TATKALA dilantik tahun lalu, Ketua Mahkamah Agung Mudjono antara
lain mengatakan "Kalau boleh membawa buldoer dan tank, akan
saya gunakan itu untuk menggusur tunggakan perkara."
Buldoer dan tank Mudjono ternyata muncul juga, dalam wujud 30
hakim agung baru. Dilantik Sabtu pekan lalu, para hakim agung
baru itu akan menambah jumlah hakim agung aktif menjadi 51
orang, sehingga bisa dibentuk 17 majelis. "Angka keramat," kata
Mudjono, yang nomor mobil jabatannya B-17.
Tiap majelis selama ini-mampu menyelesaikan 600 perkara setiap
tahun. Namun tunggakan perkara yang tersisa ada sekitar 5.400
per tahun. Tanpa ada penambahan hakim, diperkirakan pada akhir
Pelita 111 nanti akan lebih dari 10.000 tunggakan perkara.
Menurut Mudjono, ayam mengeram boleh ditunggu. "Tapi bila
perkara mengeram, sampai kapan boleh ditunggu?" Tunggakan
perkara memang cukup memusingkan Ketua Mahkamah Agung tersebut.
Selama ini, menurut dia, "tidak semua perkara sempat dibaca
hakim agung--biar sampai mata harus loncat keluar."
Sebelum ini, Mudjono telah membentuk beberapa satuan tugas, tapi
tunggakan perkara seperti tak terkikis. Maka kemudian tahun lalu
dibentuk Operasi Kikis. Untuk itu beberapa puluh hakim dari
berbagai pengadilan negeri ditarik menjadi asisten hakim agung.
Toh mereka tetap tak mampu menggusur habis tumpukan perkara.
Hingga penambahan jumlah hakim agung kemudian dianggap jalan
keluar terbaik.
Akhir Juli lalu DPR mengajukan 66 orang calon hakim agung kepada
Presiden. Beberapa nama, khususnya yang dicalonkan F-PDI,
mengagetkan banyak orang karena dinilai "kurang berbobot".
Nama-nama yang kontroversial seperti Nurbani Yusuf dan Amin
Aryoso ternyata tak muncul dalam daftar 30 hakim agung baru yang
diangkat Presiden 1 Oktober lalu.
Kepada para hakim agung baru itu, Mudono menyampaikan tiga
pesan Presiden. Pertama: Presiden memberi idi pangestu (doa
restu). Kedua, agar kerja sama antara Mahkamah Agung dan
Departemen Kehakiman tetap dipererat dan ditingkatkan lebih
mendalam. Yang ketiga: Aja rumangsa bisa, nanging tetep bisa
rumangsa lan ngrumangsani (Jangan merasa bisa, tapi hendaklah
tetap bisa merasa dan menginsyafi).
Apakah penambahan hakim agung itu benar-benar akan bisa
menghabiskan tunggakan perkara, tentu saja masih harus ditunggu.
Yang menjadi masalah: jumlah kasasi yang masuk ke Mahkamah Agung
selama ini terus deras. "Hukuman satu hari saja juga minta
grasi," kata Mudjono memberi contoh. Hingga ia berpendapat perlu
ada pembatasan, perkara mana yang boleh naik banding dan mana
yang bisa kasasi. Untuk membuat undang-undang baru "itu
tergantung pada kehendak politik, terutarna para wakil rakyat,"
kata Mudjono.
Menurut R. Purwoto S. Gandasubrata, Wakil Ketua MA, perkara
perdata yang bernilai Rp 200 ke atas--seperti diatur UU tahun
1947 - bisa naik banding "Dan kalau bisa banding, tentu bisa
kasasi. Padahal tidak ada lagi perkara yang nilainya kurang
dari Rp 200," ujarnya. Hingga dianggapnya perlu ada
undang-undang yang lebih cocok dengan keadaan sekarang.
Adanya KUHAP bam, juga membuat MA mendapat tugas baru di bidang
perdata untuk memutus perkara "peninjauan kembali". "Perkara
peninjauan kembali ini sudah mulai masuk. Ini pekerjaan ekstra
buat Mahkamah Agung," kata Purwoto.
Langkah pertama tampaknya sudah dijalankan. Seusai pelantikan,
langsung para hakim agung mengadakan pertemuan resmi.
Diputuskan untuk membentuk delapan tim, dipimpin langsung oleh
Ketua, Wakil Ketua dan enam Ketua Muda MA. Tim ini diberi nama
burung. Tim A, alap-alap, dipimpin Mudjono. Tim B bouraq.
Rupanya karena tidak ada burung Indonesia yang dimulai dengan
huruf F, dipinjam nama asing falcon. Untuk H, tentu saja, burung
hantu.
Pembentukan tim ini dilakukan sebagai langkah dalam keadaan
transisi. "Jika langsung dibentuk majelis. seorang saja hakim
agung berhalangan, akan sangat mengganggu program," kata
Purwoto. Masa transisi diharapkan selesai dalam waktu dua bulan.
Toh target setiap majelis dengan tiga hakim agung untuk
menyelesaikan 600 perkara setahun, menurut Purwoto, termasuk
tugas berat. "Di Belanda seorang hakim agung hanya menyelesaikan
60 perkara setiap tahun,' katanya. "Jika perkara makin
berkurang, hakim agung akan bisa lebih punya waktu untuk
menimbang perkara dengan matang," katanya lagi.
Kebanyakan hakim agung baru itu sebelumnya menjabat Ketua, Wakil
Ketua Pengadilan Tinggi atau Hakim Tinggi. Tampaknya mereka
semua sudah siap menjadi buldozer atau tank. "Program saya ya
jelas akan turut mengikis tunggakan perkara," kata Ny. Karlinah
Palmini, 52 tahun, bekas Hakim Tinggi Jakarta yang telah menjadi
hakim lebih 2 tahun. Salah satu persiapannya Achmad Soebroto
SH, suaminya, segera berhenti menjadi advokat "sekalipun tidak
ada peraturan yang melarang."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini