Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta - Peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas di Yogyakarta turut diwarnai aksi kalangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di Balairung UGM pada Kamis, 2 Mei 2024. Para mahasiswa itu memprotes sejumlah kebijakan kampus terutama soal kebijakan uang kuliah tunggal (UKT) yang masih memberatkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka membawa poster bertulis antara lain 'Education 4 All', 'Orang Miskin Dilarang Kuliah', 'Semoga UKT Tidak Semakin Mahal' hingga 'Menggugat Siasat Rektorat' dalam aspirasinya. "Kami telah mensurvei 722 mahasiswa UGM angkatan 2023, dari situ ada 511 mahasiswa atau 70,7 persennya merasa keberatan dengan nilai UKT yang ditetapkan," kata Koordinator Forum Advokasi UGM Rio Putra Dewanto di sela aksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rio melanjutkan, dari jumlah mahasiswa yang keberatan dengan beban UKT-nya itu, sebanyak 52,1 persennya telah mengajukan peninjauan kembali UKT kepada kampus. Forum Advokasi UGM mensinyalir beban UKT yang memberatkan itu disebabkan salah satunya karena pemangkasan golongan yang semula delapan golongan menjadi lima golongan.
Golongan UKT di UGM terbagi lima kategori. Pertama golongan pendidikan unggul membayar 100 persen dari UKT, kedua golongan 75 persen subsidi, ketiga golongan 50 persen subsidi, keempat golongan 25 persen subsidi, dan kelima golongan 100 persen subsidi.
"Permohonan peninjauan kembali UKT ini juga sulit karena setiap fakultas punya aturan main sendiri, tidak seragam, mahasiswa bingung karena informasinya jadi simpang siur," kata dia.
Rio menambahkan, dalam penetapan UKT keterlibatan mahasiswa juga masih minim. Ia mengungkap, dari 18 fakultas dan satu sekolah vokasi di UGM, masih ada dua fakultas yang tidak melibatkan mahasiswa dalam verifikasi penetapan UKT.
"Seharusnya penetapan UKT itu mengacu sistem indeks kemampuan ekonomi mahasiswa, tidak langsung keluar nominal," ujar Rio.
Jawaban Kampus Terkait UKT
Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Manusia dan Keuangan UGM Supriyadi mengatakan seluruh mahasiswa tetap dijamin bisa menyelesaikan pendidikannya di UGM.
"Kami menempatkan mahasiswa pada UKT yang sesuai dengan kemampuan orang tua atau pendukung pembayar UKT bersangkutan," kata Supriyadi saat menemui mahasiswa yang sedang aksi.
Menurut dia, ketika pemerintah menetapkan UKT golongan 1 dan 2 sebesar Rp 500 ribu dan Rp 1 juta, UGM sudah menetapkan subsidi 100 persen sehingga mahasiswa tidak perlu membayar UKT.
Supriyadi menambahkan, UGM berupaya hati hati dan cermat dalam penentuan besaran UKT. Hal itu dilakukan, kata dia, agar mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih mendapatkan UKT sesuai golongannya dan yang kurang finansialnya juga mendapatkan UKT sesuai kondisinya.
"Mahasiswa yang memiliki kemampuan ekonomi terbatas tentu kami tempatkan pada yang (golongan UKT) yang sesuai," katanya.
Jika penempatan golongan itu masih kurang memadai, Supriyadi melanjutkan, UGM juga menyediakan sejumlah jalur beasiswa bagi mahasiswa. Supriyadi mengakui, penentuan golongan UKT bisa saja kurang tepat. Hal ini mengingat banyaknya data yang perlu diverifikasi dalam waktu terbatas pula.
Sehingga, kata dia, pihaknya mendorong dalam peninjauan UKT ada keterlibatan mahasiswa sebagai verifikator. "Keterlibatan mahasiswa di masing-masing fakultas (sebagai verifikator UKT) itu sifatnya wajib. Kami sedang siapkan mekanisme untuk itu," kata Supriyadi.
Dia mengatakan kampus sudah membuat surat keputusan (SK) untuk penugasan mahasiswa sebagai verifikator data penetapan UKT di tiap fakultas. Dalam verifikasi ini, tim yang di dalamnya berisi unsur mahasiswa yang bertugas memverifikasi kembali seluruh data agar penetapan UKT lebih akurat.
Sebab, kata Supriyadi, masih ada juga mahasiswa yang mendapat Kartu Indonesia Pintar atau KIP meski sebenarnya berasal dari keluarga mampu.
PRIBADI WICAKSONO