu itu untuk bertemu pada pukul 5.30 pagi di lantai 40 Hotel Mulia. Saat itu Akbar menawarinya untuk bergabung bersama Aida. "Aida sulit digeser karena dia istri Ismeth Abdullah, kawan lama Akbar," kata seorang kawan dekat sang Ketua Golkar.

Tapi, rupanya kubu Koalisi Kerakyatan lebih dekat dan lebih dulu melobi Mooryati. Salah satu anggota PKS, Zulkifliemansyah, ternyata guru ekonomi Mooryati. Selain itu, Mooryati pun melihat akan kurang menguntungkan jika dia dipasangkan dengan Aida, yang sama-sama perempuan. Semula ia mengusulkan nama Ichsan Loulembah, namun ditolak. "Akhirnya Ibu memilih bergabung dengan Koalisi Kerakyatan," kata seorang kolega Mooryati.

Karena Mooryati menolak, Akbar segera mengontak Sarwono untuk tetap bersama Koalisi Kebangsaan. "Pak Sarwono ditelepon pukul setengah delapan pagi," kata Leonardo. Sebelumnya, dari kubu Koalisi Kebangsaan, Aksa Mahmud dan Hidayat Nur Wahid pun sempat menelepon untuk memastikan keikutsertaan Sarwono di Koalisi Kebangsaan.

Rupanya, Koalisi Kerakyatan masih ketar-ketir jika akhirnya Koalisi Kebangsaan memasang Khofifah menggantikan Theo. Karena itu, Hidayat menelepon Ketua Dewan Syuro PKB, Abdurrahman Wahid, yang sedang di Jerman. "Pak Hidayat sendiri yang menelepon Gus Dur minta dukungan PKB," kata Sekretaris Jenderal PKS, Anis Matta.

Menurut Choirie, Wahid lebih sreg mendukung Koalisi Kerakyatan karena tidak suka pada Sutjipto. Apalagi belakangan terdengar kabar Khofifah sudah dicoret dari formasi Koalisi Kebangsaan. Meskipun para fungsionaris FPKB meragukan komitmen A.M. Fatwa karena pernah ikut menjatuhkan Abdurrahman Wahid, Gus Dur bersikukuh. "Jangan lihat Fatwa-nya, lihat Hidayat," kata Abdurrahman Wahid seperti ditirukan Choirie.

Sore datang ketika lobi-lobi itu berakhir dengan kemenangan Hidayat. Suara takbir menggema. Tembang selawat badar terdengar di mana-mana.

Hanibal W.Y. Wijayanta dan Istiqomatul Hayati (TNR)


Kandidat Pengusul

Paket A Ketua: Sutjipto (PDIP) Wakil ketua: Theo L. Sambuaga (Golkar), Sarwono Kusumaatmadja (DPD DKI Jakarta), Aida Ismeth (DPD Kepulauan Riau) Fraksi Partai Golkar (Partai Golkar, Partai Bintang Reformasi, dan Partai Karya Peduli Bangsa) Fraksi PDIP (PDIP dan Partai Damai Sejahtera)

Paket B Ketua: Hidayat Nur Wahid (PKS) Wakil ketua: A.M. Fatwa (PAN), Aksa Mahmud (DPD Sulawesi Selatan) Mooryati Soedibyo (DPD DKI Jakarta) Fraksi Partai Demokrat (Partai Demokrat dan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia), Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi PAN, Fraksi Kebangkitan Bangsa, Fraksi PKS, Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (Partai Bulan Bintang, Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan, Partai Pelopor, Partai Nasionalis Indonesia Marhaenisme, Partai Penegak Demokrasi Indonesia).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus