Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGANTAR Megawati Soekarnoputri ke lobi JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin malam, 11 November lalu, Surya Paloh berbisik kepada Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu. “Jangan pikir saya main-main. Saya betul-betul sayang sama kamu,” kata Ketua Umum Partai NasDem itu mengulangi bisikan tersebut kepada Tempo, sekitar satu jam setelah perjumpaannya dengan Megawati.
Menurut Surya, Megawati hanya membalas dengan senyum, yang tidak diketahui persis maknanya oleh bos Media Group itu. Sebelumnya, Megawati juga melempar senyum saat Surya menjemput dia dan putrinya, Puan Maharani, sebelum puncak acara Kongres NasDem. Puan sempat mengajak ibunya dan Surya berswafoto di dalam lift, yang kemudian dibagikan di akun Instagram miliknya.
Pertemuan yang disertai jabat tangan antara Surya dan Megawati itu kontras dengan perjumpaan keduanya saat pelantik-an anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen Senayan pada 1 Oktober lalu. Kala itu, Megawati menyalami sejumlah petinggi partai yang dilewatinya, termasuk politikus Golkar, Rizal Mallara-ngeng. Ketika bersua dengan Surya, yang berada di sebelah Rizal, Megawati menatap ke arah lain dan melewatinya. Surya, yang sudah berdiri, langsung duduk. Peristiwa yang merupakan penanda keretakan hubungan keduanya itu pun menjadi pembicaraan di media sosial.
Padahal, sebelumnya, Surya dan Megawati dikenal sangat akrab. Keduanya pun sama-sama berada di barisan partai pengusung Joko Widodo dalam dua kali pemilihan presiden.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Patrice Rio Capella, mengatakan, pada masa pemilihan presiden 2014, keduanya kerap makan bareng di restoran Tugu Kunstkring Paleis, Jalan Teuku Umar, Menteng, tak jauh dari rumah Megawati. “Menu favorit mereka nasi goreng,” ujar Rio Capella. Saking akrabnya, Surya acap memanggil Megawati dengan sapaan “Mbak Cantik”. Sedangkan Megawati memanggil Surya “Abang”.
Bibit ketidakkompakan keduanya bersemi dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Bersama NasDem, Golkar, dan Partai Hanura, PDI Perjuangan mengusung pasangan Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Menurut dua petinggi partai banteng dan NasDem, pangkal masalahnya adalah Surya meminta Ahok—panggilan Basuki—mempertimbangkan kembali pencalonannya.
Permintaan itu disampaikan Surya ketika bertemu dengan Jokowi dan Ahok di Istana Bogor tak lama setelah unjuk rasa 4 November 2016—dikenal dengan “Aksi 411”. Demonstran mendesak Ahok diadili karena dianggap menista agama.
Ketika dimintai konfirmasi, Basuki mem-benarkan peristiwa tersebut. Ihwal permin-taan mundur itu, kata Ahok, “Pak Surya Paloh tidak mau melihat adiknya susah.” Anggota Majelis Tinggi NasDem, Lestari Moerdijat, mengungkapkan kronologi permintaan bosnya itu, tapi meminta penjelasannya tak dikutip karena menganggap masalah pemilihan kepala daerah DKI Jakarta sudah selesai.
Saat pertemuan di Istana Bogor, Megawati sedang berada di Prancis. Setelah Megawati tiba di Tanah Air, Basuki pun datang ke rumahnya untuk menyampaikan isi pertemuan dengan Jokowi dan Surya. Berbeda dengan Surya, kata Ahok, Megawati memintanya tak mundur. Politikus PDI Perjuangan, Bambang Wuryanto, mengaku mendengar cerita soal desakan agar Ahok mundur. “Bu Mega memperjuangkan ideologi partai dengan mempertahankan Ahok,” ujarnya.
Hubungan Surya dan Megawati makin tegang karena sejumlah kader PDIP yang menjadi kepala daerah mengeluh kerap ditekan kejaksaan. Pada 2014-2019, lembaga itu dipimpin kader NasDem, Muhammad Prasetyo. Politikus PDIP, Trimedya Panjaitan, mengatakan kader partainya diancam akan dijadikan tersangka kasus korupsi jika tak bersedia bergabung dengan NasDem. Dia mencontohkan, ada calon kepala daerah di Jawa Tengah dan Lampung yang menyeberang ke NasDem karena takut dijadikan tersangka.
Hubungan Surya Paloh dan Megawati makin tegang karena sejumlah kader PDIP yang menjadi kepala daerah mengeluh kerap ditekan kejaksaan. Pada 2014-2019, lembaga itu dipimpin kader NasDem, Muhammad Prasetyo.
Surya Paloh membantah mengintervensi Prasetyo. Dia mengaku meminta Prasetyo mundur dari partai setelah diangkat sebagai Jaksa Agung. Surya pun menyangkal anggapan bahwa perpindahan kader PDIP menjadi penyebab retaknya hubungan dengan Megawati. “Harus saya katakan, itu tidak ada. Itu terlalu salah,” ujar Surya.
Hubungan keduanya tak membaik meski sama-sama mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin dalam pemilihan presiden 2019. Setelah Jokowi-Ma’ruf menang, relasi keduanya memburuk. Pemicunya adalah pertemuan Surya dengan ketua umum partai koalisi minus PDIP di kantornya di Gondangdia, Menteng, Jakarta Pusat, pada 22 Juli lalu. Selang dua hari, isu adanya poros Gondangdia dan Teuku Umar menguat. Hari itu, Megawati menjamu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, lawan Jokowi dalam pemilu presiden. Sedangkan Surya menggelar persamuhan dengan penantang Basuki dalam pemilihan Gubernur DKI, Anies Rasyid Baswedan.
Hubungan Gondangdia dan Teuku Umar makin panas setelah Surya melawat ke kantor Partai Keadilan Sejahtera, partai pengusung Prabowo dalam pemilihan presiden 2019, pada Rabu, 30 Oktober lalu. PKS adalah partai yang berdiri sebagai oposisi pemerintah. Surya bertemu dengan Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman dan Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Aljufri. “Pertemuan ini untuk menyamakan pandangan tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ucap Sekretaris Jenderal PKS Mustafa Kamal.
Seusai pertemuan, Surya memeluk erat Sohibul Iman. Pertemuan ini rupanya membuat gerah Teuku Umar. Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyindir manuver Surya Paloh. Dia mempertanyakan posisi NasDem yang berdekatan dengan partai oposisi. “Konsistensi dalam menjalankan posisi politik di dalam koalisi ataupun berada di luar pemerintahan itu juga sangat penting,” kata Hasto.
Surya pun bereaksi atas tudingan tak konsisten dengan koalisi pemerintah. Mantan petinggi Golkar itu meminta partai lain tak menebar rasa curiga ketika NasDem berkomunikasi dengan partai lain. Persoalan ini juga disampaikan Surya dalam kongres NasDem, Jumat, 8 November lalu. “Jadi, yang ngaku-nya partai nasionalis, partai Pancasilais, eh, buktikan aja,” ujarnya. “Kalau partainya masih sinis, propaganda kosong, mengajak berkelahi satu sama lain, ah, pasti bukan Pancasilais itu.”
Namun drama perseteruan antara Gondangdia dan Teuku Umar mulai menu-tup dalam acara yang sama tiga hari kemudian dengan kedatangan Megawati. Dalam pidatonya di hadapan Megawati dan kader NasDem, Surya menegaskan menyayangi tokoh-tokoh yang hadir. Surya pun mengungkapkan rasa sayangnya kepada Megawati. “Ini penting sekali karena, ketika Mbak Mega tidak salaman, rusak satu Indonesia,” kata Surya, yang disambut gemuruh kadernya.
WAYAN AGUS PURNOMO, DEVY ERNIS, HUSSEIN ABRI, FIKRI ARIGI, DEWI NURITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo