Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Calon Presiden Bermodal Piranha

Sutiyoso mengaku didukung partai kecil, sejumlah organisasi profesi, dan ”kepala suku” TNI. Tapi popularitasnya masih minim.

15 Oktober 2007 | 00.00 WIB

Calon Presiden Bermodal Piranha
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

SETELAH pamit dari kursi Gubernur DKI Jakarta, kesibukan Sutiyoso justru kian menggunung. Setelah mendeklarasikan pencalonan dirinya sebagai presiden pada Senin pekan lalu, veteran bintang tiga ini terbang ke sana-kemari.

Pada Selasa pekan lalu, misalnya, dia mengunjungi Mbah Maridjan di kaki Gunung Merapi, Yogyakarta. Datang ke sana, Sutiyoso membawa serta petinju kenamaan Indonesia, Chris John, yang bersama Maridjan membintangi iklan minuman energi.

Balik ke Ibu Kota, Sutiyoso nongol di layar televisi, juga di koran-koran. Boleh dibilang, sepanjang pekan lalu, Sutiyoso menjelma menjadi bintang baru politik nasional.

Sutiyoso sendiri memastikan bahwa dalam pekan-pekan ini mesin politiknya akan terus bergemuruh. ”Agar masyarakat mengenal saya sebelum pemilihan presiden,” katanya beralasan.

Agar mesin politik itu menderu keras, Sutiyoso memerlukan uang dan sejumlah sekondan. Hersubeno Arief, wartawan yang kini banting setir menjadi tim media Sutiyoso, menuturkan tim sukses jumbo segera dibentuk sesudah Sutiyoso pamit dari kursi gubernur, Minggu silam.

Tim besar itu akan melengkapi tim kecil yang selama ini sudah begadang di dapur politik Sutiyoso. Tim kecil itu dipenuhi tokoh dari rupa-rupa kalangan: jenderal purnawirawan, tokoh politik dari sejumlah partai kecil, tokoh organisasi massa, dan sejumlah pengusaha.

Dari kalangan militer antara lain bekas Wakil Presiden Jenderal (Purn) Try Sutrisno dan bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Mayor Jenderal (Purn) Abdullah Mahmud Hendropriyono serta sederet mantan petinggi militer. Umumnya para purnawirawan itu berperan sebagai konsultan politik.

Mereka, misalnya, memberikan masukan kepada Sutiyoso tentang taktik merebut hati publik dan pemimpin partai. Kapan waktu yang tepat menggelar deklarasi, dan bagaimana mengemasnya. ”Biasalah, sama saja seperti latihan dalam berperang, manuver yang baik itu seperti apa,” kata Hendropriyono.

Pilihan hari deklarasi pencalonan pada 1 Oktober 2007, yang bertepatan dengan hari Kesaktian Pancasila, juga hasil bisikan sejumlah purnawirawan itu. Mereka berharap Sutiyoso ”sakti” seperti Pancasila.

Soal besarnya dukungan dari para purnawirawan itu juga diakui oleh Sutiyoso. Dalam deklarasi pencalonan itu, dia mengklaim didukung banyak purnawirawan TNI.

Semua hadirin yang tumpah di acara itu, kata Sutiyoso, diundang Try Sutrisno. Dia menambahkan, ”Beliau itu kepala sukunya para purnawirawan TNI.”

Nasihat yang diberikan kepada Sutiyoso tidak cuma menyangkut taktik agar bisa menang dalam pemilihan, tapi juga cara menerima kekalahan. Sebagaimana halnya berperang, kata Hendropriyono, Sutiyoso harus siaga dengan segala risiko, termasuk jika kalah.

Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD) Letnan Jenderal (Purn) Suryadi tidak menampik bahwa sejumlah anggotanya mendukung Sutiyoso. Tapi Suryadi mengaku tidak ikut-ikutan. ”Kalau PPAD ngurusi purnawirawan saja,” katanya.

Selain oleh sejumlah purnawirawan, dapur politik Sutiyoso juga dimeriahkan oleh 14 partai politik. Rupa-rupa asal-usul partai ini. Ada partai baru seperti Partai Republikan dan Partai Bela Negara. Ada pula partai yang sudah lama meski tak besar, seperti Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK). Sebelum menggelar deklarasi pada Senin pekan lalu itu, Sutiyoso berkali-kali bertemu dengan petinggi partai-partai itu.

Gagasan untuk maju merebut kursi presiden, kata Eros Djarot pimpinan PNBK, mulai intens dibahas semenjak enam bulan lalu. Saat itu sejumlah petinggi partai itu kerap diundang ke rumah Sutiyoso. Di sana mereka berdiskusi tentang politik dan ekonomi. ”Saya mengusulkan mengapa bukan Sutiyoso saja yang maju ke pemilihan presiden 2009,” kata Eros.

Usul itu disetujui petinggi sejumlah partai tadi, dan Sutiyoso sendiri bersemangat. Maka deklarasi itu digelar. Ke mana-mana Sutiyoso selalu ditemani konsultan politik dan petinggi sejumlah partai itu.

Walau jumlahnya banyak, partai yang mendukung Sutiyoso ini masih kecil-kecil. Eros hakulyakin, jumlah partai yang banyak itu akan menjadi kekuatan Sutiyoso.

Seperti ikan piranha, kata Eros memberikan perumpamaan, ”Walau kecil, kalau banyak bisa goyang perahu.” Kalau sudah banyak, ”Ikan paus juga bisa dimakan.”

Fokus tim sukses Sutiyoso kini memperbanyak jumlah ”piranha” itu. ”Target kami sekarang meraih dukungan 15 persen sesuai dengan syarat untuk maju ke pencalonan presiden,” kata Hersubeno. Jumlah 15 persen itu diharapkan bisa didapat dari kumpulan partai kecil itu.

Sutiyoso tampaknya sudah berhitung. Jika suara partai alit tidak memenuhi kuota, rezeki diharapkan datang dari ”paus” alias partai besar.

Itu sebabnya, sebelum menggelar deklarasi pencalonan pada Senin pekan lalu itu, Sutiyoso bertemu dengan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan.

Megawati memang dicalonkan partai banteng ketaton itu ke pemilihan presiden 2009. Namun, sejumlah sumber meyakini bukan tidak mungkin partai itu menyodorkan nama Sutiyoso.

Tampaknya Sutiyoso ingin membangun koalisi seluas mungkin. Selain bertemu dengan bos PDI Perjuangan, dia juga mendekati petinggi Partai Amanat Nasional (PAN) dan beberapa petinggi partai lain.

Dalam sebuah diskusi di DPR, akhir September lalu, Soetrisno Bachir, Ketua Umum PAN, menegaskan bahwa partainya bisa menjadi kendaraan politik Sutiyoso dalam pemilu presiden 2009.

”Kalau dulu kita panggil beliau Bang Yos, mulai saat ini kita panggil Mas Yos,” kata Soetrisno. Alasannya, ”60 persen pemilih adalah orang Jawa.” Upaya mendekati sejumlah partai jumbo ini akan terus dilakukan Sutiyoso.

Selain menggalang kekuatan dari partai politik, Sutiyoso juga menggalang dana. Dukungan dana bisa datang dari sejumlah pengusaha yang selama ini dekat dengan Sutiyoso.

Untuk acara deklarasi yang digelar pada Senin pekan lalu itu, selain dari kocek Sutiyoso sendiri, sebagian dana lain berasal dari orang yang menaruh simpati terhadap pencalonan mantan Gubernur DKI Jakarta ini. Jumlahnya? ”Ah, murah. Nanti kalau kami bilang Rp 25 juta, kalian tidak percaya,” kata Hersubeno.

Tampaknya, mesin politik Sutiyoso ini harus menderu lebih kencang lagi. Sebab, dari berbagai jajak pendapat yang digelar sejumlah lembaga survei, namanya masih tenggelam.

Tengoklah jajak pendapat yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) belum lama ini. Responden ditanya soal calon presiden mereka tahun 2009. Pertanyaan ini dirancang secara terbuka. Artinya, setiap responden mendaftarkan jagonya masing-masing.

Hasilnya? Sutiyoso cuma didukung satu persen responden. Itu urutan paling buntut dari delapan calon teratas. Di atasnya bercokol nama ”besar” seperti Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, Amien Rais, Jenderal (Purn.) Wiranto, Jusuf Kalla, dan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dibandingkan dengan sejumlah tokoh itu, nama Sutiyoso memang masih tenggelam.

Wenseslaus Manggut, Raden Rachmadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus