Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dewan Prioritaskan Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi

Pemberian akses data kependudukan kepada pihak swasta dianggap tidak tepat.

16 Juni 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas melakukan perekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik di gedung pusat pelayanan publik Pemkab Madiun, Jawa Timur, 3 Juni 2020. Dewan Prioritaskan Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi. ANTARA/Siswowidodo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani menyatakan lembaganya akan segera membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. RUU Perlindungan Data Pribadi adalah satu di antara empat rancangan legislasi yang akan disahkan pada periode sidang tahun ini.

“Sejumlah RUU segera dibahas pada pembicaraan tingkat satu,” kata Puan ketika membuka masa Sidang IV Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin. Ia menyatakan RUU Perlindungan Data Pribadi merupakan bagian dari agenda strategis yang harus diselesaikan Dewan.

RUU Perlindungan Data Pribadi menarik perhatian publik setelah Kementerian Dalam Negeri memberi akses verifikasi data kependudukan kepada perusahaan layanan pinjaman online. Di samping itu, muncul pula kabar mengenai kebocoran data yang terjadi di sebuah lembaga penegak hukum.

Karena hal tersebut, Dewan kemudian menjadikan RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai legislasi prioritas. Selain itu, Dewan akan membahas dan menyelesaikan RUU Daerah Kepulauan, RUU Cipta Kerja Omnibus Law, dan RUU tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Anggota Komisi Komunikasi dan Informatika dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Sukamta, mengatakan Parlemen mulai membahas RUU Perlindungan Data Pribadi untuk melindungi data penduduk yang rawan disalahgunakan. Dia mencontohkan kebijakan Kementerian Dalam Negeri memberi akses data kependudukan ke perusahaan layanan pinjaman online.

Sukamta menilai kebijakan tersebut rawan jika dilihat dari aspek perlindungan data penduduk. Menurut dia, pemberian akses data kependudukan kepada badan hukum Indonesia dan pihak swasta tidak tepat. Dia beralasan Indonesia saat ini belum memiliki undang-undang yang mengatur perlindungan data pribadi warga negara.

Menurut dia, pihak swasta memang diperkenankan mengakses data kependudukan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Namun aturan tersebut belum memberi jaminan perlindungan bagi data pribadi penduduk, termasuk mekanisme pertanggungjawaban perusahaan penerima data. “Pada titik inilah wajar jika kita semua khawatir adanya potensi penyalahgunaan data,” ucap dia.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrullah, membantah dugaan bahwa pihaknya membocorkan data penduduk ke perusahaan layanan pinjaman online. Dia memastikan pemerintah hanya memberi akses kepada perusahaan untuk melakukan verifikasi data kependudukan. “Kementerian hanya memberikan hak akses untuk verifikasi data,” tutur Zudan.

Menurut dia, pemberian hak akses verifikasi data berbeda dengan memberikan data kependudukan ke perusahaan swasta. Pemberian hak akses verifikasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Pemberian akses verifikasi diperkenankan demi keperluan pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, serta penegakan hukum dan pencegahan tindak kriminal.

Zudan juga menjelaskan bahwa pemerintah memiliki perjanjian kerja sama dengan 13 perusahaan swasta. Beberapa di antaranya adalah PT Pendanaan Teknologi Nusa, PT Digital Alpha Indonesia, dan PT Ammana Fintek Syariah yang bergerak pada layanan pinjaman online. Akses verifikasi data diberikan kepada perusahaan-perusahaan itu untuk mencegah kejahatan dalam proses pinjaman.

Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, Wahyudi Djafar, menyatakan RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi penting karena banyaknya kasus kebocoran data. Keberadaan undang-undang ini juga berguna untuk mencegah penyalahgunaan data, penipuan, dan pemalsuan data pribadi.

RUU Perlindungan Data Pribadi nanti akan berisi aturan tentang tanggung jawab pemerintah dan pihak swasta dalam mengelola data pribadi serta mengatur sanksi pidana. Namun, Wahyudi berpendapat, RUU Perlindungan Data Pribadi tidak perlu mengatur sanksi pidana. “Sanksi pidana cukup menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik. RUU PDP bisa memuat sanksi administrasi dan denda, seperti negara lain,” tutur dia.

BUDIARTI UTAMI PUTRI | EGI ADYATAMA | AVIT HIDAYAT

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Dewan Prioritaskan Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus