Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, YOGYAKARTA -Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii Maarif ternyata memantau polemik soal pribumi dan non pribumi yang muncul terkait Pidato Perdana Anies Baswedan usai dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta. Buya Syafii mengaku prihatin dengan polemik soal pribumi yang tidak sepatutnya terjadi.
" Jangan diucapkan lah hal-hal itu, hati-hati. Sesuatu yang peka, yang bisa menjadi polemik jangan diucapkan lagi," kata Syafii Maarif kepada wartawan di Kampus Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Selasa 17 Oktober 2017.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buya Syafii mengakui, tak gampang bicara soal pribumi karena sensitif. "Omong soal pribumi ini sulit," kata Buya. "Misalnya saja saya, mungkin saya ini ada unsur Vietnamnya. Ada juga keturunan Arab, ada keturunan Pakistan. Jadi sesungguhnya siapa yang pribumi, tidak perlu diucapkan lah," kata Syafii Maarif lagi.
Menurut Buya Syafii, Anies Baswedan harus lebih santun dalam berpolitik. Seorang pemimpin, kata Buya Syafii, harus hati-hati dalam bercakap dan bersikap ke publik. Jangan sampai apa yang diucapkan pejabat tersebut, kata Buya Syafii, menjadi polemik dan memunculkan kegaduhan di tengah masyarakat,
Sementara itu Direktur Pusat Kajian Demokrasi dan HAM (Pusdema) USD Yogyakarta, Baskara T. Wardaya menambahkan, polemik istilah pribumi dan non pribumi oleh Anies Baswedan patut disayangkan. Apalagi polemik tersebut pertama kali dilontarkan seorang pemimpin yang dipilih rakyat.
"Tetapi saya kira ada dua catatan. Pertama jangan-jangan itu cerminan dari situasi yang ada, itu adalah letupan gunung es. Kemudian jangan malah kita secara tidak sengaja menviralkan gagasan itu, karena ini (bisa) menjadi kepentingan politik tertentu," ucapnya.
Baskara justru curiga pidato politik soal pribumi dan non pribumi tersebut tidak hanya ditujukan untuk masyarakat daerah tertentu, tetapi untuk masyarakat di seluruh Indonesia. " Karena pidato tidak hanya ditujukan orang Jakarta tapi seluruh rakyat Indonesia," kata dia.
Soal kesantunan berpolitik ini menjadi salah satu topik yang dibahas dalam acara 'Bisikan dari Yogya', diskusi dan seminar refleksi tiga tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla yang digelar di Yogyakarta, Sabtu-Minggu 21-22 Oktober mendatang.
Direktur Pusdema Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Baskara T. Wardaya mengatakan, Kegiatan bertajuk 'Bisikan dari Yogya' ini nantinya akan difokuskan di bidang kebudayaan. Beberapa di antara yang dikaji seperti bidang mentifact, sociofact dan artefact kebudayaan.
Ketua Streering Committee 'Bisikan dari Yogya', Buya Syafii Maarif menambahkan, kegiatan yang merefleksikan tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK memang diperlukan. Sebab sekarang ini banyak bermunculan perilaku para politisi yang tidak bermartabat. "Makanya kebudayaan atau seni harus turun gunung, harus turun menolong keadaan," kata Buya Syafii Maarif.
MUH SYAIFULLAH