Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum Pers atau LBH Pers merilis data soal tindak kekerasan terhadap pers dalam rangka peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada hari ini, 3 Mei 2023. Direktur Eksekutif LBH Pers Ade Wahyudin menyatakan, pada 2022 saja, setidaknya terdapat 51 peristiwa kekerasan baik diarahkan kepada media, wartawan, narasumber, aktivis pers, hingga wartawan mahasiswa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Dari kasus tersebut setidaknya terdapat 113 korban individu dan organisasi,” kata Ade Wahyudin dalam keterangan tertulisnya.
Pelaku kekerasan didominasi penegak hukum hingga pejabat publik
Ade mengatakan pelaku kekerasan terhadap pers masih didominasi aparat penegak hukum hingga pejabat publik, ajudan, dan kerabatnya. Bentuk serangan terjadi baik secara hukum, fisik, hingga melalui saluran digital. Lebih lanjut, kekerasan di ruang digital terus bertambah tiap tahunnya dan merupakan ancaman serius bagi kemerdekaan pers, terutama di era saat ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut catatan LBH Pers, selama 2022, setidaknya tujuh kasus serangan digital terhadap situs web atau akun media sosial media (medsos) media. Jenis serangannya didominasi melalui metode distributed denial-of- service (DDoS) seperti terhadap Narasi.tv, Konde.co, dan Batamnews.co.id.
Bentuk serangan digital lainnya seperti peretasan situs web atau akun medsos, duplikasi situs web, dan penyebaran disinformasi yang bertujuan mendegradasi kredibilitas target serangan.
“Lemahnya jaminan kemerdekaan bagi kerja jurnalistik juga diperburuk minimnya perlindungan hukum oleh pemerintah dan aparat penegak hukum dalam penanganan kasus-kasus pers,” kata Ade.
Selanjutnya, banyak kasus serangan terhadap media dan jurnalis mangkrak
Ia mengungkapkan, dalam tiga tahun terakhir sejumlah kasus serangan terhadap media dan wartawan yang dilaporkan ke kepolisian mangkrak (undue delay) tanpa kejelasan proses penyelesaian. Kasus mangkrak itu di antaranya dugaan penganiayaan dan penghalangan kerja jurnalistik sejumlah wartawan saat aksi demonstrasi #reformasidikosupsi seperti reporter Katadata.co.id (Oktober 2019), reporter Kompas.com (Oktober 2019), dan reporter LKBN Antara (September 2019).
Selain itu terdapat pula kasus peretasan website media seperti Tempo.co (Agustus 2020, Tirto.id (Agustus 2020), dan DDos website Narasi.TV (September 2022) yang tak jelas ujungnya.
Sejumlah aturan ancam kebebasan pers
Selain itu, LBH Pers juga menyoroti kelahiran sejumlah regulasi baru yang dianggap mengancam kebebasan pers.
“Beberapa tahun belakangan ini juga tercatat sejumlah regulasi baru yang disahkan berpotensi mengancam kebebasan pers,” kata Ade.
Regulasi-regulasi tersebut di antaranya adalah KUHP baru dengan pasal-pasal penghinaan dan pencemaran nama baik, berita bohong, ujaran kebencian, serta pasal-pasal lainnya.
Selain itu terdapat juga UU Pelindungan Data Pribadi dengan potensi kriminalisasi jurnalis yang mengungkapkan rekam jejak kejahatan pejabat publik; dan Permenkominfo 5 tahun 2020 tentang PSE Lingkup Privat dengan pasal-pasal pengawasan yang berlebih kepada penyelenggara sistem elektronik termasuk di antaranya adalah perusahaan media.
“Isu revisi ke-2 UU ITE juga menjadi persoalan serius bagi komunitas pers,” ujar Ade.
Kemerdekaan Pers merupakan amanat UU Pers
Padahal, kata Ade, perlindungan dan penjaminan kemerdekaan pers merupakan kewajiban semua pihak sebagaimana diamanatkan Pasal 8 UU Pers yang berbunyi, “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.”
Ade mengatakan perlindungan hukum merupakan jaminan perlindungan oleh Pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Melalui momentum Hari Pers Se-Dunia tahun 2023 ini, LBH Pers menyerukan agar pemerintah dan aparat penegak hukum serius menjalankan perlindungan hukum terhadap wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya untuk menjamin pemenuhan hak publik atas informasi,” kata dia.
Selain itu, LBH Pers mendesak pembentukan peraturan perundang-undangan oleh Pemerintah dan DPR RI untuk menghormati prinsip hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, dan kemerdekaan Pers. Selain itu, LBH Pers mendesak pemerintahan melakukan revisi terhadap sejumlah peraturan perundang-undangan yang secara nyata membatasi kemerdekaan pers.
Hari kebebasan pers Sedunia diperingati setiap tanggal 3 Mei. Hal itu berdasarkan penetapan badan Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) UNESCO pada 1993. Dengan begitu, tahun ini merupakan ke-30 kalinya peringatan kebebasan pers Sedunia.