Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Disabilitas Ganda Parabowling Berlaga di Asian Para Games 2018

Elsa Maris, penyandang disabilitas ganda yang mengukir prestasi gemilang akan bertanding di Asian Para Games 2018.

1 September 2018 | 09.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang siswa saat mengikuti lomba bowling di Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Jakarta, Jumat (29/7). Lomba diadakan dalam rangka menyambut Dirgahayu RI ke-66. Selain Bowling, diadakan juga lomba lainnya. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu cabang olahraga yang diunggulkan dalam ajang Asian Para Games 2018 adalah parabowling 10 pin. Salah satu atlet unggulan dari cabang olahraga ini adalah Elsa Maris.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perempuan penyandang disabilitas grahita dan tuli ini memiliki prestasi yang gemilang soal menggulirkan bola di atas track. Bulan lalu, Elsa Maris menempati posisi teratas di kejuaraan dunia Parabowling di Malaysia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dia mendulang empat medali emas di nomor single dan all event dengan lawan campuran, yaitu atlet laki-laki maupun perempuan," ujar pelatih parabowling Indonesia untuk Asian Para Games, Waluyo saat dihubungi Tempo, Kamis, 30 Agustus 2018.

Elsa Maris bermain bowling sejak usia 13 tahun dan pernah memperkuat tim bowling umum dari daerah asalnya di Palembang, Sumatera Selatan di Pekan Olahraga Nasional di Kalimantan 2008 dan Riau 2012. Perempuan 33 tahun ini banyak menyumbang medali dan mengalahkan beberapa atlet Pelatnas.

Elsa Maris juga kerap mendulang emas di kejuaraan internasional, seperti Ten Pin Bowling Championship dan Master Challenge Championship. Lantaran disabilitas yang dimilikinya tergolong cukup berat, Elsa sering dijadikan pemain cadangan.

"Pada pemeriksaan medis dan psikologis di tiga rumah sakit berbeda, yaitu Rumah Sakit Moewardi, Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret dan Rumah Sakit Jiwa Surakarta, menyatakan tingkat intelegensi Elsa tak lebih dari 41," ujar Waluyo.

Dalam pengelompokan tingkat intelegensi pada penyandang disabilitas grahita, angka 41 termasuk dalam kelompok debil. Pada kondisi ini, individu masih dapat berinteraksi namun tidak mampu secara akademik.

"Karena itu Elsa banyak dibantu oleh mamanya, seperti ketika mengambil makan atau berpakaian," ujar Waluyo. Namun, Elsa ternyata memiliki bakat lain di dunia bowling. Dia selalu menggunakan instingnya ketika bertanding.

Bagi Elsa, bowling adalah cinta pertamanya. Bagi dia, bermain bowling bukan sekadar bertanding, tapi sekaligus mencintai olahraga ini. "Dia bisa tidur sambil membawa bola bowling ke atas kasur," ucap Waluyo menirukan cerita dari mama Elsa Maris.

Elsa Maris berkenalan dengan olahraga Bowling saat diajak orang tuanya ke salah satu pusat perbelanjaan di Palembang, tempat di mana orang tuanya berjualan. Agar tidak bosan, ayah Elsa mengajaknya ke tempat bermainan bowling.

Mulanya Elsa Maris hanya melihat-lihat saja. Namun, lama-kelamaan dia tergoda untuk turut bermain. Pola permainannya tidak langsung bagus. Namun dengan latihan rutin, insting Elsa bekerja secara alami.

Beberapa pelatih bowling yang melihat bakat alami Elsa Maris kemudian mengajaknya ikut pertandingan bowling baik yang amatir maupun profesional. Karena memiliki insting yang bagus dan fokus pada satu sasaran, permainan dia dinilai stabil dan memiliki tenaga yang baik di antara atlet bowling lainnya. Di Asian Para Games 2018, Elsa masuk kategori TPB4 atau kualifikasi disabilitas intelektual.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus