Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BELUM setahun menjadi Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo tak habis pikir para birokrat tertatih-tatih membelanjakan anggaran. Tahun ini, sudah hampir satu semester, anggaran kementeriannya baru terserap 18 persen. "Kalau di swasta mau keluarkan uang itu mikir cash flow, di pemerintahan tak perlu mikir itu," katanya kepada Tempo pada Jumat pekan lalu.
Malang-melintang menghabiskan kariernya di dunia usaha, Eko melihat para birokrat di bawahnya kurang paham soal manajemen. Sudah empat direktur jenderal ia pecat karena dianggapnya tak cakap. Dalam setiap rapat dengan pejabat eselon I dan II, ia menekankan pentingnya kerja cepat dan trengginas.
Di tengah upaya itu, anak buahnya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan agar mendapat status wajar tanpa pengecualian untuk laporan keuangan 2016. "Ini ibarat orang sedang lari kencang lalu direm mendadak, ya, jungkir-balik semua," ujar laki-laki 52 tahun ini.
Bagaimana Anda tahu penangkapan dua pejabat di Kementerian Desa oleh KPK?
Saat itu, saya baru saja selesai rapat dengan sejumlah anggota staf khusus antara pukul 18.00 dan 19.00. Tiba-tiba Sekretaris Jenderal Anwar Sanusi menelepon saya bahwa empat ruangan di Kementerian Desa sudah disegel KPK.
Ketika itu, Anda belum tahu ada penangkapan?
Belum. Saya langsung menghubungi Inspektur Jenderal Sugito, yang biasa berhubungan dengan KPK, untuk menanyakan penyegelan ruangan itu. Tapi Pak Sugito tidak bisa dihubungi. Lalu saya minta Biro Hukum menghubungi KPK menanyakan soal itu. Sampai jam 12 malam, tidak ada kabar dari mereka.
Kapan Anda tahu ada penangkapan?
Ketika ramai nama pejabat Kementerian Desa di televisi yang mengarah ke Inspektur Jenderal, saya meminta Biro Hukum menelepon istrinya. Saya curiga karena istrinya menangis di telepon. Tapi saya menunggu pengumuman resmi dari KPK.
Kenapa Anda tidak yakin bahwa Inspektur Jenderal yang ditangkap?
Saya masih tidak percaya. Apalagi menyangkut opini WTP dari BPK yang juga bukan pekerjaan Irjen.
Setelah diumumkan resmi oleh KPK, Anda percaya yang menyuap BPK adalah Inspektur Jenderal?
Saya masih respek kepada dia karena sebelum penangkapan belum ada cacatnya. Kenapa dia sampai begitu, saya tidak tahu. Kalau nanti ada kesempatan bertemu dengan dia, saya akan tanya: why?
Ketua KPK menyebutkan duit suap itu dari saweran sejumlah direktur jenderal....
Tanya saja KPK. Keyakinan saya, KPK tidak mungkin salah. Saya percaya KPK. Faktanya, ada anak buah saya yang ditangkap.
Kami mendapat informasi bahwa Anda beberapa kali meminta kepada bawahan agar Kementerian Desa mendapat opini WTP....
What's wrong? Bukan hanya soal WTP, saya mau semua yang terbaik. Tapi saya tidak menyuruh mereka melakukannya dengan menyogok.
Karena perintah Anda, Inspektur Jenderal menafsirkan WTP harus diperoleh dengan segala cara?
Itu bisa saja terjadi.
Anda siap dipanggil KPK menjelaskan soal itu?
Siap. Tidak ada masalah.
Anda baru menjadi menteri pada Agustus tahun lalu. Sebelumnya, kementerian Anda banyak masalah. Kenapa yakin bisa mendapat opini WTP?
Kinerja akuntabilitas reformasi birokrasi Kementerian Desa sekarang nilainya B. Penyerapan anggaran dari semula peringkat 78 menjadi 15, dari semula 60 persen menjadi 94 persen.
Tapi, faktanya, opini WTP Kementerian Desa diperoleh karena suap?
Saya mau bilang apa lagi?
Anda mengawasi semua proses untuk menuju opini seperti itu?
Satuan yang paling kecil tentu tidak. Saya mendapat laporan saja.
Anda merasa kecolongan dengan kasus ini?
Saya jengkel. Ibaratnya, kita lagi bawa mobil mendadak diserempet dari belakang.
Apakah ingin mendapat WTP itu agar dinilai bagus oleh Presiden?
Silakan saja menuduh. Bukan hanya dalam hal WTP, dalam semua hal saya keras kepada anak buah di Kementerian Desa. Presiden juga tidak pernah menyuruh mendapat WTP. Saya hanya ingin yang terbaik.
Apa pentingnya WTP itu?
Ibaratnya begini: WTP itu seperti orang yang sudah mandi di antara orang yang belum mandi. Wajar dong ingin terlihat sudah mandi di antara yang belum mandi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo