Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Dave Laksono mengatakan kenaikan usia pensiun bagi prajurit bintara dan tamtama TNI bisa untuk menjawab sejumlah kebutuhan. Hal ini disampaikan Dave menanggapi keinginan Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengubah usia pensiun bintara dan tamtama dari 53 menjadi 58 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Beberapa yang dimaksud Dave adalah kebutuhan prajurit di wilayah perbatasan, pos-pos terluar, kapal-kapal perang, dan markas-markas Komando Rayon Militer di luar Pulau Jawa yang masih kekurangan personel. "Jadi dengan dinaikkan umur (pensiun) untuk prajurit bintara dan tamtama, bisa mengisi kekosongan di tempat-tempat tersebut," kata Dave kepada Tempo, Sabtu, 25 Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dave mengatakan, untuk mengisi pos-pos perbatasan ini diperlukan prajurit berpengalaman. Dia menilai bintara dan tamtama yang lebih senior bisa mengisi pos tersebut sembari melatih personel baru. "Bila sekadar mengisi tanpa melihat pengalaman seorang prajurit, bisa bahaya," ujar politikus Golkar ini.
Meski begitu, Dave mengatakan pendapat ini masih belum detail dan baru berdasarkan pengamatannya. Dia mengakui rencana perubahan usia pensiun prajurit ini harus dikaji matang dalam pembahasan revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI nantinya.
Dave juga memiliki sejumlah pandangan terkait revisi UU TNI tersebut. Pertama, kata Dave, saat ini jumlah prajurit yang direkrut masih sama dengan jumlah prajurit yang pensiun alias zero growth.
Kedua, masih terjadi penumpukan di level perwira menengah. "Di perwira menengah ke atas masih banyak penumpukan karena kurang banyak posisi yang perlu diisi," ujar dia. "Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan masak-masak memang."
Presiden Jokowi sebelumnya mengatakan perubahan usia pensiun bintara dan tamtama menjadi salah satu poin revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Revisi UU itu sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.