Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Kekerasan terhadap Jurnalis Terus Berulang

Kekerasan terhadap jurnalis sepanjang 2024 masih tinggi. Kekerasan ini kerap berulang akibat penanganan perkara yang tak tuntas.

31 Desember 2024 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Polresta Bogor Kota melakukan olah TKP di kantor redaksi Harian Pakuan Raya (Pakar), yang diduga dibakar oleh orang tak dikenal (OTK), pada Sabtu dini hari, 28 Desember 2024. Dok. Pakuan Raya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sepanjang 2024, terdapat 63 kasus kekerasan terhadap jurnalis.

  • Kasus pembunuhan wartawan Tribrata TV dan keluarganya di Karo, Sumatera Utara, belum tuntas.

  • Polisi acap mengabaikan laporan kekerasan terhadap jurnalis.

BEBERAPA jam setelah sampai di rumahnya di Kota Bogor, Jawa Barat, pada Sabtu dinihari pekan lalu, Sarip Hidayatullah mendapat kabar dari seorang anggota redaksi surat kabar Pakuan Raya. Anggota redaksi itu memberi tahu Sarip bahwa area teras depan kantor Pakuan Raya terbakar. Sarip, Redaktur Pelaksana Pakuan Raya, berpikir insiden itu merupakan bentuk kekerasan terhadap wartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia pun bergegas kembali ke kantornya di Jalan Pajajaran, Bantarjati, Kota Bogor. Setibanya di lokasi, ia melihat kobaran api sudah berhasil dipadamkan oleh sejumlah warga dan pengemudi ojek online

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Informasi yang diperolehnya dari para saksi, kantor Pakuan Raya dibakar oleh dua orang tak dikenal. Namun Sarip belum memastikan peristiwa pembakaran kantornya tersebut berhubungan dengan pemberitaan mereka belakangan ini. “Apabila memang ini ada kaitannya dengan pemberitaan, kami tegaskan tidak akan takut dengan teror ini,” kata Sarip, Senin, 30 Desember 2024.

Peristiwa pembakaran kantor redaksi Pakuan Raya menambah panjang daftar kekerasan terhadap jurnalis selama 2024. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat 63 kasus kekerasan terhadap wartawan terjadi sejak Januari hingga akhir Desember tahun ini. Pelaku kekerasan tersebut di antaranya polisi, tentara, dan aparatur sipil negara. 

Sesuai dengan catatan AJI, angka kasus kekerasan terhadap jurnalis pada 2024 lebih rendah dibanding pada tahun sebelumnya. Angka kekerasan terhadap wartawan pada 2023 sebanyak 87 kasus. Meski angkanya lebih rendah, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menilai kekerasan terhadap jurnalis yang terus berulang ini sudah mencoreng penerapan kemerdekaan pers di Tanah Air.

Polresta Bogor Kota melakukan olah TKP di kantor redaksi Pakuan Raya yang diduga dibakar orang tak dikenal pada Sabtu dinihari, 28 Desember 2024. Dok. Pakuan Raya

Koordinator KKJ Erick Tandjung menyebutkan sejumlah faktor yang mengakibatkan kekerasan terhadap jurnalis masih kerap terjadi. Tapi faktor utamanya adalah mandeknya penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis di kepolisian. Kondisi itu membuat pelaku tidak jera. Bahkan pelaku seperti mendapat impunitas karena tak tersentuh hukum.

Erick menyebutkan banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilitigasi oleh KKJ sudah dilaporkan ke kepolisian. Tapi penanganan perkara itu jalan di tempat. “Kalaupun ada yang sampai diadili, vonis yang diberikan kepada pelaku cenderung ringan sehingga tidak memberikan efek jera,” katanya.

Ia berpendapat vonis ringan itu yang membuat pelaku merasa terlindungi dan jauh dari rasa jera. Erick menilai ada yang keliru dari penanganan berbagai kasus kekerasan terhadap jurnalis selama ini. Sebab, kepolisian kerap menggunakan pasal-pasal tindak pidana umum kepada pelaku. Padahal kepolisian semestinya menggunakan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk menjerat pelaku. “Ini menjadi bukti negara belum memiliki keseriusan penuh dalam menjaga dan menegakkan kemerdekaan pers,” ujar Erick.

Ketua AJI Indonesia Nani Afrida sependapat dengan Erick. Nani mengatakan perkembangan penyelidikan sejumlah kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dilaporkan lembaganya ke kepolisian cenderung jalan di tempat. Misalnya, kata dia, kasus teror bom molotov di kantor redaksi Jubi di Papua pada 16 Oktober 2024. Pelaku teror diidentifikasi sebagai orang tak dikenal karena kepolisian belum berhasil mengungkapnya. Padahal proses penyelidikan kasus ini melibatkan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dan sudah dibuat sketsa wajah terduga pelaku. Tapi kepolisian belum juga menetapkan tersangka perkara tersebut. “Ini menjadi impunitas yang melanggengkan kekerasan terhadap jurnalis,” tutur Nani.

Pemimpin Redaksi Jubi Jean Bisay mengatakan pihaknya telah melaporkan peristiwa tersebut ke Kepolisian Daerah Papua. Namun Polda Papua belum juga menetapkan tersangka hingga akhir tahun ini. Padahal redaksi Jubi telah memberikan bukti-bukti untuk mengungkap identitas pelaku, salah satunya rekaman kamera pengintai atau closed-circuit television.

Mobil yang terparkir di halaman kantor Jubi di Kota Jayapura, Papua, hangus di bagian depan akibat terkena lemparan bom molotov, Oktober 2024. Istimewa

Erick Tandjung mengatakan KKJ sudah berulang kali mendesak kepolisian agar lebih profesional dalam menangani perkara kekerasan terhadap jurnalis. Misalnya, dalam kasus pelemparan bom molotov di kantor redaksi Jubi, kepolisian semestinya sudah mampu mengungkap pelaku teror. Sebab, polisi telah memiliki sketsa wajah terduga pelaku dan memperoleh banyak informasi dari saksi mata di lokasi. Tapi kepolisian tak kunjung menetapkan tersangkanya.

Ia pun mendesak kepolisian segera menangkap pelaku pembakaran kantor redaksi Pakuan Raya serta mengungkap dalang di balik peristiwa tersebut. “Kasus ini tidak boleh dibiarkan. Sebab, pembiaran akan memperburuk situasi kebebasan pers di Indonesia,” katanya.

Nani Afrida juga berharap kepolisian mengungkap kasus kekerasan terhadap jurnalis itu secara profesional. Alasannya, banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang ditangani oleh kepolisian hanya berakhir pada penangkapan pelaku kedua atau bukan dalang di balik tindakan kekerasan tersebut. Nani mencontohkan kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo di Surabaya ataupun pembakaran rumah jurnalis Tribrata TV, Rico Sampurna Pasaribu, di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, Juni 2024. Insiden ini mengakibatkan Rico dan tiga anggota keluarganya tewas terbakar.

Kepolisian sudah menetapkan tiga tersangka pembunuhan tersebut. Tapi pihak keluarga korban menduga masih ada pelaku yang belum ditetapkan sebagai tersangka.

Menurut Nani, pelaku utama kekerasan terhadap jurnalis semestinya diungkap agar mereka tidak mengulangi perbuatannya. Ia juga mengimbau agar pihak yang berkeberatan atas pemberitaan mengajukan sengketa pemberitaan ke Dewan Pers. “Itu mekanismenya. Bukan dengan cara lain,” kata Nani.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ignatius Benny Ady Prabowo, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko, serta Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandy Nugraha belum menjawab permintaan konfirmasi Tempo ihwal penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis selama ini. Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bogor Ajun Komisaris Aji Riznaldi mengatakan kepolisian masih menyelidiki peristiwa kebakaran kantor redaksi Pakuan Raya. Ia mengatakan kepolisian sudah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Dari hasil olah TKP itu, polisi memperoleh barang bukti berupa botol bekas air mineral dan sisa kardus yang terbakar. “Kami masih mencari bukti pendukung untuk menguatkan,” tutur Aji.

Berharap Perhatian DPR

Erick Tandjung sudah mengajukan permohonan audiensi kepada komisi bidang hukum Dewan Perwakilan Rakyat. Langkah ini ditempuh agar Komisi III DPR dapat mendorong kepolisian menuntaskan penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis. “Awal 2025 kami agendakan untuk audiensi dengan DPR mengenai persoalan ini,” kata Erick.

Anggota komisi bidang hukum DPR, Hasbiallah Ilyas, menyambut baik rencana KKJ tersebut. Ia mengatakan DPR bersedia berdiskusi dengan awak media untuk menemukan solusi dari penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis selama ini. “Silakan diajukan kepada Sekretariat (DPR) agar awal tahun bisa segera terlaksana,” kata Hasbiallah.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa ini juga meminta kepolisian bertindak profesional dalam menuntaskan berbagai perkara kekerasan terhadap jurnalis. Menurut dia, sebagai pilar keempat demokrasi, jurnalis harus dilindungi dan bebas dari berbagai ancaman saat menjalankan aktivitas jurnalistiknya.

Apalagi jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Pers dalam menjalankan tugasnya. “Perlu diingat, pers yang sehat adalah cerminan dari pemerintahan yang sehat juga,” ucapnya. “Kami juga meminta agar tidak ada lagi kekerasan terhadap jurnalis pada 2025.” 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus