Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menyelenggarakan perayaan Hari Lahir (Harlah) ke-78 Muslimat NU di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta Pusat, pada Sabtu, 20 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Khofifah Indar Parawansa, Ketua Umum Muslimat NU, telah mengungkapkan permintaan maaf kepada warga Jakarta jika pelaksanaan acara tersebut menyebabkan gangguan lalu lintas di sekitar GBK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami ingin memohon maaf kepada warga DKI Jakarta dan para pengguna jalan atas potensi gangguan perjalanan dan ketidaknyamanan yang mungkin terjadi akibat acara ini,” kata Gubernur Jawa Timur itu pada Jumat, 19 Januari 2024.
Acara tersebut juga akan dihadiri Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Kepala Negara bakal tiba di GBK pada sekitar jam 06.45 WIB. Dia pun dijadwalkan memberi sambutan pada pukul 08.00 WIB.
Sebelumnya Khofifah telah resmi mendukung pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran Rakabuming Raka dengan bergabung dengan Tim Kampanye Nasional (TKN). Hal itu diungkapkan Khofifah pada Rabu, 10 Januari 2024.
Atas dukungan itu, Khofifah diminta nonaktif jabatannya sebagai Ketua Msulimat NU. Hal itu disampaikan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf dalam keterangannya di Jakarta, 18 Januari 2024.
"Kalau sekarang beliau mengumumkan bahwa beliau menjadi juru kampanye, nah kita lihat kalau sudah resmi masuk di dalam tim kampanye, ya, beliau harus non-aktif dari jabatannya sebagai Ketua Umum Muslimat NU," kata Gus Yahya.
Sejarah Muslimat NU
Muslimat Nahdlatul Ulama, juga dikenal sebagai Muslimat NU, berdiri pada 29 Maret 1946 di Purwokerto sebagai sebuah Badan Otonom dari Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Konsep pembentukan Muslimat NU muncul saat Muktamar NU ke-13 di Menes, Banten, pada 1938.
Dua tokoh utama, Ny R Djuaesih dan Ny Siti Sarah, yang mewakili jamaah perempuan, dengan keyakinan penuh menyuarakan pentingnya peran perempuan dalam konteks organisasi, sejalan dengan upaya kaum laki-laki.
Sebagaimana dilansir dari MuslimatNU.or.id, Ny R Djuaesih menjadi perempuan pertama yang memberikan pidato di forum resmi organisasi NU. Hal ini mencerminkan tekadnya untuk membuka peluang partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan organisasi.
Pada 29 Maret 1946, aspirasi jamaah wanita NU untuk membentuk organisasi diterima oleh utusan Muktamar NU ke-16 di Purwokerto. Sebagai hasilnya, didirikanlah lembaga organik yang fokus pada bidang wanita dan dikenal sebagai Nahdlatoel Oelama Moeslimat (NOM), yang lebih dikenal dengan nama Muslimat NU. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejarah serta relevansi terhadap kebutuhan yang ada pada saat itu.
Sebagai lembaga sosial keagamaan, Muslimat NU memiliki visi untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera berdasarkan ajaran Ahlusunnah Wal Jama’ah, di bawah bimbingan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diberkati oleh Allah SWT.
Misi organisasi ini mencakup upaya dalam membangun masyarakat yang taqwa, berkualitas, mandiri, dan sadar akan hak serta kewajibannya sesuai dengan ajaran Islam.
Muslimat NU juga telah diberikan hak otonomi sejak Muktamar NU ke-19 di Palembang pada 1952. Dengan kemandirian ini, Muslimat NU memiliki wewenang untuk mengelola urusannya sendiri dan menggali kreativitas secara independen, tanpa bergantung pada NU sebagai lembaga Induk.
Jumlah anggota Muslimat NU mencapai sekitar 32 juta dan tersebar di berbagai tingkatan, mulai dari Pimpinan Wilayah hingga Pimpinan Ranting.
ANANDA BINTANG I PUTRI SAFIRA PITALOKA I SULTAN ABDURRAHMAN I HAN REVANDA PUTRA