MOTOBATU molintak kon Totabuan". Ini semboyan Kabupaten Bolaang
Mongondouw. Maksudnya, "bersatu padu membangun daerah Totabuan".
Seraya teringat itu semboyan, Bupati UN Mokoagouw menilai rakyat
Bolaang Mongondouw alias Totabuan mampu membangun daerahnya. Ini
konon sesuai dengan pendapat Gubernur Worang sendiri yang
dinyatakannya dalam setiap laker. Yakni daerah Bupati Mokoagouw
ini paling getol membangun ketimbang 6 kabupaten lain di
propinsi Sulawesi Utara.
Itu sebabnya -- barangkali -- Bupati Mokoagouw yang sebentar
lagi meraih 3 bintang di pundaknya alias naik pangkat Kolonel,
tetap dipertahankan Worang. Padahal itu bupati sudah memimpin
daerah kelahirannya sendiri itu sejak masih Kapten CPM sepuluh
tahun lalu. Dan karena itu pulalah rupanya sang Bupati dinilai
berkesanggupan membangun daerahnya. Selain itu konon ia punya
penasehat-penasehat tangguh, terdiri dari pejabat-pejabat utama
Kantor Gubernur yang berasal Totabuan. Namun yang paling
mengesankannya ialah kabarnya karena rakyat Bolaang Mongondouw
amat enak diperintah, rajin dan penurut. Juga alam daerahnya
memang makmur dan banyak masih perawan.
Tak berarti sang Bupati tak mengeluh. "Akhir triwulan II tahun
75/76 terasa terdapat hambatan-hambatan", ucap Bupati di depan
raker para camat dan pembantunya Desember kemarin. Hingga,
menurutnya, pelaksanaan pembangunan proyek di daerahnya cuma
mencapai target 87,76% untuk proyek 172 desa, 67,85% proyek
sektoral dan 70% proyek propinsi. "Ada pemborong yang
menyebabkan keadaan bisa fatal", tambahnya tanpa memerinci lebih
lanjut.
Tapi dimintanya rakyat jangan berkecil hati. Sebab, apa yang
telah dinikmati sampai sekarang, cukup alasan bagi rakyat akan
masa depan yang cerah. Ini semua bisa diperincinya. Daerah ini,
katanya, dulunya cuma dikenal sebagai daerah transmigrasi dengan
proyek irigasi Doloduo yang mampu mengairi ribuan hektar sawah.
Tapi kini bertambah makmur dengan banyak proyek besar lainnya.
Jalan raya 126 Km yang disebut Proyek Amurang -- Kotamobagu
Doloduo (AKD) yang dibiayai dana Bank Dunia Rp 4,6 milyar dan
dikerjakan kontraktor Korea dan Jepang, menurut Bupati, "sudah
40% selesai". Lalu bandar udara yang berlandasan 1,2 Km hasil
kerja swadaya murni masyarakat di desa Tungoy, kini telah siap
didarati pesawat Twin Otter atau Convair. Dan bandar udara yang
diberi nama Haji Doli Mokoginta, angkasawan paman Bupati
Mokoagouw yang gugur dalam kecelakaan pesawat di Kolombo itu,
masih akan diperpanjang jadi 1,8 Km.
Sementara itu 2 proyek yang pernah dijanjikan Menteri PUTL
Sutami pada kunjungannya ke sana akhir 1974 (TEMPO, 28 Desember
74), yakni proyek air dan listrik, sedang sibuk dikerjakan.
Sejumlah mesin pembangkit tenaga listrik berkapasitas 250 KVA,
sedang dipasang. Pipa-pipa air minum berkapasitas 75 liter per
detik, sudah menggeletak di sepanjang jalan dari Kotamobagu ke
Bukaka asal sumber air yang jauhnya 3 Km. Tinggal pasang. Sedang
bak induknya sudah selesai. Pipa-pipa sumbangan PAM Yogyakarta
dan Jakarta itu menurut Ambari Musrif BE, Kepala Proyek,
beranggaran Rp 650 juta itu, "sudah melebihi kebutuhan".
"Sedikit waktu lagi Kotamobagu akan mandi cahaya listrik dan
air", komentar seorang petugas PU.
Bopeng-bopeng
Tentu saja tak ketinggalan pembangunan prasarana fisik pamong
praja. Di desa Sinindia sebelah selatan kota, Kantor Bupati
berlantai dua sedang dibangun dengan biaya Rp 44 juta. Sedang
kantor lama yang tak kalah anggunnya, menurut Bupati "akan jadi
kantor instansi vertikal". Dan buat Bupati sendiri, rumah
jabatan berbiaya Rp 14 juta, baru saja selesai dibangun dan
diresmikan Gubernur Worang. Dari rumah ini Bupati bisa menimba
ilham sambil menikmati seluruh sudut kota dan pemandangan indah
di sekitarnya. Apalagi jalan raya Kotamobagu-Manado sepanjang
180 Km telah beraspal licin. Hingga sang Bupati tak kan
terganggu pandangannya oleh kemacetan lalu lintas.
Tapi bopeng-bopeng pada suksesnya hasil kerja Bupati Mokoagouw
memang masih banyak tampak. Jalan raya sepanjang 73 Km menyusur
pantai Kotamobagu-Manado lewat mobonto da Poigar, yang 40 Km
belum beraspal jalan menuju Gorontalo sepanjang 260 Km dimulai
desa Kaya, lewat Atinggola Buroko, yang juga pernah mendapat
perhatian Menteri Sutami, belum terjmah. Menyebabkan sulitnya
hubunga dengan 6 kecamatan di sana. Hingga mencapai desa-desa
cuma bisa mengandalkan jalan laut yang juga tak lancar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini