Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Beragam Masalah dalam RUU Sistem Pendidikan

Sejumlah pemerhati pendidikan meminta Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dibahas secara komprehensif dengan melibatkan publik. Muncul isu dana BOS akan dihapus, meski Kementerian membantah.

28 Maret 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Siswa mengikuti pelajaran di SDPN 037 Sabang, Bandung, Jawa Barat, 16 Maret 2022. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah pegiat dan pemerhati pendidikan menyebutkan masih banyak masalah yang harus diperhatikan dalam penyusunan RUU tersebut.

  • Pasal 8 RUU Sisdiknas bisa dimaknai bahwa pemerintah tak akan memberi subsidi, seperti bantuan operasional sekolah (BOS).

  • Dana BOS diibaratkan bahan bakar. Kalau tidak ada bahan bakarnya, kendaraan bisa mogok.

JAKARTA – Revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang ditargetkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi masuk Program Legislasi Nasional Prioritas pada Mei 2022 belum bisa terlaksana. Sejumlah pegiat dan pemerhati pendidikan menyebutkan masih banyak masalah yang harus diperhatikan dalam penyusunan RUU tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ada lebih dari 20 masalah yang kami temukan. Ini kami sedang menginventarisasi masalah yang lebih fundamental," ujar Doeni Kusuma, Dewan Pengarah Aliansi Penyelenggara Pendidikan Indonesia (APPI), saat dihubungi Tempo, kemarin. "Kami bukan menolak RUU, melainkan menolak RUU dibahas secara paksa untuk dimasukkan dalam Prolegnas Prioritas 2022.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR pada Kamis lalu, berbagai elemen masyarakat pemerhati pendidikan meminta pembentukan panitia kerja nasional untuk menyiapkan naskah akademik RUU Sisdiknas. Aliansi juga mendesak revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 yang diinisiasi pemerintah tidak tergesa-gesa dilakukan sebagai program legislasi. Mereka menilai kajian bersama naskah akademik RUU mesti disusun secara komprehensif.

Sejumlah siswa mengikuti upacara masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) pada hari pertama masuk sekolah di Jalan Limau, Jakarta Selatan. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Draf rancangan belum bisa diperoleh untuk mengetahui detail permasalahan yang ada. Meski begitu, salah satu pasal yang disebut-sebut bermasalah adalah Pasal 8 RUU Sisdiknas. Di sana disebutkan bahwa setiap warga negara wajib (a) mengikuti pendidikan dasar dan pendidikan menengah bagi yang berusia 7-18 tahun; (b) ikut bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan; dan (c) ikut bertanggung jawab menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi pelajar yang dibebaskan dari kewajiban sebagaimana dimaksudkan pada poin b.

Ketua Dewan Pembina di Perkumpulan Sekolah Digital Indonesia, Indra Charismiadji, mengatakan, jika tanpa penjelasan jelas, pasal itu bisa ditafsirkan bahwa warga akan sepenuhnya membiayai pendidikan mereka. Pasal itu bisa juga dimaknai bahwa pemerintah tak akan memberi subsidi, seperti bantuan operasional sekolah (BOS).

”Bunyinya seperti itu. Ini bertentangan dengan konstitusi. Bunyi Pasal 31 ayat UU 1945, setiap warga negara wajib mendapatkan pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Kini dalam draf disuruh menanggung biaya. Sedangkan konstitusi bilang wajib dibiayai pemerintah," ujar Indra, kemarin.

Kecurigaan ini, menurut Indra, bukan tanpa dasar. Sebab, dia menyebutkan, pada 2021, Kementerian Pendidikan mengeluarkan aturan baru berupa surat edaran untuk menghentikan penyaluran dana BOS bagi sekolah dengan jumlah siswa di bawah 60. Meski kebijakan itu banyak diprotes dan sempat tertunda pelaksanaannya, pada 2022 aturan tersebut mulai berjalan.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi, mengatakan, jika Indonesia menganut compulsory education atau pelaksanaan program wajib belajar, dana BOS wajib diberikan kepada seluruh sekolah tanpa memandang jumlah siswa. Faktanya, ujar dia, masih banyak sekolah dengan jumlah siswa di bawah 60 yang harus menutupi kekurangan dana untuk sekolah mereka. Artinya, kata dia, BOS tidak dimanfaatkan secara sembarangan oleh sekolah-sekolah itu.

Warga mengukur seragam untuk anaknya di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, 7 Desember 2021. TEMPO/Prima Mulia

"Seharusnya, berapa pun jumlah siswanya, meski kurang dari 60, pemerintah harus menghitungnya tetap, yakni jumlah siswa 60, karena itu batas minimum," kata Unifah. Jika tak diberi bantuan, sekolah bisa tak berlanjut dan anak-anak bisa tidak mendapatkan akses pendidikan sama sekali.

Dana BOS selama ini menjadi tumpuan bagi sekolah-sekolah negeri. Kepala Sekolah SDN 9 Grogol Utara, Jakarta Selatan, Suyanto, mengatakan BOS banyak digunakan untuk pengadaan alat tulis sekolah, pembelian buku paket, hingga uang honor guru murni. Sejak pandemi Covid-19, dana itu juga digunakan untuk membeli peralatan dalam protokol kesehatan. "BOS diibaratkan bahan bakar. Kalau tidak ada bahan bakarnya, kendaraan bisa mogok," kata Suyanto, kemarin.

Selama ini saja, kata dia, dana BOS yang diterima belum tentu bisa memenuhi seluruh keperluan sekolah. Ia mengatakan tak jarang justru kepala sekolah yang harus menutupi kekurangan dana itu dari koceknya sendiri. Meski belum tahu perihal RUU Sisdiknas dan isinya, Suyanto berharap dana BOS tidak dihapus.

Menanggapi hal tersebut, pelaksana tugas Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pendidikan, Anang Ristanto, menegaskan bahwa dana BOS tidak akan dihapus dalam RUU Sisdiknas tersebut. Meski begitu, Anang tak menjawab secara detail saat dimintai penjelasan perihal Pasal 8 tersebut.

Tak hanya menyoroti Pasal 8, pegiat pendidikan juga melihat masih banyak pasal lainnya yang belum komprehensif, banyak hal fundamental yang hilang, tidak diatur, dan pasal-pasalnya ambigu. Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman, menilai tujuan pendidikan nasional dalam naskah akademik revisi UU Sisdiknas diredusir menjadi profil pelajar Pancasila. "Ada kecenderungan sekadar melanggengkan program temporer Kementerian," ujar Alpha.

Adapun anggota Komisi X DPR, Andreas Hugo Parerira, tidak berkomentar banyak. Dia hanya mengatakan pembahasan RUU Pendidikan Nasional akan dibahas dalam rapat dengar pendapat umum atau RDPU. “Kalau belum dilibatkan, ya, nanti dilibatkan pembahasannya melalui RDPU,” ujarnya.

EGI ADYATAMA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus