Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Buya Syafii Maarif: Indonesia Butuh Negarawan Petarung

Syafii Maarif berharap sebelum 2030, kesadaran kebangsaan semua suku di Indonesia semakin menguat dan mendalam.

22 Oktober 2017 | 20.04 WIB

Syafii Ma'arif. TEMPO/Iqbal Lubis
Perbesar
Syafii Ma'arif. TEMPO/Iqbal Lubis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Yogyakarta- Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif menilai Indonesia perlu negarawan petarung dengan visi keadilan yang tajam dan jujur untuk meneruskan estafet kerja besar Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

“Semua harus siap menerima kedatangan seorang negarawan yang boleh jadi dari Pulau Miangas atau dari Pulau Rote. Atau dari Ternate maupun Pulau Ende untuk memimpin Indonesia yang besar ini,” kata tokoh senior yang akrab disapa Buya Syafii Maarif itu dalam seminar bertajuk "Bisikan dari Jogja: Refleksi dan Evaluasi Bidang Kebudayaan Tiga Tahun Pemerintahan Jokowi-JK" di Jogjakarta Plaza Hotel, Ahad, 22 Oktober 2017.

Baca: Buya Syafii Maarif dan Mengapa Politikus Indonesia Kian Agresif

Syafii Maarif berharap sebelum 2030, kesadaran kebangsaan semua suku di Indonesia semakin menguat dan mendalam. Dalam proses kebangsaan “perang Aceh, cakap Minang, kuasa Jawa," kata dia, realitas sosial politiknya tidak akan berpengaruh untuk posisi RI 1 maupun RI 2. Semua warga negara Indonesia punya hak yang sama berada dalam posisi itu dengan syarat memenuhi kriteria sebagai negarawan petarung.

Dalam seminar itu, Buya Syafii juga diminta untuk memberikan masukan tentang persoalan-persoalan terkini yang terjadi di Indonesia. Ia banyak menyoroti tentang kelompok-kelompok radikal yang merusak dan menjadi pangkalhuru-hara. Kelompok-kelompok Wahabi itu, kata Buya Syafii Maarif, menjadi bumerang bagi Islam. “Paham itu ngeri, bagian dari Arabisme. Mereka menang karena punya uang banyak, dari minyak."

BACA: Buya Syafii Maarif: Muslim Harus Bisa Bedakan Islam dan Arabisme

Arabisme, kata dia, penuh dengan tafsiran perang. Ia memberikan masukan agar polisi mengatasi mereka dengan pendekatan bahasa hati dan sosial ekonomi yang menyentuh, bukan pendekatan atau cara-cara kekerasan. Syafii mengapresiasi kerja-kerja Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bisa menaklukkan para teroris atau kombatan.

Syafii mencontohkan kampung pelaku bom Bali Amrozi di Lamongan, Jawa Timur yang kini menjadi kampung lingkar perdamaian. Pemimpin lingkar perdamaian itu adalah adik dari Amrozi. “Cara kerja BNPT efektif. Pendekatan bahasa hati lebih baik, bukan cara kekerasan,” kata Syafii Maarif.

SHINTA MAHARANI

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

 

 

 

Shinta Maharani

Shinta Maharani

Kontributor Tempo di Yogyakarta

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus