Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Burung-burung mahkamah agung

30 hakim agung dilantik, penambahan hakim agung ini untuk menyelesaikan tunggakan perkara yang menumpuk. (nas)

6 November 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TATKALA dilantik tahun lalu, Ketua Mahkamah Agung Mudjono antara lain mengatakan "Kalau boleh membawa buldoer dan tank, akan saya gunakan itu untuk menggusur tunggakan perkara." Buldoer dan tank Mudjono ternyata muncul juga, dalam wujud 30 hakim agung baru. Dilantik Sabtu pekan lalu, para hakim agung baru itu akan menambah jumlah hakim agung aktif menjadi 51 orang, sehingga bisa dibentuk 17 majelis. "Angka keramat," kata Mudjono, yang nomor mobil jabatannya B-17. Tiap majelis selama ini-mampu menyelesaikan 600 perkara setiap tahun. Namun tunggakan perkara yang tersisa ada sekitar 5.400 per tahun. Tanpa ada penambahan hakim, diperkirakan pada akhir Pelita 111 nanti akan lebih dari 10.000 tunggakan perkara. Menurut Mudjono, ayam mengeram boleh ditunggu. "Tapi bila perkara mengeram, sampai kapan boleh ditunggu?" Tunggakan perkara memang cukup memusingkan Ketua Mahkamah Agung tersebut. Selama ini, menurut dia, "tidak semua perkara sempat dibaca hakim agung--biar sampai mata harus loncat keluar." Sebelum ini, Mudjono telah membentuk beberapa satuan tugas, tapi tunggakan perkara seperti tak terkikis. Maka kemudian tahun lalu dibentuk Operasi Kikis. Untuk itu beberapa puluh hakim dari berbagai pengadilan negeri ditarik menjadi asisten hakim agung. Toh mereka tetap tak mampu menggusur habis tumpukan perkara. Hingga penambahan jumlah hakim agung kemudian dianggap jalan keluar terbaik. Akhir Juli lalu DPR mengajukan 66 orang calon hakim agung kepada Presiden. Beberapa nama, khususnya yang dicalonkan F-PDI, mengagetkan banyak orang karena dinilai "kurang berbobot". Nama-nama yang kontroversial seperti Nurbani Yusuf dan Amin Aryoso ternyata tak muncul dalam daftar 30 hakim agung baru yang diangkat Presiden 1 Oktober lalu. Kepada para hakim agung baru itu, Mudono menyampaikan tiga pesan Presiden. Pertama: Presiden memberi idi pangestu (doa restu). Kedua, agar kerja sama antara Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman tetap dipererat dan ditingkatkan lebih mendalam. Yang ketiga: Aja rumangsa bisa, nanging tetep bisa rumangsa lan ngrumangsani (Jangan merasa bisa, tapi hendaklah tetap bisa merasa dan menginsyafi). Apakah penambahan hakim agung itu benar-benar akan bisa menghabiskan tunggakan perkara, tentu saja masih harus ditunggu. Yang menjadi masalah: jumlah kasasi yang masuk ke Mahkamah Agung selama ini terus deras. "Hukuman satu hari saja juga minta grasi," kata Mudjono memberi contoh. Hingga ia berpendapat perlu ada pembatasan, perkara mana yang boleh naik banding dan mana yang bisa kasasi. Untuk membuat undang-undang baru "itu tergantung pada kehendak politik, terutarna para wakil rakyat," kata Mudjono. Menurut R. Purwoto S. Gandasubrata, Wakil Ketua MA, perkara perdata yang bernilai Rp 200 ke atas--seperti diatur UU tahun 1947 - bisa naik banding "Dan kalau bisa banding, tentu bisa kasasi. Padahal tidak ada lagi perkara yang nilainya kurang dari Rp 200," ujarnya. Hingga dianggapnya perlu ada undang-undang yang lebih cocok dengan keadaan sekarang. Adanya KUHAP bam, juga membuat MA mendapat tugas baru di bidang perdata untuk memutus perkara "peninjauan kembali". "Perkara peninjauan kembali ini sudah mulai masuk. Ini pekerjaan ekstra buat Mahkamah Agung," kata Purwoto. Langkah pertama tampaknya sudah dijalankan. Seusai pelantikan, langsung para hakim agung mengadakan pertemuan resmi. Diputuskan untuk membentuk delapan tim, dipimpin langsung oleh Ketua, Wakil Ketua dan enam Ketua Muda MA. Tim ini diberi nama burung. Tim A, alap-alap, dipimpin Mudjono. Tim B bouraq. Rupanya karena tidak ada burung Indonesia yang dimulai dengan huruf F, dipinjam nama asing falcon. Untuk H, tentu saja, burung hantu. Pembentukan tim ini dilakukan sebagai langkah dalam keadaan transisi. "Jika langsung dibentuk majelis. seorang saja hakim agung berhalangan, akan sangat mengganggu program," kata Purwoto. Masa transisi diharapkan selesai dalam waktu dua bulan. Toh target setiap majelis dengan tiga hakim agung untuk menyelesaikan 600 perkara setahun, menurut Purwoto, termasuk tugas berat. "Di Belanda seorang hakim agung hanya menyelesaikan 60 perkara setiap tahun,' katanya. "Jika perkara makin berkurang, hakim agung akan bisa lebih punya waktu untuk menimbang perkara dengan matang," katanya lagi. Kebanyakan hakim agung baru itu sebelumnya menjabat Ketua, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi atau Hakim Tinggi. Tampaknya mereka semua sudah siap menjadi buldozer atau tank. "Program saya ya jelas akan turut mengikis tunggakan perkara," kata Ny. Karlinah Palmini, 52 tahun, bekas Hakim Tinggi Jakarta yang telah menjadi hakim lebih 2 tahun. Salah satu persiapannya Achmad Soebroto SH, suaminya, segera berhenti menjadi advokat "sekalipun tidak ada peraturan yang melarang."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus