Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Mahkamah Konstitusi Menghapus Presidential Treshold

Mahkamah Konstitusi menghapus presidential threshold. Elite koalisi partai khawatir akan banyaknya calon presiden.

6 Januari 2025 | 06.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sidang putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen kursi di DPR, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2 Januari 2025. ANTARA/Fauzan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Putusan MK menghapus syarat ambang batas calon presiden akan memunculkan banyak calon presiden.

  • Sejumlah elite partai khawatir putusan MK imemperlemah konstelasi koalisi partai yang sudah dibangun.

  • Pengamat menilai selama ini syarat ambang batas hanya berputar di partai tertentu.

SETELAH Mahkamah Konstitusi menghapus ambang batas 20 persen suara partai bisa mengusung calon presiden dan wakil presiden pada 2 Januari 2024, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menelepon Sarmuji, sekretaris jenderal partai itu. Kepada Sarmuji, Bahlil meminta elite Golkar mematuhi putusan MK nomor 62/PUU-XXII/2024 itu. "Kami diminta mematuhi putusan MK," kata Sarmuji pada 5 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sarmuji sebenarnya terkejut dengan putusan MK itu. Menurut dia, hakim konstitusi biasanya menolak gugatan ambang batas calon presiden. Para hakim konstitusi, kata dia, juga punya pandangan sama dengan para politikus soal perlunya batas suara partai bisa mengusung calon presiden. Karena itu, partai-partai terdorong untuk berkoalisi setelah pemilihan legislatif. “Ambang batas itu diperlukan untuk menjadikan sistem presidensial berjalan lebih efektif,” kata Sarmuji.

Presidential threshold diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang Pemilu. Berdasarkan isi pasal itu, partai politik atau gabungan partai politik baru mengusung calon presiden dan wakilnya apabila memperoleh 20 persen kursi di DPR atau meraih paling sedikit 25 persen suara sah nasional dalam pemilihan anggota legislatif di pemilu sebelumnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pertimbangan putusannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra memaparkan syarat ambang batas itu tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan. Presidential threshold, menurut hakim konstitusi, bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945.

Pertimbangan tersebut menjadi alasan hakim konstitusi tak hanya mengubah ambang batasm namun mengubah rezim presidential threshold secara keseluruhan. Meski begitu, MK menegaskan, penghapusan ambang batas tetap harus memperhitungkan jumlah berlebihan pasangan calon presiden dan wakil presiden, yang merusak hakikat pemilihan presiden.

Walhasil MK memberikan lima poin pedoman sehubungan dengan rekayasa konstitusional kepada DPR dan pemerintah. Pertama, semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Kedua, usulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak berdasarkan persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

Ketiga, dalam mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, partai politik peserta pemilu bisa bergabung sepanjang tidak menyebabkan dominasi partai politik. Sebab, dominasi menyebabkan terbatasnya pasangan calon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

Keempat, partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan calon presiden dan wakil presiden akan mendapatkan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya. Kelima, perumusan rekayasa konstitusional, juga perubahan Undang-Undang Pemilu, melibatkan partisipasi semua pihak yang concern terhadap penyelenggaraan pemilu, termasuk partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPR. Cara yang bisa dilakukan adalah menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna atau meaningful participation.

Sarmuji mengatakan putusan MK itu akan lebih menyulitkan partai dalam membangun koalisi. Sebab, setiap partai politik peserta pemilu bisa mengusung calonnya sendiri dalam pemilihan presiden. Namun, kata Sarmuji, Partai Golkar akan berupaya menemukan formulasi yang tepat setelah keluarnya putusan MK itu.

Golkar, sebagai salah satu partai pendukung utama pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), akan merumuskan rekayasa konstitusional baru yang sesuai putusan MK. Sarmuji sendiri menilai sulit menghidupkan kembali presidential threshold meskipun dengan persentase baru. “Ini tentu tidak mudah,” ucap Sarmuji. “Secara politik juga kecil peluangnya jika harus kembali menghidupkan presidential threshold.”

Zulfikar Arse Sadikin, politikus lain Partai Golkar, mengatakan putusan MK itu menjadi bahan untuk persiapan membentuk omnibus law politik. Isu untuk membuat paket undang-undang politik tersebut melalui revisi Undang-Undang Pemilu yang sudah masuk Program Legislasi Nasional. Menurut Zulfikar, DPR akan membahasnya setelah reses berakhir. Saat ini para anggota DPR menjalani reses sejak 6 Desember 2024 hingga 20 Januari 2025.

Anggota Komisi II DPR ini menyatakan tidak ingin putusan MK itu memperlemah konstelasi politik yang sudah dibangun lantaran setiap partai politik peserta pemilu bisa mengusung calonnya sendiri dalam kontestasi pemilihan presiden. Sebab, pengelompokan berdasarkan ideologi dan platform partai politik selama ini berjalan positif. Dia menyebutkan, misalnya, adanya KIM yang mendukung pemerintahan dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang menjadi penyeimbang.

Zulfikar juga menyoroti munculnya banyak kandidat sebagai dampak putusan MK itu. Menurut dia, jumlah kandidat yang banyak akan membuat pemilihan presiden berlangsung dalam dua putaran atau lebih. "Saat ada putaran dua, pengelompokan partai bisa benar-benar transaksional dan pragmatis," ujarnya. "Ini memunculkan siapa yang lebih berani memberikan tawaran materi lebih tinggi dan sharing jabatan.” Partai Golkar, Zulfikar menegaskan, akan mengupayakan meninjau ulang ambang batas persyaratan partai politik menjadi peserta pemilu dalam Undang-Undang Pemilu.

Rapat Badan Legislasi DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 18 September 2024. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDIP Said Abdullah menegaskan partainya patuh pada putusan MK yang final serta mengikat. PDIP, yang saat ini berada di luar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, akan menjadikan putusan MK itu sebagai pedoman dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu antara pemerintah dan DPR.

Said menjelaskan PDIP akan menggunakan mekanisme perekayasaan konstitusional melalui kerja sama koalisi partai dalam pengajuan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Caranya, mengatur mekanisme kerja sama partai. “Tanpa mengurangi hak setiap partai untuk mengajukan kandidatnya, presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti tetap akan memiliki dukungan politik yang kuat di DPR,” kata dia melalui keterangan tertulis.

PDIP, kata Said, ingin syarat calon presiden dan wakil presiden agar tetap memenuhi aspek kepemimpinan yang kualitatif. Partai berlambang banteng ini juga ingin penggunaan hak politik dari semua partai terpenuhi.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar mengatakan regulasi teknis ambang batas bergantung pada DPR. Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat itu mengatakan putusan MK tersebut juga memberi peluang partainya mengusung kader maju dalam pemilihan presiden mendatang. "Demokrasi menjadi cair," katanya. "Tapi kita juga punya pengalaman, kalau terlampau banyak calon, enggak realistis."

Pemerintah juga menyatakan menghormati putusan MK itu. Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah segera membahas implikasi putusan MK terhadap pengaturan pelaksanaan pemilihan presiden pada 2029.

Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, di Jakarta, 5 November 2024. ANTARA/Fauzan

Dalam keterangan tertulis, Yusril menyebutkan perubahan dan penambahan norma dalam Undang-Undang Pemilu akan dibahas bersama semua pihak terkait, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu, akademikus, pegiat pemilu, serta masyarakat. Ketua KPU Mochammad Afifuddin dan Komisioner KPU August Mellaz belum menanggapi putusan MK itu.

Dosen hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan konsekuensi putusan MK ini akan membuka ruang persaingan antar partai politik. Sebab, selama ini adanya syarat ambang batas itu membuat pemenang pemilu hanya berputar di partai tertentu.

Dalam demokrasi, Feri mengatakan, tidak ada salahnya munculnya banyak pasangan calon presiden dan wakilnya. Di putaran pertama, calon presiden akan banyak namun mereka akan tersaring di putaran berikutnya. "Seperti sepak bola, saat babak penyisihan banyak. Kalau sudah memasuki babak final, kan, tinggal sedikit,” ujar Feri ketika dihubungi pada Ahad, 5 Januari 2025.

Peneliti di Pusat Studi Konstitusi itu mengatakan partai-partai pun pasti berhitung secara cermat jika mengusung kandidatnya. "Tidak mungkin mereka mengusung begitu saja calon presiden jika tidak berimbas pada keterpilihan partai tersebut dalam pemilu," ujarnya.

Pakar hukum tata negara Feri Amsari, di Gedung Tempo, Jakarta, 13 Februari 2024. Dok. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Dengan alasan tersebut, menurut Feri, koalisi partai politik akan tetap terjadi dengan pertimbangan coat-tail effect atau efek ekor jas. Coat-tail effect adalah istilah yang merujuk pada ketokohan calon yang diusung bisa berdampak pada perolehan suara partai pengusung dalam pemilu.

Aktivis pemilu Hadar Nafis Gumay menilai para politikus tidak perlu berlebihan menyikapi putusan MK. Partai juga, kata dia, tak perlu khawatir akan banyaknya jumlah calon presiden setelah ambang batas 20 persen calon presiden dihapus. Selain pertimbangan politis di antara partai politik, Hadar mengatakan, urusan teknis bukan menjadi masalah yang besar bagi penyelenggara pemilu.

Komisioner KPU periode 2012-2017 itu menilai banyak atau sedikitnya kandidat dalam pemilu bisa diantisipasi dan dicari jalan keluarnya oleh penyelenggara pemilu. Jika KPU benar-benar memverifikasi partai politik itu dengan baik sesuai dengan aturan, kata dia, peserta pemilu juga tidak akan terlalu banyak. “Itu bukan sesuatu yang akhirnya ‘wah, ini repot’. Sekarang ini aturannya sesuai dengan konstitusi, yakni setiap partai politik yang memang sudah menjadi peserta pemilu masing-masing berhak mengajukan calon,” kata Hadar, kemarin.

Hendrik Yaputra dan Ervana Trikarinaputri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus