Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Diwarnai Konflik, Rahardjo Diangkat Jadi Sultan Kasepuhan Cirebon

Rahardjo Djali diangkat menjadi Sultan di Keraton Kasepuhan Cirebon lewat Dewan Kelungguhan.

19 Agustus 2021 | 20.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Keraton Kasepuhan. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Cirebon – Rahardjo Djali diangkat menjadi Sultan di Keraton Kasepuhan Cirebon lewat Dewan Kelungguhan. Rahardjo Djali atau bergelar Sultan Aloeda II Keraton Kasepuhan merupakan buyut dari Pangeran Rajaningkrat. Namun di kubu lain, ada putra Sultan Sepuh XIII, Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin yang juga mengklaim berkuasa di Keraton Kasepuhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Proses pengangkatan sultan atau dikenal dengan istilah jumenengan dilakukan di Omah Kulon, salah satu bangunan yang ada di dalam Keraton Kasepuhan, Cirebon. Jumenengan dilakukan terbatas dan hanya di lingkungan keluarga pada Rabu, 18 Agustus 2021. “Untuk menjaga kesakralan,” ungkap Rahardjo, Kamis, 19 Agustus 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prosesi jumenengan juga diklaim telah memenuhi persyaratan sebagaimana Prabu Siliwangi mengangkat mbah Kuwu Cirebon, paman Sunan Gunung Jati, sebagai pimpinan di Cirebon. Yaitu terdiri dari keris, sebagai tanda kekuasaan, songsong atau payung sebagai pelindung dan umbul-umbul. Jumenengan Rahardjo dilakukan oleh Dewan Kelungguhan. Selanjutnya Rahardjo menyandang gelar Sultan Aloeda II Keraton Kasepuhan.

Konflik di Keraton Kasepuhan sudah terjadi sejak Sultan Sepuh XIV PRA Arief Natadiningrat sakit hingga mangkat pada 22 Juli 2020 lalu. Saat almarhum Sultan Sepuh XIII menjalani perawatan di rumah sakit, Rahardjo sempat datang ke keraton dan melakukan aksi gembok pintu Bangsal Dalem Arum Keraton Kasepuhan.

Setelah Sultan Sepuh XIII mangkat dan digantikan oleh sang anak, Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin, Rahardjo kemudian mengangkat dirinya sebagai polmak atau pelaksana tugas kesultanan Kasepuhan. “Kami tidak pernah menciptakan kegaduhan,” tegas Rahardjo. Menurut Rahardjo mereka menginginkan suksesi secara damai dan hanya ingin meluruskan sejarah. “Sebagai zuriyah dari Kanjeng Sunan Gunun Jati, kami berupaya meluruskan sejarah dan melakukan suksesi secara damai,” ungkap Rahardjo.

Saat ditanyakan langkah apa yang akan mereka lakukan menurut Rahardjo dalam beberapa hari ke depan dirinya segera berkirim surat kepada instansi pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi hingga Cirebon. Isinya memberitahukan telah terjadi suksesi di Keraton Kasepuhan. Dirinya pun telah membuat perangkat untuk membantu kerja kesultanan Kasepuhan.

Keturunan Sultan Sepuh XI

Rahardjo Djali atau bergelar Sultan Aloeda II Keraton Kasepuhan merupakan buyut dari Pangeran Rajaningkrat. “Setelah menikah dengan nenek saya, bergelar Sultan Aloeda I,” ungkap Rahardjo. Sang kakek meninggal dan Omah Kulon, sehingga akhirnya Rahardjo memilih untuk melakukan jumenengan di tempat tersebut.

Rahardjo mengaku dirinya akan bekerja untuk membereskan keraton. “Dualisme ini akan kami selesaikan. Kami upayakan agar mereka dapat secara legowo menyerahkan tahta dan kepemimpinan kepada kami,” ungkap Rahardjo.

Rahardjo juga mengaku akan membenahi Keraton Kasepuhan dan menegakkan kembali wibawa keraton tersebut.

Sedangkan Ratu Raja Alexandra Wuryaningrat, juru bicara Sultan Sepuh XV PRA Luqman Zulkaedin saat dikonfirmasi enggan untuk mengomentari kejadian tersebut. “Nanti saya ‘berbalas pantun’,” ungkapnya.   

Ivansyah

Baca: Sultan Cirebon Arief Natadiningrat Meninggal karena Kanker Usus

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus