Dada kanannya berlubang tertembus pelor. Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung itu akhirnya roboh di tengah kerumunan rekan-rekannya. M. Yusuf Rizal, sang mahasiswa, hanya menyisakan pakaian terakhirnya. Selembar uang sepuluh ribuan masih terselip di dalam saku bajunya. "Hati saya perih dengan kejadian Yun Hap dan seperti tak percaya hal itu menimpa anak sendiri," kata Nurmila, ibu Rizal.
Bedil aparat menyalak menyusul aksi gabungan mahasiswa Universitas Bandarlampung, Universitas Lampung, dan aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) di Bandarlampung, pekan silam. Suasana tegang sudah tercium sejak mereka mendatangi Markas Koramil 410-06 Kedaton, Bandarlampung, sekitar pukul 9.30. Mereka menuntut agar Komandan Koramil membuat pernyataan mencabut dwifungsi ABRI dan RUU Penanggulan Keadaan Bahaya.
Walau dipagari portal, massa berhasil menerobos masuk ke markas tentara itu. Mereka lalu menurunkan bendera setengah tiang sebagai belasungkawa atas tewasnya Yun Hap beberapa hari sebelumnya akibat berondongan pelor aparat di kawasan Semanggi, Jakarta. Tapi tuntutan mereka gagal. Mereka lantas melanjutkan aksi ke Markas Korem Garuda Hitam. Tiba-tiba, dari belakang massa, sebongkah batu melayang. Bentrok pun pecah.
Menurut Danramil 410-06 Kedaton Bandarlampung, Letnan Satu Inf. Munawir, bentrokan itu timbul setelah seorang aktivis PRD memancing massa untuk melakukan perusakan. Karena makin beringas, aparat di belakang markas Koramil melepaskan tembakan peringatan. Massa pun kocar-kacir. Munawir dan anak buah hanya diam di dalam, mengamankan markas. "Saya tidak tahu apa-apa lagi setelah itu. Saya sibuk melihat kaca jendela yang pecah," katanya.
Lain halnya menurut Mujamil, salah satu korban. Aparat Koramil yang berdiri di samping kuburan Koramil itulah yang menembaki mahasiswa. Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 10.30. "Satu jam kemudian pasukan pengendali massa dari kepolisian datang," kata Mujamil ketika ditemui TEMPO di Rumah Sakit Advent. Mahasiswa berlarian menyelamatkan diri ke Kampus Universitas Bandarlampung dan IAIN Radin Intan.
Tapi, Rizal tetap nekat. Berkemeja cokelat dengan kancing terbuka, ia malah berdiri di atas trotoar di depan IAIN yang berhadapan dengan Koramil. Seraya berteriak, aparat ditantang. "Ayo, ayo, tembak gua. Tembak gua …." Dor, Rizal roboh. Batu dalam genggaman tangannya terlepas. Selain Rizal, 21 tahun, puluhan mahasiswa terkapar di beberapa rumah sakit, termasuk Saidatul Fitriah yang masih koma.
Siapa pelaku penembakan memang belum jelas benar. Dari pemeriksaan yang dilakukan Detasemen Polisi Militer (Denpom) Lampung terhadap delapan orang anggota Koramil, terdapat tiga orang yang dicurigai sebagai pelaku—terutama yang posisinya paling dekat dengan posisi Rizal. Sejak peristiwa itu, Koramil dijaga ketat pasukan dari Denpom.
Ulah aparat juga patut disidik. Menurut Tim Pencari Fakta 28 September, yang terdiri dari dosen, mahasiswa, dan Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung, aparat makin brutal setelah tembakan meletus dan tambahan pasukan datang. Mereka berhamburan masuk ke Kampus Universitas Bandarlampung sambil menembak dan melemparkan gas air mata ke seluruh ruangan yang dilewati.
Irfan Budiman, Fadilasari (Bandarlampung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini