Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Dimana Air Bagaikan Emas

Beberapa wilayah pesisir timur Sumatera, Riau, Bagan Siapiapi sejak lama kesulitan air, kecuali karyawan Pertamina dan Caltex di Dumai yang memiliki instalasi air bersih sendiri.(dh)

24 Maret 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDONESIA dikhawatirkan harus mengimpor air bersih 25 tahun mendatang. Tapi sementara Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Emil Salim memperingatkan hal itu di depan para pencinta alam di Sala dua pekan lalu, banyak daerah di Sumatera sudah sejak lama kesulitan air. Sekalipun penduduk di sana tak pernah mengusik apa sebabnya. Daerah itu antaranya kota pelabuhan samudera dan salah satu pusat kegiatan perminyakan Dumai. Juga Bagansiapi-api. Di samping beberapa kecamatan lain di pesisir timur Sumatera yang termasuk Propinsi Riau. Kedudukan Dumai sebagai kota pelabuhan samudera berkaitan dengan kegiatan perusahaan Pertamina dan Caltex yang bergerak di bidang perminyakan. Kedua perusahaan ini, termasuk kehidupan sehari-hari karyawannya, tak pernah pusing dalam urusan air bersih. Sebab keduanya mempunyai penyulingan air sendiri dari sungai yang ada di daerah itu. Pertamina misalnya mempunyai instalasi penyulingan Sungai Rokan yang mampu menyediakan air bersih sampai 4000 M3 sehari. Tak demikian halnya penduduk yang tak bernaung di bawah kedua perusahaan itu. "Air di sini bagaikan emas," ucap Saman salah seorang di antara 40 ribu penduduk di sana. Tentu saja itu hanya urusan bermisal-misal. Maksudnya yang jelas adalah: seperti halnya penduduk Pontianak di Kalimantan Barat warga Dumai sudah biasa menadahkan ember ke langit dalam perkara mencari air ini. Kalau kebetulan hujan tidak turun? Saman termasuk salah seorang di antara pedagang air. Dan itu didapatnya dari sumur pompa milik pelabuhan. Ia menjual air dengan harga tidak tetap. "Saya mencari keuntungan sekedar upah angkut saja, tapi modalnya jelas Rp 50 se-gerobak," katanya. Gerobak maksudnya adalah drum yang dibuat sedemikian rupa sehingga berbentuk gerobak. Terasa Berat Baik di Dumai, Bagansiapi-api, bahkan di beberapa tempat lain di daerah Riau penduduk bukannya tidak mengenal sumur. Apa hendak dikata airnya seperti bergetah. Jangankan untuk minum untuk mandi pun banyak orang segan memakainya. Di Dumai kesulitan air bersih disebut banyak penduduk sejak "puluhan tahun lalu." Tak demikian halnya di Bagansiapi-api. Sampai 1960 air ledeng masih dikenal. Itu disalurkan oleh pipa-pipa air dari instalasi peninggalan Belanda. Pipa-pipa itu sudah tua. Air itupun kemudian lenyap. Tak adakah usaha pemerintah memperbaikinya? Satu tim dari propinsi pernah mengadakan penelitian untuk itu. Biaya Rp 400 juta pun disebut-sebut sebagai angka yang diperlukan apabila perbaikan itu dilaksanakan. Namun paling tidak Camat Bangko yang berkedudukan di Bagansiapi-api, drs Aswin Yakub, tidak tahu kapan rencana pemerintah propinsi itu bakal dilaksanakan. Dan Aswin bahkan berkata datar: "Angka Rp 400 juta itu mungkin masih terasa berat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus