Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat, Ledia Hanifa, menyampaikan sejumlah catatan ihwal rencana pengadaan laptop Chromebook oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Rencana pengadaan sebesar Rp 3,7 triliun itu belakangan ramai disorot lantaran spesifikasi laptop dinilai tak memadai, tetapi harganya terlalu mahal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Ledia, Komisi X tak membahas anggaran hingga satuan tiga dengan kementerian atau lembaga mitra. Untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tersebut, kata Ledia, DPR hanya menyetujui anggaran secara gelondongan, tidak sampai pada pembahasan ihwal jenis maupun spesifikasi barang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentang selisih harga, karena Komisi X tidak sampai spesifikasi dan harga satuan maka kami juga tidak tahu persis," kata Ledia ketika dihubungi, Rabu petang, 4 Agustus 2021.
Kendati begitu, Ledia mengatakan hal tersebut akan dievaluasi pada masa sidang mendatang sebelum pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022.
Ledia mengatakan pengadaan perangkat TIK sebenarnya sudah lama diselenggarakan Kemendikbudristek. Pengadaan itu sebelumnya untuk mengejar pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), tetapi banyak sekolah yang tak memiliki perangkat komputer.
"Saat ini karena katanya rencananya akan digitalisasi pendidikan maka program ini diteruskan," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera ini.
Meski begitu, Ledia mengatakan ada beberapa kritik dari pengadaan TIK yang sudah berlangsung sebelumnya. Pertama, kata dia, distribusi perangkat tersebut tak tepat sasaran. Ia mengatakan komputer-komputer diberikan ke sekolah yang bahkan listriknya tak ada.
Kedua, spesifikasi komputer tidak didukung dengan kondisi yang semestinya. Misalnya internet di sekolah penerima tidak stabil. Menurut Ledia, beberapa ahli menyatakan bahwa penggunaan chromebook memerlukan internet kecepatan tinggi yang stabil. Ketiga, kapasitas memori perangkat yang diberikan terbatas.
Ledia mengaku mendapat laporan dari jaringan guru-guru di Kalimantan dan Sulawesi bahwa komputer yang diberikan sejak 2017 pun tak dapat dipakai karena jaringan listrik dan internet tidak stabil.
"Kita juga bisa membayangkan jika jaringan listrik yang tidak stabil potensial merusak alat elektronik," ucapnya.
Proyek pengadaan laptop Kemendikbudristek sebelumnya ramai diperbincangkan warganet di media sosial.
Kemendikbudristek menjelaskan Laptop Merah Putih itu masih dikembangkan oleh tiga perguruan tinggi bersama industri dalam negeri. Ada enam perusahaan penyedia yang dipilih pemerintah untuk proyek ini. Keenam perusahaan itu disebut sudah memenuhi kualifikasi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) berdasarkan asesmen Kementerian Perindustrian.
Mereka ialah PT Zyrexindo Mandiri Buana, PT Tera Data Indonesia, PT Supertone, PT Evercross Technology Indonesia, PT Bangga Teknologi Indonesia, dan Acer Manufacturing Indonesia.
Dosen elektronika ITB Ari Indrayanto menyampaikan bahwa 3 perguruan tinggi saat ini bekerja sama untuk mengejar ketertinggalan dan transfer pengetahuan Knowledge terlebih dulu. Sehingga, pada tahun ini, mereka fokus pada pematangan perencanaan laptop Merah Putih. Pelaksanaan produksi akan dilakukan pada 2022.
BUDIARTI UTAMI PUTRI | FRISKI RIANA
Baca: Laptop Pelajar Kemendikbud, Founder IndoTelko Pertanyakan Penggunaan OS Chrome