TINGGAL beberapa jam saja sebelum dimulai, perlombaan gerak
jalan dalam rangka Pendahuluan Tahun Pelajaran Baru (Pentab) UI
tiba-tiba dilarang. Padahal izin polisi sudah diperoleh. Tapi
justru dari instansi itu pula larangan gerak jalan yang akan
mengambil rute dari Rawamangun ke Salemba itu datang. "Dengan
ini diberitahukan bahwa atas pertimbangan kamtibmas dan
permintaan Menteri P & K maka kami mencabut surat keterangan
kami nomor ...", tulis R. Soekarno, Letnan Kolonel, dari
kepolisian.
Sehari sebelum itu, tanda-tanda akan dilarangnya perlombaan
memang sudah nampak Surat Kolonel R. Soedjoko, Direktur
Kemahasiswaan P & K, kepada Rektor UI misalnya, sudah minta agar
kegiatan mahasiswa yang bersifat massal di luar kampus dalam
bentuk apapun, dilarang. "Demikian harap maklum dan
pelaksanaannya berdasarkan dan sesuai dengan surat keputusan
Menteri P&K nomor 028/1/74", tulis Soedjoko.
Mahasiswa UI, yang merasa kegiatan perlombaan gerak jalan untuk
menutup masa Pentab itu tidak bertentangan dengan SK 028 itu,
kontan marah. Segera dikeluarkan sebuah pernyataan: surat
keputusan Menteri P&K nonton 028/U/74 ternyata sangat membatasi
kebebasan mahasiswa dalam mengembangkan intelektualitas dan
kreatifitas mereka, sehingga jelas sangat merugikan mahasiswa,
perguruan tinggi dan perjuangan bangsa dan negara dalam menuju
masyarakat yang dicita-citakan.
Pernyataan itu dengan tegas minta kepada Menteri P&K agar
mencabut SK. membatalkan segala akibat yang timbul dari
berlakunya SK, dan minta agar tidak dikeluarkan lagi surat
keputusan yang sejiwa, senada, dan yang mempunyai makna yang
sama dengan SK 028 itu.
Surat pernyataan itu hanya dilayani oleh Menteri P&K dengan
sebuah catatan: saya sebagai Menteri P&K tidak menerima
pernyataan tersebut karena tidak ada sangkut paut dengan segala
aktivitas dan kreativitas mahasiswa dalam kampus. "Selama saya
menjabat, SK 028 tak mungkin dicabut. Jangankan dicabut,
dikutak-kutik sekalipun tak akan dilayani", demikian ucapan
Menteri menurut Dipo Alam, Ketua DMII, sewaktu menyerahkan
surat pernyataan tersebut.
Rangkatan peristiwa di atas memang terjadi setahun yang lalu.
Dan kini, SK yang dilahirkan tiga tahun yang lalu itu, ramai
dibicarakan lagi. Bahkan sudah sampai pada tahap yang lebih
serius. Fraksi Karya di DPR dengan resmi menilai SK itu:
meskipun dari isinya bisa dibenarkan, tapi merupakan hambatan
psikologis. Kelompok Cipayung (dari organisasi ekstra
universiter seperti HMI, PMKRI, (MNI, PMII) juga mengeluarkan
pendapat serupa. Lalu Menteri P&K pun, tidak seperti biasanya,
segera mengakui kelemahan SK yang dibikinnya. Sekalipun SK itu
tidak membatasi kegiatan mahasiswa, demikian Menteri, tapi
memang dirasakan sebagai hambatan psikologis. Begitu. "SK ini
dianggap sebagai akibat Peristiwa 15 Januari. Sekarang
situasinya sudah berubah, dan saya pun menyadari juga hal itu",
ucap Menteri.
Cocok Untuk Militer
Tapi bagaimanakah sebenarnya SK itu dari kacamata berbagai
pihak? Sikap mahasiswa UI sudah jelas. "SK itu merupakan
kebijaksanaan yang menganggap mahasiswa hanya sebagai obyek
belaka", ujar Dipo Alan. Isi SK itu, demikian Dipo, sampai
sekarang masih merupakan tandatanya: antara itikad pembinaan
secara dewasa dan tertib, dengan itikad sebagai alat vertikal
instruktif dalam membentuk mahasiswa. "Ini hanya cocok di
akademi militer, bukan di universitas seperti Ul", katanya.
Sementara menurut Sudjatmoko, Ketua DM Trisakti, sebenarnya
tanpa SK itu mahasiswa sudah terbatas untuk bergerak. "SK 028
merupakan sistim untuk mengendalikan mahasiswa". Masa kehadiran
SK tersebut, "merupakan musim kemarau idealisme bagi mahasiswa",
sela Zulkarnain Djabar, Pejabat Ketua DM IAIN Syarif
Hidayatullah.
Bagi IPB Bogor, diakui SK itu tidak mengundang masalah terlalu
banyak. "Namun bagaimanapun SK itu mesti dicabut", ujar Ahmad
Farid Rasyid, Ketua oewan Mahasiswa. SK itu sering dimanfaatkan
oleh pihak luar untuk membatasi spontanitas mahaiswa, atau
paling tidak untuk melampiaskan nafsu curiga. "Ironis, bila kami
harus menceburkan diri ke dalam masyarakat, tapi untuk menjajagi
masyarakat itu kegiatan kani dilarang", tamban Ahmad Farid.
Sikap yang agak lain datang dari ir. Pudjono Hardjoprakoso,
Rektor Trisakti. "Dengan atau tanpa SK 028 saya tak akan
melepaskan mahasiswa bergerak untuk pawai di luar. Coba saja
lihat kasus Hariman Siregar", katanya tegas. Tugas mahasiswa
adalah belajar yang baik, disiplin dan jujur, tambah Rektor,
selesaikan tugas belajar sesingkat mungkin, biar orang tua yang
membiayai sekolah menjadi lega. "Kalau ada kasus korupsi dan
lainnya, itu bukan urusan mahasiswa. Misalnya ada kemacetan
lalulintas, kan sudah ada polisi. Kritis sih boleh tapi jangan
ngawur", ucap Pudjono sengit. Katanya lagi, buat apa seperti
mahasiswa ITB itu ke DPR, tanya korupsi Pertamina dan
macam-macam. Soal itu kan sudah ada instansi yang mengurus.
"Itu nggak bener, wakil wakil rakyat itu kan sudah kita pilih,
nah biarkan DPR bicara", lanjut Rektor Trisakti.
Nostalgia '66
Lain Rektor Trisakti, lain Bambang Sulistomo. Mahasiswa UI yang
pernah ditahan karena peristiwa 15 Januari itu melihat SK ini
tanpa perhatian yang serius. Diakui SK itu merupakan produk
kekenesan penguasa. "Tapi tanpa SK 028 pun mahasiswa tidak bisa
bikin apa-apa", katanya. "Kenapa soal ini diributkan, dan kenapa
mereka tidak memikirkan pendidikan politik bagi kaum
transmigrasi?". Menurut putera Bung Tomo itu, pencabutan SK ini
tak akan membawa perubahan apa-apa bagi mahasiswa. Katanya,
bahkan mahasiswa hanya akan bertambah genit saja. Pembagian
rejeki dari biaya mapram, studitur dan praktek-praktek kotor
lainnya, masih akan tetap berlangsung di kalangan mahasiswa itu
sendiri. "Saya lebih setuju mahasiswa masuk desa daripada
ngomong SK 028. Membicarakan SK itu saya rasa hanya karena
nostalgia "66 saja", ucap Bambang. Lagipula suara-suara untuk
mencabut SK itu, yang justru datang dari kalangan penguasa,
mempunyai tujuan tertentu. Yakni: "untuk mengambil simpati
untuk tujuan pemilu. Dalam hal ini nampaknya pemerintah mundur
selangkah untuk untuk mendapatkan hasil 10 langkah", tambah
Bambang.
Lantas bagaimana nasib SK itu nanti, dalam rapat rektor tanggal
23 Pebruari ini? Drs. Hindersyah Wiratmaja, Rektor Unpad,
katanya sudah mempersiapkan konsep. Sementara baik Prof.
Satari, Rektor IPB, maupun Prof. Mahar Mardjono Rektor UI,
barangkali belum lupa sikap mereka sendiri selama ini terhadap
itu SK. "Dulu SK ini banyak menolong Rektor karena berguna untuk
beking, sehingga Rektor bisa menjalankan tugas dengan baik",
ucap Mahar. "Tapi suasana sekarang sudah lain. Sekarang mungkin
bisa ditinjau kembali seberapa jauh SK itu masih bisa
dipertahankan". Itu ucapan sudah setahun yang lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini