Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LAHAN dua belas hektare lebih itu dikelilingi tembok tiga meter dengan kawat berduri. Rumpun aur, rambutan, dan jati tumbuh di sekelilingnya. Tak ada papan nama, seorang petugas keamanan siaga di gerbang. ”Itu pabrik Pak Bahasyim,” kata Ria, yang tinggal di dekat lahan di Jalan Kebayunan, Leuwinanggung, Tapos, Jawa Barat, itu.
Bahasyim Assifie, yang disebut Ria, adalah bekas Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta. Hampir sebulan lalu, pria 58 tahun itu ditahan Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya. Rekening berisi Rp 70 miliar miliknya terdeteksi dan dicurigai oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Apalagi ia punya rumah dan mobil mewah, juga beberapa motor besar.
Bahasyim dituduh melakukan pencucian uang. Menurut data Pusat Pelaporan, hampir semua lalu lintas uang hanya berputar di antara satu perusahaan, tempat anak dan istrinya menjadi direktur. Yunus Husein, Kepala Pusat Pelaporan, mengatakan Bahasyim punya sejumlah usaha, tapi yang aktif cuma satu.
”Uangnya cuma keluar-masuk dari perusahaan ke rekening istri dan anak-anaknya, atau sebaliknya,” kata Yunus, tiga pekan lalu. Anehnya, keuntungan perusahaan itu melompat-lompat fantastis dalam waktu singkat. Perusahaan di Tapos itulah pusat perputaran uang.
Dari dokumen di kelurahan, surat keterangan domisili perusahaan dibuat pada 2005 dengan nama PT Tri Dharma. Surat itu diperpanjang tahun lalu. Dalam dokumen tertulis nama Kurniawan Ariefka sebagai direktur. Dia anak sulung Bahasyim. ”Pemegang sahamnya keluarga Bahasyim,” kata Jarkasih, Lurah Tapos.
Sejak pabriknya beroperasi lima tahun lalu, Kurniawan hanya sekali mengurus surat ke kelurahan. ”Dia pendiam, kayak ayahnya,” kata Jarkasih. Awalnya, perusahaan mempekerjakan belasan orang. Bahasyim rutin berkunjung setiap akhir pekan. Ia mengelilingi lahan menunggang Harley-Davidson.
Sejak kekayaan Bahasyim dipersoalkan, pabrik itu semakin tertutup. Jarkasih, yang datang bersama aparat desa, ditolak masuk. Kurniawan hanya menitipkan pesan melalui petugas keamanan: akan secepatnya datang ke kelurahan. Tapi, ”Sampai kini tak nongol juga,” kata Jarkasih.
Rohidin, Ketua RW di situ, menjelaskan tanah Bahasyim tersebar di sejumlah titik di desa itu. Semua dipagari tembok tinggi. Di lahan tempat pabrik, truk kontainer keluar-masuk siang-malam. Kabarnya, kendaraan itu mengangkut berton-ton ikan tongkol dan tuna untuk dimasukkan ke gudang penyimpanan. ”Pabrik ini semacam tempat transit,” kata seorang penduduk.
Sumber Tempo mengatakan Bahasyim aktif memutar uangnya melalui asuransi unit link. Produk gabungan asuransi dan investasi itu menjanjikan uang pertanggungan tinggi. ”Preminya Rp 750 juta hingga Rp 1 miliar untuk jangka waktu tertentu,” katanya.
Alih-alih mengejar keuntungan, Bahasyim menariknya sebelum jatuh tempo. Walhasil, uangnya terpotong denda. ”Tapi uangnya sudah bersih tercuci,” kata sumber itu. ”Ia tidak tahu, semua transaksinya terlacak.”
Pengacara Bahasyim, Denny Kailimang, tak bersedia menjelaskan apa pun ihwal pemeriksaan kliennya. Menurut dia, Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang melarang siapa pun, termasuk pengacara, penyidik, jaksa, dan tersangka, membeberkan hasil pemeriksaan. ”Semua akan terkuak di pengadilan,” katanya. Adapun juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar Boy Rafli Amar, mengatakan bahwa hasil penyidikan merupakan rahasia negara.
Dwidjo U. Maksum, Tia Hapsari
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo