Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TAK seperti biasanya, belasan polisi sibuk berjaga di gerbang Markas Besar Kepolisian RI, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa pagi pekan lalu. Mereka menunggu Komisaris Jenderal Susno Duadji. Markas Besar menjadwalkan pemeriksaan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal itu sebagai saksi kasus rekayasa penggelapan pajak, dengan tersangka Gayus Tambunan.
Susno sedianya diperiksa pada pukul sepuluh. Seperempat jam sebelum jadwal, sejumlah polisi terlihat kocar-kacir. Petugas intel, juga wartawan, berlarian menuju belakang gedung ruang rapat utama, tempat Kepala Kepolisian dan wakilnya berkantor. Rupanya, tiga mobil rombongan Susno dan pengacaranya menyelinap ke sana. ”Mau sowan dulu,” kata Zul Armain Aziz, pengacara Susno. Kepala Kepolisian Jenderal Bambang Hendarso Danuri tak berada di kantor. Wakilnya, Komisaris Jenderal Jusuf Manggabarani, pun tak bisa ditemui. Susno dan pengacaranya melenggang keluar dari pintu kecil di sisi gedung, dan menyeberang masuk gedung Badan Reserse. Di situlah dia diperiksa pada Selasa hingga Kamis pekan lalu.
Padahal Gayus Tambunan dan tersangka lain, termasuk Sjahril Djohan, bekas diplomat yang dituduh Susno makelar kasus besar di kepolisian, diperiksa di gedung ruang rapat utama, yang lebih nyaman. Komisaris Besar Zainuri Lubis, Wakil Kepala Divisi Humas Kepolisian, membantah ada diskriminasi pada Susno. ”Selama masih diperiksa di kantor polisi, sama saja,” katanya.
TAK seperti biasanya, Susno Duadji mengendalikan pernyataannya sepanjang pekan lalu. Tak ada pernyataan panas seperti pada pekan-pekan sebelumnya. Meledakkan praktek rekayasa kasus pajak Gayus yang melibatkan sejumlah perwira kepolisian, sejak bulan lalu, ia kini lebih berhati-hati memilih kata.
Setiap kali dicegat wartawan, baik sebelum maupun sesudah diperiksa, Susno hanya menebar senyum. Beberapa kali ia justru memuji penyidik dari tim independen pimpinan Inspektur Jenderal Mathius Salempang, yang dikatakannya ”profesional”.
Tiga hari diperiksa tim independen, sumber Tempo menuturkan, Susno ditanya dua hal utama. Pertama, rekayasa kasus yang membebaskan Gayus dari dakwaan pencucian uang. Kedua, rekayasa kasus pada PT Salmah Arowana Lestari yang, menurut Susno, juga melibatkan makelar yang sama.
Pada hari terakhir, ia dikonfrontasikan dengan berita acara pemeriksaan Sjahril Djohan, yang ia tuduh makelar pada kasus PT Salmah. Dalam berita acara pemeriksaan, yang tampaknya ”dibocorkan” ke wartawan, Sjahril dikutip mengatakan pernah memberikan Rp 500 juta kepada Susno di rumahnya, Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Dengan pemberian itu, Susno diharapkan mau menguntungkan kepentingan klien Haposan Hutagalung, kolega Sjahril, yang juga menjadi tersangka rekayasa kasus. Dituduh sana-sini, Susno melunak. Menurut Henry Yosodiningrat, pengacara Susno, kliennya tidak ingin berpolemik di luar agar masalah tidak melebar ke mana-mana.
Ari Yusuf Amir, juga penasihat hukum Susno, mengatakan bahwa pemeriksaan ”sudah sesuai jalurnya” sehingga ”tidak perlu lagi bicara di luar”. Toh, muncul informasi lain: Susno melunak karena pendekatan sejumlah tokoh, termasuk Kepala Badan Intelijen Negara Sutanto.
Dua-tiga pekan lalu, menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane, mantan Kepala Kepolisian itu memanggil Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Gorries Mere; mantan Direktur Narkoba Badan Reserse Kriminal Brigadir Jenderal Indradi Thanos; serta Hermawan Sulistyo, yang pernah menjadi penasihat ahli Sutanto. Mereka diminta menjadi jembatan untuk mengakhiri konflik antara Kepala Kepolisian Bambang Hendarso Danuri dan Susno Duadji. ”Agar perang bintang di Markas Besar Polri berakhir,” kata Neta.
Konflik internal membara setelah Susno dicopot dari jabatan Kepala Badan Reserse Kriminal, menjelang akhir tahun lalu. Ia dianggap bertanggung jawab atas konflik antara kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Konflik ini memicu tekanan publik, sehingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk tim independen pencari fakta. Tim ini merekomendasi pencopotan Susno.
Menurut Neta, Gorries, Indradi, dan Hermawan lalu bergerilya mendekati Bambang Hendarso. Mereka juga melobi Susno secara terpisah. Dari penjajakan ini muncul beberapa skenario. Di antaranya, mencari cara menyelamatkan muka Susno dengan menempatkannya di Badan Intelijen Negara atau Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
Hermawan Sulistyo membenarkan informasi itu. Menurut dia, tim juga beranggotakan sejumlah perwira polisi lulusan Akademi Kepolisian 1977, seangkatan dengan Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Ito Sumardi, Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Brigadir Jenderal Untung S. Radjab, juga Susno Duadji.
Mereka berusaha menghubungi Susno dan mencoba mencari jalan tengah. Namun, ketika konflik Susno dan para koleganya di kepolisian semakin panas, komunikasi terputus. ”Mungkin takut tersadap berhubungan dengan Susno,” kata Hermawan.
Keterlibatan Sutanto meredam konflik menjadi penting. Sebab, kata Hermawan, ”Suara Pak Sutanto masih didengar Pak Susno.” Ketika Sutanto memimpin kepolisian, Susno menjabat Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat.
Indradi Thanos, yang dihubungi terpisah, tidak membantah ataupun membenarkan keterlibatannya dalam tim lobi. ”Silakan tanya ke Divisi Humas saja,” katanya. Sedangkan Wakil Kepala Divisi Humas Komisaris Besar Zainuri Lubis menjawab diplomatis. ”Yang senior membimbing adik-adik,” katanya.
Pada waktu pendekatan, Hermawan menjelaskan, Bambang Hendarso mengeluhkan aksi buka-bukaan Susno tentang makelar kasus. Kalau memang ada makelar, kata Hermawan menirukan Bambang, Susno tinggal tunjuk dan beri tahu ke dalam.
Tindakan Susno dinilai mengundang masuknya kepentingan luar. Lalu muncul ide memberikan konsesi kepada Susno. Ada yang mengusulkan Susno menjadi Ketua Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang kosong setelah ditinggalkan Didi Widayadi, juga pensiunan polisi. Ada pula usul agar Susno ditarik ke Lembaga Ketahanan Nasional atau kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Pensiun dua-tiga tahun lagi, Susno juga dicalonkan sebagai Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional. Ditanya soal usul agar Susno direkrut Badan Intelijen Negara, Hermawan tak berkomentar. ”No comment, deh, soal itu,” ujarnya. Adapun pengacara Susno, Ari Yusuf Amir, mengatakan tak pernah mendengar hal itu.
Bagaimanapun, Hermawan senang Susno mulai mengendurkan pernyataannya. ”Tampaknya dia bersedia cooling down,” kata pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian itu. Walhasil, setelah diperiksa tiga hari, status Susno tetap saksi. Padahal, keterangan tersangka lain, termasuk Sjahril, menyeret nama Susno dalam patgulipat penanganan kasus penggelapan pajak dan sengketa PT Salmah Arowana Lestari.
Budi Riza, Sunudyantoro, Setri Yasa, Sutji Decilya
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo