Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Gunung Es di Bawah Presiden Abdurrahman

DPR akan menggunakan hak interpelasi yang didukung luas. Langkah memecat Presiden?

21 Mei 2000 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hak DPR untuk bertanya kepada presiden sudah menjadi hal biasa di Indonesia. Kewenangan anggota dewan itu, yang biasa disebut hak interpelasi, pun sudah beberapa kali dilakukan. Pada era Abdurrahman Wahid juga pernah dipakai. Seperti November 1999 silam, DPR mempertanyakan keputusan Presiden membubarkan Departemen Penerangan dan Departemen Sosial. Tuntutan agar hak interpelasi digunakan DPR kini kembali gencar disuarakan. Namun, kali ini punya makna lain bagi Presiden Abdurrahman, karena hak itu disuarakan menjelang Sidang Umum MPR, Agustus mendatang. Ihwal tuntutan itu sendiri bermula dari keputusan Presiden Abdurrahman mencopot Laksamana Sukardi dan Jusuf Kalla. Keputusan itu membuat partai kedua menteri itu berasal, PDI-P dan Golkar, kecewa. Apalagi, tuduhan korupsi sebagai alasan pemecatan, yang dilontarkan saat konsultasi dengan DPR 27 April silam, tanpa melalui pembuktian terlebih dahulu. Sebaliknya, Presiden justru tidak mengklarifikasi tuduhan korupsi atau kolusi yang dilakukan Rozy Munir sebelum mengangkatnya sebagai Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN. Dua hal itu yang akan ditanyakan DPR kepada Presiden. Untuk melaksanakan hajat tersebut, penggalangan tanda tangan anggota dewan kini giat dilakukan. Hingga Jumat pekan silam, menurut Sekretaris Fraksi Golkar, Ade Komaruddin, sudah terkumpul 200 tanda tangan. Sebagian besar wakil diperoleh dari anggota Fraksi Golkar dan PDI-P. Tercatat juga anggota dari partai lain seperti Partai Persatuan Pembangun dan Partai Amanat Nasional. Jumlah itu sudah jauh dari cukup untuk bisa meloloskan penggunaan hak interpelasi, yang menurut tata tertib bisa diusulkan hanya oleh 10 anggota dewan. Dengan kata lain, untuk pertama kalinya kini DPR lebih tegas menggunakan haknya. Ini juga merupakan peringatan keras bagi Presiden. "Gus Dur dituntut bertindak lebih berhati-hati dan mengendalikan tutur katanya," kata Alvin Lie Ling, Wakil Sekretaris Fraksi Reformasi yang juga ikut menandatangani usul itu. Hak interpelasi itu diperkirakan akan menjadi ajang perdebatan yang seru. "Presiden siap mempertahankan diri karena setiap pemikiran dan tindakannya selalu didukung oleh alasan yang kuat," ujar Bondan Gunawan, Penjabat Sekretaris Negara, kepada Tiarma Siboro dari TEMPO. Pertanyaannya: apa yang akan dilakukan wakil rakyat itu jika jawaban presiden tidak memuaskan mereka? "DPR akan membuat panitia khusus untuk memperjelas soal pemecatan Laksamana dan Kalla itu," kata Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung. Saat ini pimpinan pusat partai Golkar memang sedang mengusulkan agar segera dibentuk panitia khusus di luar hak interpelasi tadi. Tidak hanya itu. "Pergantian menteri itu hanya fenomena yang kelihatan," kata Arifin Panigoro, Ketua Fraksi PDI-P di DPR. "Buat kami, bukan soal itu benar yang jadi perhatian." Menurut Panigoro, Abdurrahman Wahid tak cukup cuma menjelaskan alasan pemecatan dua menteri, melainkan juga pernyatan kontroversial lain dan isu kolusi-nepotisme Presiden. "Interpelasi itu baru tahap pertama. Menjelang sidang tahunan kami akan melakukan penilaian yang intensif terhadap kerja pemerintah," ujarnya. Seperti sudah dijadwalkan, Presiden Abdurrahman diminta melaporkan kinerja pemerintahannya dalam sidang tahunan MPR Agustus mendatang, termasuk usulnya mencabut Ketetapan MPRS No. 25/1966 tentang komunisme, yang belakangan menjadi kontroversi dan memicu sejumlah demonstrasi. Persoalan lain yang tak kalah seriusnya adalah tuduhan kolusi-nepotisme. Salah satunya adalah hadirnya Hasyim Wahid di Badan Penyehatan Perbankan Nasional. Penempatan adik bungsu presiden sebagai staf ahli di BPPN itu—sebuah lembaga keuangan yang ranum dengan uang—dianggap kental unsur nepotismenya. Santer terdengar pula, kesehatan Presiden Wahid akan masuk dalam satu agenda sidang Agustus mendatang. "Kita akan melihat dari segala sisi, termasuk kelemahan mata presiden yang tak kunjung membaik," kata Panigoro. Sidang Agustus mendatang akan menegangkan karena beberapa kalangan melihat penggunaan hak interpelasi tadi merupakan awal untuk menurunkan Presiden Abdurrahman. Kubu Partai Kebangkitan Bangsa serta Nahdlatul Ulama tak akan tinggal diam, termasuk mengerahkan Barisan Serba Guna, untuk mempertahankan Abdurrahman Wahid. "Kami siap ke Jakarta berduyun-duyun menjelang sidang Agustus mendatang jika ada perintah ulama," kata Ketua GP Anshor, M.H. Rofiq. Di sisi lain, hak interpelasi sebenarnya hanya pucuk gunung es dari kekecewaan yang menggumpal di Senayan. Ini akan menjadi ancaman serius bagi kelangsungan pemerintahan Abdurrahman, terutama jika partai-partai sedemikian kecewa dan melupakan perbedaan untuk membangun koalisi besar demi memecat Presiden secara konstitusional. Belakangan ini kian santer terdengar adanya usaha ke arah koalisi besar tadi, terutama antara dua raksasa, PDI-P dan Golkar. "Memang ada pertemuan-pertemuan informal antarpartai," kata Zulvan Lindan dari PDI-P. Pertemuan Megawati dengan Akbar Tandjung beberapa waktu lalu juga bisa menjadi salah satu indikator. "Di Gedung MPR/DPR memang terdengar keras PDI-P dan Golkar sedang mengupayakan masa depan yang lebih menjanjikan untuk menciptakan politik yang stabil," kata Ketua MPR Amien Rais ketika berada di Korea Selatan, Kamis pekan silam. Poros Tengah, pendukung utama pencalonan Abdurrahman Wahid sebagai presiden, juga kian membuat jarak. Pencopotan Hamzah Haz sedikit banyak membuat PPP, yang menjadi pilar Poros Tengah, kecewa. "Perdebatan antara Amien Rais dan Gus Dur menunjukkan semakin lemahnya dukungan Poros Tengah kepada pemerintah," kata pengamat politik LIPI, Mochtar Pabottingi. Anggapan bahwa Poros Tengah yang berbasis Islam tidak mungkin berkoalisi dengan PDI-P yang nasionalis tidak sepenuhnya benar. "Akbar Tandjung kini sedang menjadi mediator antara Poros Tengah dan PDI-P," kata Faisal Basyir, salah satu ketua dewan pengurus PPP. Adanya usaha aliansi antara PDI-P dan Poros Tengah juga diungkapkan Arifin. "Situasi politik sangat dinamis, sehinga peluang untuk itu ada saja," katanya. Meski membenarkan ada sejumlah pertemuan informal antarpartai, para politisi menyatakan upaya ke arah koalisi besar tadi hanya sebatas "menyatukan kekuatan untuk menekan Presiden agar lebih serius menjalankan roda pemerintahan", bukan untuk memecatnya secara konstitusional. Akbar Tandjung, misalnya, membenarkan ada usaha aliansi dengan PDI-P. Namun, ia membantah jika dikatakan upaya itu untuk memecat Presiden. "Aliansi itu bertujuan membangun demokrasi di Indonesia," tuturnya. "Ada beberapa anggota yang bersikap keras agar Gus Dur dijatuhkan," kata Ade Komaruddin, "tapi Golkar menolak." Ungkapan senada juga dilontarkan Hery Akhmadi, Sekretaris Fraksi PDI-P. "Tidak ada upaya menggulingkan Gus Dur. Aliansi itu untuk menekan agar pemerintah bersih dan berwibawa," ujarnya. Lebih dari itu, memecat Presiden juga ada tata caranya. "Jika pertanggungjawaban Presiden dalam sidang tahunan itu ditolak, MPR tidak bisa otomatis menurunkannya," ujar Mochtar Pabottingi. Jikapun ada upaya, menurut guru besar tata negara Sri Soemantri, peluang untuk memecat Presiden Abdurrahman tidak mungkin dilakukan pada Agustus. "Untuk menggelar sidang istimewa, Presiden harus diberi peringatan dua kali. Setelah itu, Presiden masih punya waktu tiga bulan untuk memperbaiki kebijakannya." Meski begitu, jika kinerja pemerintahan Abdurrahman terus memburuk, DPR bisa meminta MPR mengadakan sidang istimewa kapan saja. "Dalam sidang istimewa, bisa saja Gus Dur diturunkan secara demokratis dan konstitusional," kata Mochtar Pabottingi. Johan Budi S.P., Jalil Hakim, Dwi Wiyana, Iwan Setiawan, Dewi Rina Cahyani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus