Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mencari payung umat

Jabatan rais am nu yang kosong, tugas, kewenangan dan tanggung jawab untuk sementara dibebankan kepada wakil rais am. calon penggantinya akan diputuskan dalam rapat pengurus syiriah dan tanfiziah.

2 Februari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA calon pengganti Rais Am Nahdlatul Ulama, K.H. Achmad Siddiq, yang pekan silam berpulang ke rahmatullah? Terpilih sebagai rais am untuk kedua kalinya dalam muktamar Yogyakarta pada 1989, Kiai Achmad meninggalkan sisa empat tahun masa baktinya sampai 1994. "Saat ini sulit mencari figur seperti beliau," kata K.H. Sahal Mahfudz, seorang di antara 12 rais Syuriah PB NU. Pengasuh pondok pesantren Maslahul Huda, Desa Kayen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, ini mengajukan persyaratan ketokohan seorang rais. Ia harus memiliki wawasan keagamaan dan sosial politik yang luas, bisa diterima oleh massa NU, bisa jadi payung umat, netral, sementara hubungan ke atas dan ke samping berjalan baik. Kriteria lain disebutkan oleh Wakil Rais Am K.H. Ali Yafie: pengabdiannya cukup lama, punya integritas kemasyarakatan, kualitas kesalehannya tak diragukan, kultur sebagai kiai tradisional juga menonjol. Repotnya, untuk mengganti rais am yang wafat sebelum habis masa jabatannya, rujukannya belum jelas. Dalam sejarah NU, pernah dua kali terjadi kasus seperti itu. Pertama, ketika K.H. Abdul Wahab Chasbullah wafat, otomatis ia digantikan oleh Wakil Rais Am, K.H. Bisri Syansuri. Kedua, ketika Kiai Bisri wafat, penggantinya bukan Wakil Rais Am K.H. Anwar Musyaddad, melainkan K.H. Ali Ma'shum yang justru di luar jajaran rais. Konon, sebabnya karena Kiai Anwar tak punya pesantren. Mekanisme untuk menentukan pengganti rais am sebenarnya kini sudah ada. Yaitu pasal 25 Anggaran Dasar NU: "Apabila terjadi lowongan jabatan antarwaktu, maka lowongan tersebut diisi oleh anggota pengurus yang berada dalam urutan langsung di bawahnya. Apabila pengurus yang berada langsung di bawahnya tidak ada, maka diisi o]eh pejabat sementara yang ditetapkan dalam rapat pleno sampai diselenggarakannya muktamar atau konperensi." Bila pasal itu diikuti, otomatis Wakil Rais Am K.H. Ali Yafie, 63 tahun, naik menjadi rais am. Namun, menurut K.H. Ma'ruf Amin, Katib (sekretaris) Syuriah PB NU, ketentuan tersebut sifatnya umum sekali, tidak secara khusus mengatur jabatan rais am hingga tidak mutlak diberlakukan. Semua tergantung ijmak (kesepakatan) apakah lowongan itu perlu diisi atau dibiarkan kosong. Menurut Ma'ruf, kedudukan 12 rais Syuriah itu sama hingga bisa saja salah seorang di antara 12 rais tersebut yang dipilih. Tapi, Ma'ruf Amin tidak mengesampingkan kemungkinan terjadinya kesepakatan membiarkan jabatan itu kosong. Dalam keadaan status quo demikian, tugas, kewenangan dan tanggung jawab rais am untuk sementara dibebankan kepada wakil rais am. Dia tetap wakil rais am, tapi menjalankan fungsi sebagai rais am. Sampai kapan? "Sampai diputuskan dalam forum yang lebih tinggi. Yang terdekat ialah musyawarah nasional alim ulama NU sekitar 1992 mendatang yang diselenggarakan pada paruh periode kepemimpinan setelah muktamar," katanya. Usai pemakaman K.H. Achmad Siddiq minggu lalu, konon sudah ada usaha membuat ikrar di antara pengurus Syuriah dan Tanfiziah PB NU yang menetapkan K.H. Ali Yafie sebagai rais am yang baru. Tapi urung, konon, karena Ali Yafie minta agar pengangkatannya dikukuhkan dalam forum PB NU. Ini bisa dimaklumi karena belakangan ini terdengar bisik-bisik yang mempersoalkan kapasitas Ali Yafie. Malah ada yang menyebutkan, dia tidak punya basis pesantren. Selain itu, ditiupkan juga bisik-bisik bahwa ada ketidakserasian antara Ali Yafie dan Ketua Tanfiziah PB NU, K.H. Abdurrahman Wahid. Yafie tidak duduk dalam BPR Nusumma yang digalakkan Gus Dur. Ia aktif dalam ICMI, Gus Dur menolak duduk dalam organisasi cendekiawan muslim itu. Yafie, yang dekat dengan K.H. Idham Chalid, tokoh NU dari "kubu politik" itu, menandatangani pernyataan Kelompok 21 yang mencalonkan Pak Harto kembali sebagai presiden, sementara Gus Dur tak setuju adanya kebulatan tekad semacam itu. Namun, kans buat Ali Yafie tampaknya cukup besar. Salah seorang ketua PB NU, H. Mahbub Djunaidi, menilai dia calon yang baik. "Bahwa dia dari Sulawesi Selatan, itu tak jadi soal. Dulu Idham Chalid juga bukan dari Jawa Tengah atau Jawa Timur. Ia dari Kalimantan Selatan. Lagi pula, NU tidak mengenal golongan, latar belakang, atau asal daerah sang calon," katanya. "Dan tak benar Kiai Ali Yafie tidak punya pesantren. Pesantrennya di Donggala, dan besar," katanya. Justru Ali Yafie yang asal Sulawesi Selatan sebagai rais am, menurut K.H. Yusuf Hasyim, salah seorang Rais Syuriah NU, merupakan sejarah baru dalam NU. Pengasuh pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, ini menilai Yafie layak menduduki jabatan tersebut. "Ia sangat alim, ahli fikih, dan tasawufnya cukup tinggi," katanya. Kalau Ali Yafie menolak, mungkinkah Yusuf Hasyim yang akan muncul? "Saya kira orang tahu kalau saya ini koboi dan masih begundalan," katanya sambil ngakak. Ali Yafie sendiri berusaha berendah diri. "Kans saya tipis karena persyaratan saya kurang. Saya kan tahu diri. Masih banyak tokoh yang lebih pantas," katanya. Ia menunjuk, misalnya, K.H. Sahal Mahfudz. Dalam muktamar Yogyakarta 1989 lalu, selisih perolehan suara antara Ali Yafie dan Sahal Mahfudz cukup besar: 202 berbanding 100. Belakangan, nama Idham Chalid juga disebut-sebut sebagai calon rais am. Dalam pemilihan rais am di Muktamar Yogya, Idham meraih peringkat kedua, mengumpulkan 116, di bawah Kiai Siddiq yang 188. "Dari segi historis, beliau cukup kuat," kata Ali Yafie. Idham, meski masih duduk dalam jajaran mustasyar, sudah jarang menghadiri rapat-rapat PB NU. Dalam usia 69 tahun, bekas ketua MPR/DPR dan ketua PB NU yang tangguh ini sekarang mengidap banyak penyakit. Ia kini lebih banyak di rumah, menghabiskan waktunya mendalami tasawuf. Rapat pengurus Syuriah dan Tanfiziah PB NU untuk memutuskan hal ini, kabarnya, akan diselenggarakan dalam pekan-pekan ini. Wahyu Muryadi, B. Amaruddin dan Kelik M. Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus