Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Di sini juga ikut gerah

Di indonesia perang teluk membuat aparat keamanan memperketat penjagaan dan menegaskan bahwa perang teluk bukan perang antaragama. pemberangkatan jemaah haji di tangguhkan. nasib tki erkatung-katung.

2 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GERAH Perang Teluk makin terasa di Indonesia. Tak hanya di Jakarta, tapi sampai ke daerah. Pemda Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, sempat dibikin sibuk Selasa dan Rabu minggu lalu. Mereka harus berhalo-halo dengan mobil berpengeras suara di Mataram dan beberapa kota lainnya, untuk menegaskan bahwa Perang Teluk bukan perang antaragama, dan masyarakat jangan terpancing isu yang menyesatkan. Kegiatan ini dianggap perlu dilakukan karena hari Selasa itu ditemukan selebaran gelap di beberapa kecamatan untuk mendukung Saddam Hussein. Selain itu, ada juga coretan-coretan bernada sama di gardu PLN dan bemo-bemo di dalam Kota Mataram. Surat kaleng serupa juga sampai di Medan, Senin minggu lalu. Kali ini tujuannya lebih jelas: Konsulat Jepang di kota itu. Maksud surat dalam bahasa Inggris itu pemerintah Jepang agar mencabut dukungannya pada pasukan Sekutu. Pencabutan itu harus termuat pada beberapa harian terbitan Medan lima hari sesudah surat diterima. Kalau tidak, semua pegawai konsulat dan warga Jepang di Sumatera Utara akan dihabisi. Rupanya, ini hanya gertak sambal saja. Sampai batas waktu yang ditetapkan, tidak terjadi suatu hal pun, padahal tuntutan tidak dipenuhi. Aksi-aksi seperti ini rupanya membuat aparat keamanan merasa perlu memperketat penjagaan. Mereka, misalnya, mengamankan konsulat Amerika di Medan yang kedatangan lima pemuda, dua minggu lalu. Anak-anak muda yang datang dengan sopan ini akhirnya meninggalkan pesan perdamaian pada pegawai konsulat. Serombongan anak muda lebih "agresif" beraksi di Kedubes Amerika di Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa minggu lalu. Sekitar 25 pemuda yang menamakan dirinya Komite Aksi Anti-Perang Indonesia mendatangi Kedubes. Mereka menancapkan karangan bunga dukacita di pagar besi dan menggelar spanduk merah besar. Yang lain mengacungkan poster yang dibawa sambil berteriak mengkritik kebijaksanaan Presiden Bush. Unjuk rasa ini sudah diberitahukan lebih dahulu lewat selebaran sehingga puluhan polisi sudah menanti kedatangan para pemuda yang mengaku terdiri dari mahasiswa, santri, buruh, dan seniman. Seorang wakil diterima oleh sekretaris bidang politik, John M. Koenig. Petisi mereka diterima dan dijanjikan akan disampaikan kepada Bush. Rombongan segera bubar dan sempat mampir sebentar di kantor Bank of America. Kerugian lebih nyata dari Perang Teluk ini dialami oleh beberapa sektor lain. Kepada harian Media Indonesia, Sekjen Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia Jusuf Abdullah mengatakan, wisatawan yang datang ke Indonesia menurun sampai 30 persen dalam dua bulan terakhir. Perusahaan penerbangan Garuda juga merasakan imbasnya. Jadwal penerbangan ke Eropa terpaksa dikurangi dari 14 menjadi 10 kali, sedangkan penerbangan dari dan ke Timur Tengah disetop total. Akibatnya setiap minggu mereka rugi sampai Rp 5 milyar. Pemasukan negara dari jemaah haji pun tampaknya akan menurun. Menurut Menteri Agama Munawir Sjadzali, sampai saat ini, baru tujuh ribu calon jemaah haji yang terdaftar, padahal tahun lalu jumlahnya pada saat yang sama sudah sampai 22 ribu orang. Jumlah semua jemaah haji yang berangkat tahun lalu mencapai 82 ribu orang yang terbagi dalam 200 kloter. Bahkan, Munawir melanjutkan, ada kemungkinan pemberangkatan haji tahun ini ditangguhkan bila Perang Teluk tidak selesai dalam waktu dekat. Kemungkinan ini makin jelas karena sejak perang meletus, beberapa bandara di Arab Saudi ditutup. Misalnya, Bandara Riyadh. Tidak ada pesawat yang masuk dan bisa digunakan untuk melayani penumpang yang akan meninggalkan Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya. Karena itulah, warga negara Indonesia yang masih tertinggal di sana mengalami kesulitan pulang ke Tanah Air. Memang, Sabtu minggu lalu, empat lokal staf dan seorang home staff KBRI Yordania tiba di Bandara Soekarno-Hatta. Tapi, kepulangan staf KBRI terakhir itu tidaklah mulus. Mereka sempat tertahan dua hari di Kairo karena tidak ada pesawat. Akhirnya, mereka bisa menumpang pesawat Mesir ke Bangkok, dan dari sana ke Jakarta. Hal demikian juga dialami oleh keluarga KBRI Riyadh. Sampai kini, Bandara Riyadh masih tertutup untuk semua penerbangan, padahal masih banyak keluarga staf KBRI yang harus dievakuasi ke Tanah Air. Untunglah, ada tawaran dari angkatan udara Singapura. Pesawat Hercules mereka, yang mengangkut tim medis ke Arab Saudi, akan kembali dalam keadaan kosong. Jadi, 46 warga Indonesia bisa diangkut sampai Singapura. Namun, yang lebih terkatung-katung adalah nasib TKI di negara-negara Teluk. "Sejak perang meletus, belum ada TKI yang pulang," kata Soeramsihono, Kepala Pusat Antar-Kerja Antar-Negara (AKAN) kepada Reza Rohadian dari TEMPO. Padahal, ada puluhan ribu TKI dan TKW di sana. Menurut Kemal Idris Muqni, Dirut PT Putra Pertiwi -- yang mengirim tenaga perawat ke Arab Saudi -- ada 107 perawat laki-laki dan wanita di delapan kota Arab Saudi. Upaya penarikan mereka dari kota dekat perbatasan Kuwait belum bisa terlaksana sampai kini. Berita bahwa sejumlah TKI yang bekerja sebagai sopir ternyata ditugasi mengangkut tentara sekutu ke perbatasan Kuwait sempat menimbulkan sejumlah protes di sini. Mereka dianggap memberi bantuan kepada pasukan Sekutu. Menurut Wakil Dubes RI di Riyadh, Irawan Abidin, 200 orang dari 350 sopir Indonesia yang bekerja di Saudi Arabian Public Transport Company (SAPT Co.) memang ditugasi mengangkut pasukan Sekutu, tapi tidak sampai ke medan perang. "Mereka melakukan itu sesuai dengan kontrak. Sopir kan harus disiplin, dan umumnya sopir Indonesia menjadi contoh bagi warga negara lain karena taat," kata Irawan. Diah Purnomowati, Supriyanto Khafid, Irwan E. Siregar dan Siti Nurbaiti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus