Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menunggu di Babak Pemanasan

Pergantian Kapolri mungkin menunggu Komisi Kepolisian. Aura persaingan terus menghangat.

28 Februari 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MOBIL Jaguar keluaran terbaru itu perlahan memasuki halaman kantor Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Setelah parkir di depan pintu utama, pengemudinya langsung menuju kamar kerja Kepala Polda, Inspektur Jenderal Sutanto. Tanpa mengenalkan diri, ia mengulurkan kunci kontak kepada seorang ajudan di sana. "Mobil ini untuk Kapolda," kata pria misterius itu, yang segera berlalu tanpa menanti jawaban.

Tinggallah sang ajudan terbengong-bengong. Dia belum lupa, "bos"-nya baru saja mewanti-wanti menolak segala pemberian, dari siapa pun. Tapi, pilihan lainnya apa? Akhirnya, dengan sedikit cemas, ia menghadap Kapolda untuk menyerahkan "kunci panas" itu. Reaksi Sutanto bisa ditebak. Perwira tinggi yang biasanya kalem dan pendiam itu murka besar.

"Bapak tidak mau menerima, dan memerintahkan ajudan segera mengembalikan mobil itu," tutur sumber Tempo di Surabaya, pekan lalu. Sumber yang pernah dekat dengan Sutanto ketika menjabat Kapolda Jawa Timur, 2001-2002, ini memang tak pernah melupakan kejadian awal 2001 itu. Dan hari-hari ini, kenangannya kembali terungkit ketika nama Sutanto disebut-sebut sebagai kandidat terkuat calon Kepala Kepolisian RI (Kapolri) yang baru. "Dia lurus, tegas, dan tidak plin-plan," katanya.

Nama Sutanto, yang kini menjabat Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan (Lemdiklat) Polri, biasa dikaitkan dengan reputasi yang bersih. Pangkatnya memang masih bintang dua, tetapi ia dianggap mampu bersaing ketat dengan dua jenderal bintang tiga, yakni Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Adang Dorodjatun dan Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Makbul Padmanagara. Satu sumber di Mabes Polri mengungkapkan, ketiga nama itulah yang kini banyak disebut-sebut berpeluang kuat.

Ketiganya dianggap memenuhi syarat seperti yang tertera dalam Undang-Undang tentang Kepolisian Negara (Undang-Undang No. 2/2002), yakni calon Kapolri adalah perwira tinggi aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan. Di luar ketiganya, beredar pula nama lain seperti Komjen Suyitno Landung (Kepala Badan Reserse dan Kriminal), Komjen Insmerda Lebang (Kepala Badan Pembinaan dan Keamanan), Irjen Firman Gani (Kapolda Metro Jaya), dan Irjen Farouk Muhammad (Gubernur PTIK).

Sebagai perwira tinggi berbintang dua, posisi Sutanto memang belum sepenuhnya mantap. Klausul "dengan memperhatikan jenjang kepangkatan" pada aturan tersebut bisa saja digunakan menghadang peluangnya. Seorang perwira tinggi di Mabes Polri menyatakan kalangan bintang tiga merasa enggan jika "adik kelas" itu yang kelak memegang tampuk pimpinan. "Umumnya mereka berupaya agar Sutanto tak tampil sebagai Kapolri," kata perwira yang tak bersedia diungkap namanya itu.

Cerita ketidakserasian antarperwira itu bahkan terendus hingga ke gedung wakil rakyat di Senayan. Djoko Edhi Abdulrahman, anggota Komisi III, menengarai kursi Kapolri kini tengah dijadikan medan perebutan antara kalangan perwira bintang tiga dan dua. "Bintang tiga masih ingin menitipkan Pak Adang sebagai Kapolri," katanya. Persaingan itu juga terasakan dari gencarnya lobi yang dilakukan semua kandidat terhadap anggota Komisi III DPR. Maklum, lembaga inilah yang kelak melakukan fit and proper test terhadap calon Kepala Polri.

Tapi, Ketua DPR Agung Laksono segera membantah. "Tidak ada kegiatan politis seperti itu," katanya kepada wartawan. Sebaliknya, Djoko menyatakan, selain lobi para kandidat, banyak pula cukong judi yang mencoba-coba mendekati wakil rakyat. Mereka tak ingin petinggi polisi yang naik adalah sosok yang tidak bisa diajak main mata. "Mereka sudah mulai mendekati anggota DPR untuk menggagalkan calon tertentu," kata Djoko.

Seluruh "keramaian" itu sebetulnya ibarat cabang dan ranting belaka dari lakon utama yang babak awalnya kini tengah dimainkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar. Sebab, nasib calon kandidat sedikit-banyak bergantung pada kedua pejabat itu. Memang, berdasarkan Undang-Undang Kepolisian disebutkan Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 11). Tapi tata cara mengenai pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diatur dengan keputusan presiden. Namun, hingga pekan lalu keppres itu belum muncul.

Berdasarkan kebiasaan, Kapolri menyiapkan nama-nama calon untuk diserahkan kepada Presiden jika diminta sewaktu-waktu. Pekan lalu, Kapolri Jenderal Da'i Bachtiar menyatakan Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti) telah menggelar rapat guna menyeleksi nama-nama calon Kapolri. Mereka yang masuk penjaringan adalah para perwira bintang tiga dan bintang dua. Hasilnya? Da'i enggan buka mulut. Dia beralasan peraturan tentang pengangkatan dan pemberhentian Kapolri belum ditandatangani Presiden. "Tetapi, yang pasti, (calon) lebih dari satu," katanya.

Da'i seperti ingin menegaskan, bola kini di tangan Presiden. Hingga kini tak jelas kenapa Presiden belum juga mengeluarkan perintah kepada Kapolri. Juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, menyatakan tidak mengetahui apakah dalam penentuan Kapolri baru nanti Presiden akan mengacu pada usulan Wanjakti atau menunggu saran dari Komisi Kepolisian Nasional, yang juga belum terbentuk.

Yang muncul dari Presiden justru agar Kapolri segera mengusulkan 12 nama untuk dipilih menjadi anggota Komisi Kepolisian. Dari selusin nama tokoh masyarakat dan akademisi itu akan dipilih enam orang. Merekalah yang akan bergabung dengan tiga wakil pemerintah dan duduk dalam komisi. Dalam undang-undang disebutkan, salah satu tugas komisi itu adalah memberikan pertimbangan mengenai calon Kapolri.

Menurut Djoko Edhi Abdulrahman, Presiden memang terkesan ingin bermain cantik dengan membentuk komisi. Padahal, menurut politisi dari Partai Amanat Nasional itu, dengan hak prerogatifnya Presiden bisa langsung memerintahkan Kapolri menyiapkan satu nama calon Kapolri. Namun, menunggu pembentukan Komisi Kepolisian bisa jadi demi meredam ketegangan antarkelompok.

Pengamat kepolisian Adrianus Meliala termasuk yang setuju menunggu terbentuknya Komisi Kepolisian. "Mungkin saja nanti komisi akan mengajukan nama-nama yang bisa meneduhkan suasana," katanya. Dia maklum, membentuk komisi butuh waktu. "Tetapi saya berharap, dalam dua bulan ke depan komisi sudah harus terbentuk," katanya.

Selain menyiapkan personel komisi, Da'i Bachtiar mengaku tengah melakukan penataan jabatan di lingkungannya dengan mengganti pimpinan di beberapa lembaga tinggi Polri. "Siapa pun (kena), termasuk Pak Tanto," tuturnya. "Jadi, penataan berlaku bagi orang-orang yang jika sewaktu-waktu dibutuhkan sebagai calon (Kapolri) dia sudah siap," ujarnya kepada Ahmad Fikri dari Tempo.

Sumber Tempo di kepolisian mengungkapkan, dalam penataan itu Sutanto bakal menggantikan Makbul sebagai Kepala BNN. Dengan demikian, lulusan terbaik Akpol 1973 itu bakal mendapat tambahan satu bintang. Sebelumnya beredar kabar, Sutanto akan di-bintangtiga-kan dengan menunjuknya sebagai Wakil Gubernur Lemhannas. "Tetapi kemudian muncul pendapat sebaiknya Tanto tetap di kepolisian," ujar sumber itu. Sebagai gantinya, jabatan Wakil Gubernur Lemhannas akan diserahkan kepada Komjen Insmerda Lebang. Makbul akan digeser menjadi Kabareskrim, menggantikan Suyitno Landung yang akan menduduki posisi yang ditinggalkan Lebang.

Kini, semua seperti hanya bisa menunggu. Sutanto, yang dihubungi dua pekan lalu, tak berkata banyak mengenai peluangnya. "Semua terserah pimpinan," katanya lewat telepon seluler. Begitu pula Makbul, yang memilih bersikap tenang. "Saya enggak tahu-menahu. Saya sendiri enggak mau ge-er," katanya kepada wartawan Tempo, Maria Ulfah. Adang Dorodjatun belum dapat dimintai komentarnya. Namanya juga baru "babak pemanasan", yang paling jelas cuma satu: menunggu.

Tulus Wijanarko, Marta Warta, Nurlis Meuko, Kukuh S. Wibowo (Jawa Timur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus