Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Daerah

28 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lhokseumawe

Kehadiran polisi dan polisi militer (PM) di suatu daerah tentunya untuk tugas pengamanan. Namun, jika keduanya malah baku tembak, lain akibatnya, seperti yang terjadi di Lhokseumawe, Kamis pekan lalu. Akibat polisi bentrok dengan PM, seorang polisi dan PM tewas diterjang peluru dan delapan orang luka parah. Menurut Kepala Kepolisian Resor Aceh Utara, Letkol (Pol.) Syafei Aksal, peristiwa itu terjadi karena salah paham. "Saya sangat menyesalkan peristiwa itu," katanya.

Meski penyebabnya sederhana, kejadian itu semakin mencoreng citra polisi dan tentara di Tanah Rencong. Sebab, dua pekan lalu, Sersan Dua Hadi Pratoyo, 28 tahun, terpidana 8 tahun dalam kasus pembunuhan Teungku Bantaqiah, tertangkap tangan membawa dua kilogram ganja dalam ranselnya. Ia ditangkap anggota provos Landasan Udara Iskandarmuda, Blangbintang, Banda-aceh, sesaat sebelum pesawat Hercules milik TNI AU membawanya ke Jakarta.

Selain Hadi—anggota Yonif Linud 328 Kostrad, Jawa Barat—Letnan dua CPM Andi Suci, Komandan Peleton Polisi Militer Jakarta, juga kepergok membawa ganja. Andi datang ke Aceh bersama 31 anggota polisi militer lainnya untuk bertugas mengawal para terdakwa pembunuh Teungku Bantaqiah yang baru selesai menjalani persidangan koneksitas di Pengadilan Negeri Banda-aceh. Menurut Komandan Komando Resor Militer 012/Teuku Umar, Kolonel Czi Syarifuddin Tippe, kini kedua anggota militer itu ditahan Detasemen Polisi Militer Banda-aceh.

Terungkapnya kasus penggondolan ganja itu, menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum Banda-aceh, Rufriadi, menegaskan dugaan selama ini bahwa sebagian aparat yang melakukan tugas operasi di Aceh juga bertindak selaku pedagang "daun surga" itu.

Bandung

Kebijakan bekas Panglima TNI Jenderal TNI Wiranto mengikutsertakan masyarakat dalam Keamanan rakyat (Kamra) kini berbuntut tak enak. Senin pekan lalu, 200 anggota Kamra berunjuk rasa ke Gedung DPRD Jawa Barat di Bandung. Mereka mewakili 6.000 anggota Kamra dan Rakyat Terlatih (Ratih) di Jawa Barat yang belum dibayar upahnya. Begitu pula di Surabaya. Wakil 6.500 anggota Kamra Surabaya, Sidoarjo, dan Malang berunjuk rasa ke DPRD Jawa Timur, menuntut hal yang sama.

Menurut Koordinator Kamra Bandung Timur, Imam Subagja, selama direkrut sejak 8 April 1998 oleh pihak TNI hingga kini, mereka tak mendapatkan tunjangan sesuai dengan perjanjian kontrak kerja. "Kami dijanjikan honor Rp 200 ribu per bulan, plus tunjangan kesehatan, beras, tunjangan keluarga, dan uang lauk-pauk. Tapi yang diterima selama ini hanya honor. Itu pun tak lancar," katanya.

Imam, yang menjadi juru bicara aksi itu, juga mempertanyakan status keanggotaannya bila sudah selesai pada April 2001 mendatang. Karena itu, setelah ke gedung wakil rakyat, mereka juga melakukan unjuk rasa ke Markas Kepolisian Daerah Jawa Barat. Namun, Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat, Mayor Jenderal Adang Dorodjatun, menganggap demo itu salah alamat. "Kalau mau demo, boleh, tapi jangan ke polisi. Kami ini hanya dititipi. Kalau merasa honor yang diterima selama ini kecil, silakan mengajukan pengunduran diri. Kami tidak keberatan, kok," ujar Adang enteng.

Surabaya

Ratusan warga Tanjungsari, Tandes, Surabaya, selama dua pekan ini melakukan unjuk rasa dengan memblokir pintu gerbang Apartemen Graha Residen, yang berada di kompleks perumahan elite Darmo Harapan. Aksi tersebut buntut dari sengketa tanah yang masih terjadi antara warga dan pengembang.

Menurut Ketua Komisi A DPRD Surabaya, Ferry Suhariyanto, sengketa tersebut berawal dari proses pembebasan tanah seluas 680 hektare pada 1977/1978 yang diperuntukkan bagi perumahan elite Darmo Permai, Darmo Harapan, dan Darmo Satelit Town (DST). "Proses pembebasan tersebut penuh rekayasa, sehingga warga merasa dirugikan," katanya. Aksi pendemo tersebut sempat membuat 60 warga asing yang tinggal di Graha Residen kebingungan karena terkurung selama dua jam.

Menurut Yusuf, salah seorang penduduk Tanjungsari yang bersengketa, dari 150 hektare tanah yang dibebaskan untuk perumahan Darmo Harapan dan DST, ada 65 hektare yang belum dibayar. "Tak salah bila warga melakukan aksi seperti ini," katanya.

Meski aksi pemblokiran tersebut digagalkan polisi, warga tak kenal lelah. Dalam aksi berikutnya, mereka menutup saluran air yang melintas ke perumahan DST. Namun, polisi berhasil menjebolnya.

Senin pekan lalu, warga kembali menutup saluran air setelah tak tercapai kesepakatan antara Pemerintah Daerah Surabaya, pengembang, dan warga dalam mencari jalan keluar bagi kemelut ini di DPRD Surabaya. Akibatnya, warga menambah ancaman dengan akan memboikot pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON), Juni mendatang, di Surabaya. Caranya adalah memblokir lokasi Graha Residen, yang arena kolam renangnya juga digunakan untuk pertandingan.

Pontianak

Hampir saja terjadi perang terbuka antara polisi Indonesia dan polisi Malaysia, Kamis dua pekan lalu, saat satu regu Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah Kalimantan Barat bersama warga Desa Kumba, Kabupaten Bengkayang, menyergap pencuri kayu di wilayah hutan perbatasan Indonesia-Malaysia. Saat itu, polisi Indonesia dihadang satu peleton polisi Malaysia. Di bawah todongan senjata M-16, polisi Indonesia dipaksa menyerahkan senjatanya.

Untungnya, polisi Malaysia kemudian menyadari kesalahan mereka karena berada di wilayah Indonesia sejauh lima kilometer. Akhirnya, mereka bersama-sama menangkap dua pengusaha kayu warga Malaysia. Sayangnya, puluhan pekerjanya lari ke wilayah Sarawak, Malaysia. Alat-alat berat berupa buldozer dan truk pengangkut kayu itu diamankan Brimob. Dan dua tersangka pencuri kayu itu ditahan di Polda Kal-Bar.

Pencurian kayu di perbatasan Indonesia-Malaysia bukan hal baru. Tim mahasiswa Universitas Tanjungpura, Pontianak, akhir Februari lalu, menemukan banyaknya pengusaha Malaysia bekerja sama dengan pengusaha Indonesia menjarah hutan. Menurut Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan dan Perkebunan, Soeripto, pencurian kayu oleh warga Malaysia di perbatasan Kalimantan-Indonesia sudah berlangsung selama 10 tahun. Diperkirakan, 80 ribu hingga 100 ribu meter kubik kayu curian per bulan diangkut ke Malaysia. Jika dihitung, menurut Soeripto, negara dirugikan Rp 15,2 miliar setiap tahunnya.

Poso

Selasa pekan lalu, Kota Poso, Sulawesi Tengah, kembali rusuh. Kejadiannya berawal dari penyerangan 20 orang terhadap pos siskamling—sistem keamanan lingkungan—yang mengakibatkan tiga orang tewas, di antaranya Sersan Mayor Polisi Kamaruddin, anggota Samsat Kepolisian Resor Poso. Kamaruddin tewas bersimbah darah penuh bacokan golok. Para penyerang itu lalu lari ke Gereja Katolik di Kelurahan Moengko. Warga yang marah lalu membakar gereja dan asrama di kompleks itu.

Akhirnya, kerusuhan merembet ke berbagai tempat di Poso, sekitar 224 kilometer dari ibu kota Sulawesi Tengah, Palu. Dua ribu orang warga nonmuslim yang takut menjadi korban mengungsi ke markas tentara dan polisi setempat. Untuk mengamankan Poso, empat satuan setingkat kompi polisi dikerahkan, ditambah satu batalyon pasukan infanteri. Gubernur Sulawesi Tengah, H.B. Paliudju, menduga ada provokator yang sengaja membuat rusuh. "Mungkin ini usaha untuk menggagalkan MTQ," katanya. MTQ atau Musabaqah Tilawatil Quran akan dibuka oleh Presiden Abdurrahman Wahid di Palu, Jumat pekan ini.

GALELA

Konflik memang mudah pecah di Maluku. Jumat pekan lalu, bentrokan terjadi gara-gara warga Desa Langue, Kecamatan Galela, Halmahera Tengah, melarang warga Desa Mamuya pergi ke sawah. Pelarangan itu menyebabkan warga Mamuya marah dan menyerang warga Langue lewat darat dan laut. Namun, yang diserang ternyata sudah siap. Bentrokan warga satu kecamatan itu pun tak bisa dihindarkan. Akibatnya, 33 orang tewas dan 52 orang luka berat.

Panglima Daerah Militer XIV/Pattimura, Brigadir Jenderal Max Tamaela, mengakui bahwa Kecamatan Galela tak dijaga aparat. "Akibatnya, banyak korban yang jatuh," katanya. Untuk mengatasi hal itu, pasukan keamanan diterjunkan ke kedua desa tersebut. "Kami khawatir konflik ini akan meluas, melihat banyaknya korban yang tewas," ujar Brigjen Max.

Ahmad Taufik (dari laporan daerah-daerah)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus